Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mungkinkah H Usmar Ismail Diusulkan Sebagai Pahlawan Nasional?

12 September 2016   11:08 Diperbarui: 12 September 2016   11:25 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
H Usmar Ismail (sumber: www.tamanismailmarzuki.com)

Menelusuri tulisan kompasianer yang mengikuti lombapk restorasi film Tiga Dara agaknya menginspirasi saya terhadap sosok sutradaranya. Saya anggap aktivitas restorasi film seperti ini memiliki nilai penting dalam melestarikan produksi film nasional yang mengalami gangguan teknis gambar dan suara.Melalui tindakan restorasi maka diharapkan film-film Indonesia yang terkenal dan memiliki nilai-nilai sejarah perfilman sekaligus produk kebudayaan bangsa akan tetap lestari dan masih dapat di tonton oleh masyarakat di era kini.

Ketertarikan saya terhadap tokoh ini membuat saya menelusuri biografinya dari berbagai referensi yang ada. Hal ini saya lakukan untuk lebih mengenalnya terutama aktivitas serta jasa-jasa  yang dilakukannya selama hidupnya.

H Usmar Ismail dilahirkan di Bukit Tinggi Sumatera Barat pada tanggal 20 Maret 1920 dan meninggal di Jakarta tanggal 2 Januari 1971 akibat pendarahan otak.Sederetan pekerjaan yang digelutinya semasa hidup adalah sutradara, seniman, dramawan, budayawan, wartawan, politikus, penyair. Inilah yang mengantar dia memperoleh penghargaan WIJAYAKUSUMA dari  pemerintah RI pada tahun 1962 (atas prestasinya di bidang film dan drama).

Namanya diabadikan pada Gedung Pusat Perfilman H Usmar Ismail di Kuningan Jakarta.

Beberapa film yang pernah di sutradarainya adalah Krisis (1953), Lewat Djam Malam (1954), Tamu Agung (1955) dan Tiga Dara (1966). Film Lewat Djam Malam mendapatkan penghargaan sebagai film terbaik di Festival Film Asia (FFA) tahun 1955.

Selain itu, dia pernah mendirikan surat kabar harian "Rakyat", pernah ditangkap Belanda dan di tahan karena meliput perundingan antara Ri-Belanda,  menjadi ketua Badan Permusyawaratan Kebudayaan Indonesia (BPKI), ketua SAI (Serikat Artis Indonesia), ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), di bidang ketentaraan pernah berpangkat Mayor.

Sesuatu jasa yang tidak bisa dilupakan pula adalah sebagai pendiri Perfini lewat film "Darah dan Doa"yang dibuat tanggal 30 Maret 1950 sehingga atas jasa dan perjuangannya 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Perfilman Nasional.

Saya anggap tokoh H Usmar Ismail adalah sosok yang berjasa, pejuang nasional yang telah mengabdikan dirinya semasa hidupnya demi kelestarian kebudayaan perfilman di tanah air. Mungkin saja beliau termasuk dalam 7 persyaratan yang ditetapkan Kementerian Sosial bagi seorang individu layak menerima penghargaan sebagai Pahlawan Nasional? Ini menjadi pergumulan insan seni perfilman kita yang berhak mengusulkannya kepada pemerintah.

Sebagai seorang kompasianer, saya pun masih bertanya..mungkinkah? 

Pada hakekatnya suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.(Bung Karno).

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun