kebun. Dari luasnya saja hanya sedikit lebih lebar dari halaman rumah. Itulah alasanku mengapa aku menyebutnya sebagai halaman kedua, melengkapi halaman pertama -lahan di muka rumahku tempat berkebun selama ini selepas pensiun.
Kebunku ini jauh dari ideal sebagai lahanBelum lagi lokasinya yang cukup jauh. Berada 3 km sebelum tempat wisata alam Oray Tapa atau 9 km dari rumah. Di perbukitan utara Bandung Timur yang bisa ditempuh kendaraan roda 4 dalam waktu 30-40 menit dari rumahku di Antapani.
Namun, dari caranya aku mendapatkan kebun ini banyak sekali cerita yang menyertainya. Aku ingin berbagi untuk menceritakannya kepada kawan-kawan, tapi nanti saja. Pagi ini tak cukup waktu untuk itu.
Pagi ini aku akan menemani kawan karibku atau lebih tepat tetanggaku yang sama-sama manula. Biasanya kami selang sehari berjalan kaki bersama seputaran komplek sehabis sarapan, mengisi waktu luang. Kami berdua laki-laki senior yang tinggal di komplek perumahan baru yang penghuninya sebagian besar dari keluarga muda. Penghuni lain setiap hari sibuk bekerja. Mereka berangkat pagi saat hari masih gelap dan malam baru berada lagi di rumah. Hanya untuk beristirahat. Hari libur mereka keluar bersama keluarga kecilnya untuk rekreasi.
Jadilah kami berdua saja di komplek itu yang menjadi kaum berada. Berada saja di rumah. Kami golongan yang terlambat memiliki rumah dan memutuskan tinggal di kota Bandung. Beruntungnya kami punya hoby sama, berkebun. Di pekarangan rumahnya ia menanam di dalam pot dua pohon buah-buahan yang sudah berbuah. Satu Jeruk Santang Madu, lainnya Jambu Kristal putih. Pagi ini kami tidak pergi berjalan kaki, malamnya kami sudah janjian di WA untuk touring ke kebun.
"Silakan naik, Pak."
"Oh ya."
Tak lama kemudian kami pun berdua sudah berada di kabin mobil. Kendaraan kami melaju pelan keluar dari komplek belok ke kiri, belok lagi ke kanan ke jalan raya.
"Rame sekali jalan ini Pak. Jalan apa ini?" tanya kawan karibku memulai setelah beberapa saat terdiam.
"Betul sekali, super macet. Ini Jalan AH Nasution membentang dari Cicaheum di sebelah barat sampai Cibiru di bagian timur.
Aku pun menuturkan kalau jalan raya ini macetnya nyaris saban hari terutama saat pagi dan sore hari. Pernah sekali waktu di jalan ini kemacetan terjadi secara total  sejak sore saat pulang kerja dan baru terurai jam 2 pagi, sehingga banyak yang tertidur di dalam kendaraan di tengah jalan.
Saat itu di jalan dua arah yang tanpa pembatas di tengah itu semua kendaraan berebut masuk. Baik dari arah Cicaheum atau sebaliknya banyak kendaraan terutama sepeda motor mengambil jalan di sisi kanan melawati garis putih. Lama-lama, saking banyaknya akhirnya kendaraan itu beradu muka. Stag tidak bisa bergerak.