Sayangnya, pendataan kesejahteraan penduduk yang didasarkan pada sensus penduduk -hanya dilakukan beberapa kali dalam beberapa tahun. Berbeda dengan survey penduduk yang dapat dilakukan lebih sering, sistem sensus harus dikaji ulang dari bawah (RT) karena banyak penduduk miskin yang didapati telah mencapai titik kesejahteraan, sehingga bantuan sosial perlu dihentikan.
Permasalahan berikutnya adalah pemerintahan yang berdiam diri di tempat. Sentralisasi pemerintahan berada di ibukota menutup mata para elit politik dari kenyataan bahwa tidak sejahteranya bangsa ini. Pemerintah pusat cenderung bekerja dengan data yang dihimpun dari berbagai daerah, tanpa ada gerakan untuk mengecek kondisi masyarakat secara langsung. Sering kita saksikan di berbagai media, para wakil rakyat kita yang rajin untuk memikirkan diri sendiri, lupa diri dengan janji-janji yang terlanjur dituturkan. Lebih sibuk memperkaya diri (fungsi laten politik) dan dimanjakan dengan banyak tunjangan. Kontras dengan kehidupan masyarakat bawah yang bahkan mencari sesuap nasi perlu bersusah-payah.
Masalah utama birokrasi di negeri ini bertumpu pada mental bangsa, dimana pemerintah dengan beribu-ribu mafia menenggak uang negara, juga masyarakat mayoritas kelas bawah yang terus-menerus meminta, menuntut, tanpa mau bergerak untuk berubah. Seharusnya aspek sosial dan aspek politik saling menopang, bersama-sama membangun kesejahteraan masyarakat, dengan cita-cita dapat membangun lingkungan yang lebih baik lagi.
== GET LOST with JUNO ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H