Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Persahabatan yang Mencair

25 November 2019   20:40 Diperbarui: 26 November 2019   05:55 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Robert Kiyosaki dalam bukunya "Rich Dad Poor Dad" yang kesohor itu menggambarkan bahwa orang yang gagal sejahtera itu bukan karena tidak memiliki kekayaan, tetapi hanya tidak memiliki kemampuan mengelola kekayaan menjadi aset yang likuid. Gagal mengelola keuangan. Kerap kita mendengar orang berkelakar bahwa uang bukanlah segalanya, tetapi harus diakui bahwa segalanya tidak bisa dilakukan tanpa memiliki uang. Begitu juga dengan persahabatan.

Bila persahabatan itu merupakan suatu aset -kekayaan, yang dimiliki oleh semua orang yang perlu berkawan -keniscayaan manusia sebagai makhluk homo sapiens. Tetapi tak ada artinya persahabatan itu kalau hanya tenggelam dalam angan-angan tertanam dalam rindu yang tidak mencair.

Keinginan "mencairkan" persahabatan yang lama mengental sampai jadi odol itu dalam kegiatan reuni dua hari itu telah diwujudkan secara tunai.

Secara mengejutkan di luar ekspektasi reuni alumni Fapet-Unpad angkatan tahun 1982 tanggal 23-24 November 2019 itu dihadiri lebih dari separuh anggota yang masih ada.

Beberapa seperti Johanson (Ucok) Sitorus, Wawan (Piit) Hermawan, Susi (Bangbayang) Triyuwini, Susy (Kerudung) Syswanti, Yudi Sunardi, Ahmad Jubaeli dan Lina Tresnaningrum yang menikah inbreeding atau mungkin ada yang lain bahkan baru bertemu lagi -denganku terutama, setelah 33 tahun.

Kegiatan dua hari kemarin itu betul-betul membuat cair suasana hati. Semua melebur menjadi satu dan larut tanpa ada perbedaan. Hari pertama di Indramayu di kediaman Rismawati yang sukses berbisnis catering dan tambak udang. Sore hari dengan satu bus dan beberapa mobil kecil kami berombongan mengunjungi tambak udang layaknya rombongan komisi legislatif yang melakukan kunjungan ke dapil sampai matahari tenggelam. Malamnya kami pesta barbaque menikmati ikan dan udang bakar sambil bergurau melepas rindu penuh gelak tawa.

Kalau tidak dipaksa dihentikan entah mau sampai jam berapa jadinya karena pukul 11 malam pun masih ada yang minta poco-poco. Menjelang tengah malam kami pun beristirahat di Gues House d'nisa, penginapan sederhana di Jalan Tanjungpura.

img-20191126-wa0038-5ddc5c59097f36114f749792.jpg
img-20191126-wa0038-5ddc5c59097f36114f749792.jpg
Hari masih gelap, tetapi gelak tawa sudah terberai-berai memecah kesunyian di loby penginapan itu. Aku yang menginap di lantai 2 penasaran dan memaksa turun ke bawah untuk mencari tahu apa yang terjadi. Rupanya ada kawan yang baru bergabung tengah malam tadi dan setelah salat subuh tadi sudah mengganggu temen lain yang baru bangun karena kelelahan.

"Masak saya dibilangnya sama Ucok, Mas mau perlu dengan saya? Aku ini kan kawanmu Cok!"

"Hahaha, lha aku kaget malam-malam lagi cari angin di depan penginapan tahu-tahu dipanggil-panggil sama orang gak dikenal. Apa gak serem!" Johanson menyeringai.

"Gak kenal...!?"
"Iya... rupanya kamu. Wawan Piit!" timpal Johanson sambil kedua tangannya mencubit dua belah pipi Wawan yang kempot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun