Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Minahasa dengan Burung Manguni

22 Agustus 2015   10:35 Diperbarui: 22 Agustus 2015   10:35 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ilustrasi (sumber:antaranews.com)

Salah satu tradisi budaya orang Minahasa adalah pewarisan nilai dalam bentuk simbol-simbol. Ada tulisan tulisan kuno berbantuk paku di situs peninggalan orang Minahasa. Watu Pinabetengan sebuah monumen yang dianggap orang Minahasa sebagai tempat berkumpulnya orang tua jaman dulu dalam proses awal titik penyebaran suku-suku di tanah Minahasa. Disana juga ditemui huruf huruf berbentuk paku yang belum terungkap makna dan artinya. Masih misterius dan belum diminati para sejarawan dan budayawan orang Minahasa, apalagi para arkelolog kita yang hingga kini seperti berdiam diri.

Minahasa masih menyimpan misteri tentang rahasia yang terkandung dalam simbol simbol berupa huruf paku yang menjadi tanda tanya. Ada apa dibalik semua ini? Begitu kuatnya kharisma misteri ini sehingga di tengarai bahwa setiap orang yang ingin menggali sejarah Minahasa secara mendalam terhalang dan dihambat dan kadang mengalami sesuatu tantangan dan kadang meninggalkan dunia sebelum tulisannya diselesaikan.

Saya pernah mendapatkan catatan tentang rahasia huruf paku dari paman saya dan hingga saat ini saya simpan dan tidak pernah di publikasikan. Memang jadi tugas yang serba salah bila kita menyimpan sesuatu hal yang berguna dan belum saatnya di publikasikan. Misteri ini jadi kekuatan budaya dan hanya diketahui oleh orang orang tertentu dan bila itu dicoba diungkapkan maka orang yang bersangkutan akan mengalami sesuatu yang tak terduga...pergi tanpa pesan. Ini realitas yang saya amati selama ini dalam kehidupan sebagai salah seorang pengamat budaya Minahasa.

Saya termasuk salah satu yang diberi petunjuk dan arahan orang tua bagaimana bersikap dan memanfaatkan potensi nilai simbol yang tersirat dari suara burung manguni ini.

Simak catatan budaya Minahasa dan sudah dipublis sebagai budaya Indonesia, berikut ini:

Setiap kelompok sosial sudah pasti memiliki filosofi hidup masing-masing. Berbagai nilai-nilai yang berkembang dan diyakini oleh kelompok tersebut, tak lain merupakan rangkuman dari berbagai pengalaman hidup anggota kelompok terdahulu yang diwariskan secara turun-temurun. Tak jarang, nilai-nilai tersebut merupakan hasil dari interaksi antara anggota kelompok tersebut dengan alam sekitar. Hal tersebut misalnya tergambar dalam kepercayaan unik etnis Minahasa, yang meyakini bahwa setiap jenis suara burung memiliki makna tersendiri. Mereka percaya, burung (dan juga hewan lainnya) merupakan perantara penyampai pesan, bahkan terkdang dianggap penjelmaan dari para Opo atau Dewa-Dewi di Tanah Minahasa.
Burung pembawa pertanda dibedakan ke dalam dua jenis, yakni burung siang (weru endo) dan burung malam (wara wengi). Berikut adalah keterangan lengkapnya, yang disarikan dari buku Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara (1983) terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:
Jenis suara burung siang adalah:
1. Lowas (keeke rondor) atau tertawa terus menerus, berarti ada berita menyenangkan yang akan datang.
2. Keeke tenga wowos atau tertawa tidak terus menerus, berarti tidak ada kabar yang akan menggangu perasaan.
3. Mangalo (mangoro) atau bunyi suara parau, berarti si Pendengar harus waspada.
4. Keke atau bunyi yang sangat nyaring dan agak panjang, artinya, bila bunyi berasal dari sebelah kiri pendengar berarti pertanda baik, dan sebaliknya, bila bunyi dari sebelah kanan berarti pertanda buruk/menakutkan.
Sementara jenis suara burung malam adalah:
1. Manguni rendai atau bunyi yang merdu, berarti ada hal menyenangkan.
2. Imbuang atau bunyi hampir-hampir merdu tetapi agak putus-putus, berarti tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
3. Paapian atau bunyi perlahan-lahan dan parau, berarti ada sesuatu hal yang membimbangkan.
4. Kiik atau bunyi panjang dan keras (sekali saja). Bila bunyi berasal dari sebelah kiri pendengar, berarti pertanda baik dan berkah, dan sebaliknya, bila bunyi dari sebelah kanan berarti pertanda menakutkan, dan si Pendengar harus waspada.
Selain burung, gerak-gerik sejumlah hewan lainnya juga memilki makna tersendiri, seperti misalnya ular. Beberapa gerak-gerik ular yang bisa dimaknai adalah, misalnya, menemukan ular melintas dari Barat ke Timur dan sebaliknya, atau menemukan ular dengan posisi kepala terangkat, dan lain-lain. Untuk memastikan makna dari setiap gerak-gerik hewan tersebut, bagi yang meyakini, bisa menanyakannya pada dukun (tonaas), dan sang Dukun biasanya akan memberikan keterangan, serta melakukan hal-hal yang diperlukan, misalnya untuk menghindari akibat sial yang ditimbulkan dari pengalaman orang terkait.

Saya berharap melalui artikel ini akan tumbuh berkembang catatan kebudayaan daerah lainnya agar khazanah literasi budaya khususnya menyangkut simbol huruf dan bunyi suara burung khas daerah akan menjadi warna budaya di tanah air. Suara burung Manguni menjadi simbol pemberi tanda bagi orang Minahasa untuk melangkah, untuk bekerja dan untuk berjuang mencapai cita cita...bagaimana dengan di daerah anda?

Selain itu, para pakar sejarah, budaya dan para arkeolog Indonesia dapat dimotivasi untuk terus menggali catatan kebudayaan yang masih tersembunyi karena ini merupakan sesuatu kekuatan bangsa dalam melindungi berbagai ancaman dan tantangan dari luar maupun dari dalam.

Catatan budaya nusantara dapat dijadikan alat pemersatu dalam menghadapi derasnya arus globalisasi ekonomi dunia dan politik internasional yang saat ini sedang berupaya melumpuhkan kekuatan bangsa kita.

Penggabungan budaya tradisi daerah se Indonesia dapat dijadikan potensi kekuatan bangsa demi terciptanya rasa persatuan dan kesatuan bangsa, rasa cinta tanah air dan menjadikan keberhasilan program revolusi mental bangsa Indonesia. Tradisi budaya suku bangsa Indonesia mengajarkan insan Indonesia memiliki harkat dan martabat dengan memiliki etika moral yang tinggi dan sikap kemandirian yang tinggi, patriotisme yang tinggi sehingga insan Indonesia yang lemah mentalnya akan tergilas dengan nilai nilai etika bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun