Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bila Musim Kemarau Melanda Kita

25 Juli 2015   06:45 Diperbarui: 25 Juli 2015   06:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi seorang anak berlari di antara semprotan air yang bocor dari sebuah selang di Lincoln Memorial, Washington, Amerika Serikat, Kamis (5/7). Suhu di ibukota negara Amerika Serikat kembali mendekati 38 derajat Celsius, sementara listrik di 600.000 rumah di sepanjang wilayah Ohio hingga Virginia masih padam, enam hari setelah badai panas hebat menghantam kawasan itu. (REUTERS/Jason Reed)Sumber: (Antaranews.com)  

"... inilah pemanasan global antropogenik, lebih panas dan lebih panas..." Begitu awal tulisan Antara Newa.com mengawali artikel bertajuk "Paruh 2015 Bumi Capai Temperatur Terpanas edisi 22 Juli 2015.

Menelusuri penyajian artikel ini saya teringat tulisan yang pernah di  turunkan di Kompasiana dengan tajuk "Bumi Makin Panas" 18 April 2015 baru lalu. Tulisan yang sempat di ganjar admin highlight n headline ini bahkan ditambahkan foto oleh admin ini di tulis sebagai keikutsertaan merayakan peringatan hari bumi internasional.Memang isu lingkungan menyangkut pemanasan global bukan sekedar teori yang diangkat para pakar lingkungan namun menjadi realita dalam kehidupan kita diatas planet bumi satu-satunya ini. Musim kemarau yang kini sedang kita rasakan dihampir seluruh Indonesia merupakan fenomena alam  yang mau tidak mau harus kita hadapi. Kondisi ini tentunya sangat mempengaruhi aktivitas manusia terutama masyarakat yang penghidupan mereka dalam usaha tani padi sawah. Usaha ini membutuhkan ketersediaan air dan dalam musim kemarau akan menjadi permasalahan serius. Bukan saja akan dialami para petani namun juga masyarakat umum yang setiap hari membutuhkan air minum. Ini menjadi tantangan kita semua, bagaimana kiat kita dalam setiap menghadapi musim kemarau yang berkepanjangan seperti saat ini. Pada separuh 2015, bumi mencapai suhu terpanas sepanjang catatan sejarah. Temperatur Bumi makin panas dan mematikan

"Tidak ada hal yang dipungkiri lagi bahwa 2015 akan menjadi tahun terpanas sepanjang rekor," kata ahli klimatologi di Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA), Jessica Blunden, dikutip dari The Guardian, Rabu.

Menurut Blunden, suhu panas terjadi setiap bulan pada 2015 dan mencapai rekor pada bulan Juni.

NOAA menghitung, temperatur rata-rata dunia pada Juni tercatat 61,48 derajad Fahrenheit (16,33 derajad Celcius), memecahkan rekor lama yang ditetapkan tahun lalu dengan 0,22F (0,12 derajad Celcius).  "Biasanya catatan rekor suhu terpecahkan dengan perbedaan satu atau dua per seratus (1 atau 2/100) derajad, tidak hampir seperempat derajad," jelas Blunden.

Laporan dalam gambar bahkan lebih dramatis dalam statistik suhu selama enam bulan 2015.

Suhu rata-rata dalam enam bulan pertama 2015 adalah 57,83 derajad Fahrenheit (14,35 derajad Celcius), mengalahkan rekor lama yang ditetapkan pada tahun 2010 dengan seperenam derajad.

Rekor 2010 ditetapkan terakhir kali saat terjadi pola cuaca El Nino; pemanasan Samudera Pasifik tengah yang mengubah cuaca di seluruh dunia. Tapi pada 2010, El Nino mereda. Tahun ini, peramal memprediksi El Nino akan semakin kuat, tidak lemah.

"Jika itu terjadi, itu hanya akan meningkatkan grafik (panas)," kata Blunden.

Pada Juni terjadi panas hampir di seluruh dunia, dengan panas yang luar biasa di Spanyol, Austria, beberapa bagian dari Asia, Australia dan Amerika Selatan.  Pakistan selatan diterpa gelombang panas Juni yang menewaskan lebih dari 1.200 orang,  yang menurut database internasional, paling mematikan kedelapan di dunia sejak 1900. Pada Mei 2015, gelombang panas di India menewaskan lebih dari 2.000 jiwa dan menjadi peristiwa mematikan kelima dalam rekor.

Mei dan Juni juga memecahkan rekor panas bulanan dalam kurun 136 tahun. "Awalnya NOAA memprediksi Februari 2015 hanya Februari terpanas kedua pada catatan, namun data baru datang yang menjadikan yang terpanas," kata Blunden.  Bumi telah memecahkan rekor panas bulanan 25 kali lipat sejak 2000 namun belum memecahkan rekor dingin bulanan sejak 1916.

"Seperti inilah pemanasan global antropogenik, lebih panas dan lebih panas," kata Jonathan Overpeck, co-direktur Institut Lingkungan di University of Arizona. Informasi yang dilaporkan Antaranews diatas merupakan suatu peringatan bagi kita dalam menyikapi situasi musim kemarau yang terjadi saat ini.Apalagi bila kita lihat laporan BMKG yang menyatakan adanya beberapa titik-titik panas di daerah Jambi, Riau dan pulau Sumatera pada umumnya. Nah, dalam kondisi musim kemarau maka kita senantiasa waspada jangan sampai terjadi kebakaran di rumah maupun di kawasan hutan sebagai area yang rawan terjadi musibah kebakaran. Tentunya di setiap daerah masyarakat memiliki pengalaman dan cara bagaimana menghadapi musim kemarau. Salam Kompasiana. Manado, 25 Juli 2015. Sumber: Antaranews.com 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun