Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bagi Pensiunan, Makin Sedikit Makin Bahagia

2 Juli 2023   08:38 Diperbarui: 2 Juli 2023   08:51 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku juga senang, macam cucu dapat uang jajan dari kakeknya. Ketika dulu waktu kanak-kanak dapat uang pecahan satu rupiah warna merah dari aki,  segera aku berlari mencari tukang gula-gula yang mangkal di sudut alun-alun di bawah pohon kersen. Tetapi berbeda dengan uang pemberian dari direktur, uang asing itu segera mengisi dompetku yang tipis menemani berapa uang lokal warna biru bergambar I Gusti Ngurah Rai. Aku tidak tahu apakah Benjamin Franklin mengenal I Gusti Ngurah Rai, yang terang di dalam dompetku mereka saling diam.

Bukan tak ada persiapan untuk menghadapi pensiun ini tetapi aku tak begitu suka dengan yang sifatnya formalitas. Rencana-rencana kegiatan saat pensiun sudah tersusun dalam hati, biarlah terkunci rapat di dalam rongga dada. Masalahnya seperti halnya segala sesuatu yang selalu berubah, hal yang sudah direncanakan pun seringkali berubah. Lagi pula, percaya tidak percaya kehidupan di dunia itu penuh dengan kejutan-kejutan. Jadi kupikir tak perlu direncanakan begitu rupa.

Tak ada rencana besar setelah pensiun nanti. Aku menyadari ada banyak hal yang hilang atau berkurang setelah perusahaan menerbitkan SK PHK. Pekerjaan yang hilang dan berkurangnya penghasilan akan menimbulkan reorientasi dalam menjalani kehidupan. Segala sesuatu harus definisikan ulang dalam takaran dan dosis rendah sesuai dengan sumber energi yang mengecil. Tetapi tidak dalam kebahagiaan. Percayalah makin sedikit harta dan kekuasaan hidup akan semakin berbahagia karena tanggung jawab dan kesibukan untuk mengurusinya makin ringan.

Aku terinspirasi dengan orang-orang Jepang yang tinggal di Okinawa -pulau terpencil jauh dari hingar bingar Tokyo, mereka dikenal sebagai penduduk yang paling bahagia di dunia dan rata-rata berumur panjang. Mereka bukan kelompok orang-orang yang hidupnya berkelimpahan atau sukses dalam berkarir. Mereka memiliki ikigai -alasan untuk hidup. Mereka bangun lebih pagi setiap harinya karena selalu melakukan aktivitas bermanfaat, sekalipun dalam skala yang sederhana. Mereka bahagia sepanjang hari karena merasa hidupnya penuh makna.

Bahagia bukan berarti hidup bermanja-manja tetapi senantiasa beraktivitas dan mengalir sepanjang hayat. Tetap beraktivitas tak mengenal kata pensiun, sekalipun perlahan saja. Kelilingi diri dengan banyak teman dan tebarkan senyum. Bergaul dengan alam yang telah setia melayani hidup kita dan selalu bersyukur.

Mereka bahagia dengan tetap menyibukan diri. Sibuk bukan untuk menjadi kaya. Seorang tua okinawa berjualan makanan tradisional sepanjang hari sejak berpupuluh-puluh tahun hanya 18 mangkuk untuk 18 orang pelanggan setia. Ketika ditanya mengapa ia tidak berniat mengembangkan usahanya agar lebih bisar, ia menggeleng. Ia khawatir akan mengubah cita rasa ketika menjadi besar dan mengecewakan pelangga setianya. Ia bekerja dengan panggilan jiwa, bukan mencari uang apalagi popularitas. Popularitas akan menjadi beban bukan kebahagiaan, katanya.

Pagi ini aku duduk di teras rumah. Di kursi kayu aku duduk dalam diam menghadap meja kayu beralas tegel lawas. Segelas kopi pahit dengan dua potong pisang goreng menemani serta. Tak tampak lagi surat-surat yang memerlukan tanda-tanganku, juga tak ada berkas-pekerjaan yang biasanya menumpuk, tak ada surat undangan rapat. Tak ada pekerjaan. Pagi ini aku sudah tak bekerja. Sudah pensiun.

Beberapa hal telah hilang atau paling tidak sudah berkurang. Tetapi ada hal lain yang berlimpah, waktu. Akankah aku bisa menggunakan waktu yang berlimpah itu untuk hal-hal yang berfaedah? Kita lihat nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun