Mulai dari situ jalan mendaki, jarak dari Jalan AH Nasution sampai ke kebun kurang lebih 6 km. Selain menanjak jalan juga berkelak-kelok. Tidak seluruh badan jalan sudah berlapis beton, sebagian masih berupa batu koral berlapis aspal hitam. Pembangunan jalan dengan lapis beton sepertinya diutamakan pada jalan yang kondisinya rusak. Akibatnya laju kendaraan tidak stabil, kadang tenang, sekali waktu seperti melompat-lompat.
Selepas ujung kampung jalan menuju kebun lebih parah. Tetapi pemandangan dimanjakan dengan keindahan kebun yang menghijau. Kawasan kebun yang berundak-undak seperti lukisan alam yang menawan.
Dari sini sebagian kebutuhan sayur dan palawija warga Bandung dipenuhi. Setiap hari puluhan truk kol, sawi putih, tomat, wortel, mentimun, kacang tanah, kacang merah dan beragam sayuran lain masuk ke pasar-pasar tradisional di kota Bandung.
Di sini bawang merah dataran tinggi tumbuh dengan baik. Di Indonesia, bawang merah lazim ditanam di dataran rendah yang basah dan panas. Tetapi di sini di lereng-lereng banyak dibudidayakan varietas bawang merah yang adaptid dengan suhu rendah dan lahan kering.
Kalau kita mengenal pisang Lembang, di daerah sini pisang berwarna kuning dengan tekstur lembut dan pulen itu banyak dibudidayakan. Di tempat asalnya Lembang lahan kebun sudah banyak beralih fungsi menjadi tempat wisata. Lahan kebun yang tersisa tak banyak lagi yang ditanami pisang, tergeser komoditas lain yang lebih bernilai ekonomis.
Kalau pernah mendengar peuyeum Bandung -tape singkong, dari wilayah inilah sumber singkongnya. Di sini singkong tersebut dikenal dengan singkong Cimenyan. Jenis singkong mentega berwarna kuning mentega  yang sangat baik untuk dibuat tape atau sekadar dikukus untuk kawan ngopi. Rasanya hipu, pulen dan wangi. Saking enaknya, kadang sampai lupa utang saat mengunyahnya, katanya.
Terlalu asyik melamun, nyaris saja saja kebunku terlewati. Rupanya sudah tiba.
"Silakan turun, Pak."
"Ini kebun Bapak, ya?"
"Betul, gimana?"
"Wuess, tadi sedikit pusing mungkin karena jalan berkelok-kelok. Tetapi ketika turun dari mobil, menghirup udara rasanya segar sekali."
"Kita berada di ketinggian Pak. Kurang lebih 1200 mdpl. Udaranya bersih dan lebih dingin."
"Ya, ya, ya. Serasa di dalam ruangan ber-AC."
"Iya, coba bapa lihat ke bawah."
Aku menujuk ke bawah. Nun di sana kota Bandung mungil macam kampung kurcaci. Gedung dan pemukiman tampak padat seperti dadu yang berserak. Kawan karibku menatapnya dengan terpana sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Apa yang kutanam di kebun? Nanti akan diceritakan. Saat ini aku ingin menikmati dulu udara segar, bau rerumputan dan kabut yang bergerak tersapu angin. Merasakan sensasi hembusan napas yang berasap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H