Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mari Berkebun, Jangan Sekadar Mimpi

22 Agustus 2023   15:44 Diperbarui: 23 Agustus 2023   06:46 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alpukat Kendil (sumber: dokumen pribadi)

Aku sedang berada di kebun. Duduk di tanah bertiga menghadapi tungku yang menyala. Tungku sederhana dari tiga batu yang disusun saling berhadapan. Di atasnya kaleng bekas susu formula berisi air yang mengepul dibakar api kayu bakar dari ranting-ranting dan dedaunan kering.

Tak jauh dari tungku sekantung plastik kecil bubuk kopi tergeletak. Di sampingnya beberapa butir potongan gula merah sebesar ibu jari menemaninya bersama tiga cangkir seng kosong. Cangkir seng itu di beberapa tempat sudah mengelupas catnya sehingga tampak menghitam.

Di hadapan, pandanganku menyapu kebun kol yang sangat luas. Luas sekali seperti tak ada ujungnya. Ujung-ujung daunnya yang tua, hijau pekat mulus tak tampak bolong-bolong. Bersih dari ulat, melambai-lambai tertiup angin. Kolnya yang menjelang dipanen itu tampak bulat sempurna macam kucing meringkuk. Berderet-deret, saking luasnya kebun kol itu sepintas tampak seperti lautan.

Tentang kami bertiga aneh memang, sebelumnya tidak saling mengenal. Tiba-tiba kami duduk bersama menghadapi tungku, ngopi sama-sama.

Aku merasa bersyukur dengan perkembangan peradaban manusia yang begitu hebatnya. Sejak ditemukan api dan bahasa kita dengan mudahnya berkumpul dan bercengkrama bahkan dengan orang yang belum saling kenal sebelumnya.

Tidak sekadar mengopi orang-orang yang tidak saling kenal dan tidak tahu asal usulnya bisa saling bekerja sama. Tak lagi berburu atau memungut jamur, bersama mengembangkan pertanian sehingga bahan pangan melimpah atau bisa menyimpannya bila berlebih, bahkan. Tak harus kelaparan saat musim tak bersahabat. Lalu lahir ketel uap yang mengawali revolusi industri yang merupakan cikal bakal peradaban manusia modern.

Saat ini di zaman digital kerja sama antar manusia bukan saja bisa terjadi antar orang yang tidak saling kenal bahkan bagi mereka yang tinggal berjauhan. Serpihan-serpihan suatu produk bisa dibuat di berbagai belahan dunia kemudian digabungkan dengan sangat presisi di satu tempat lalu disebarkan lagi ke seantero dunia. Begitu hebatnya peradaban manusia.

Kalau hari ini di beberapa titik di di dunia masih saja terjadi pertikaian antar manusia sepertinya itu sebuah anomali. Saat ini tak ada alasan yang masuk akal untuk saling curiga atau berebut sumber daya. Tidak relevan lagi mencuri dan merampok atau berperang untuk memperluas kekuasaan atau pengaruh. Kerja sama merupakan kompromi yang saling menguntungkan. Lagi pula damai.

Begitu juga ketika kami duduk bertiga tanpa saling mengenal. Kami mengopi bersama di kebun yang luas tanpa tahu batas-batasnya.

Harum uap kopi yang diseduh air mendidih meruap memenuhi rongga hidungku. Bau wanginya membuyarkan lamunan. Aku melirik ke samping, kutengok kedua kawanku sedang menyesap kopi panas yang mengepul. Mereka tidak saling berbicara. Tetapi dari bahasa tubuhnya mereka terlihat sangat bersahabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun