Mulanya tak kusadari kau datang dalam kehidupanku namun perlahan pesonamu menyadarkanku. Awalanya aku menghiraukan kehadiranmu namun hadirmu sungguh memukau diriku hingga orang-orang disekitarkupun turut merasakannya.
Aku berusaha mengenal tentangmu baik luar dan dalampun juga. Aku tahu asalmu, namamu, dan panggilan manjamu. Segalanya kutahu tentang dirimu. Hadirmu mengajarkanku tentang arti hidup yang sesungguhnya. Kau mengajariku arti kebersamaan, ketaatan, kesabaran, keikhlasan, dan toleransi. Darimu kubelajar bertahan dan tetap bangkit berjuang dalam cobaan dan tekanan hidup yang berat. Hadirmu juga menumbuhkan cinta mendalam akan "Penguasa alam" ini. Namun kedatanganmu membawa sejuta mimpi buruk dan ambisi berkuasa penuh kesombongan yang kau gores di hati dan negeri ini.
Kupikir hadirmu hanya sebentar dan tak akan meninggalkan luka bernanah di jiwa ini. Kau berkelana menyusuri negeriku dan mengenalkan diri dengan ego membara hingga orang-orang negeri ini menjauhimu. Kau begitu nyaman hingga tak terbesit dibenakmu untuk meninggalkanku dan negeriku. Kutak mampu menghentikanmu sebab walau sangat kukenal dirimu namun kita tak sejalan.
Kau terus menyuarakan mimpimu dan tak peduli dengan pedihku yang kian membusuk.
Walau darimu kubelajar arti kebersamaan namun kau sendiri tak paham maknanya. Kau hanya mementingkan "kalanganmu" dan tak ada iba dengan kaumku yang berada di ujung batas kehancuran. Kau pun tak mengenal Dia Sang Pemberi Hidup ini sebab kau menganggap dirimu "tuhan" yang berkuasa.
Aku tak menyesal akan hadirmu sebab kutak bisa menolakmu sejak awal hadirmu. Aku sangat kecewa dengan goresan kelam yang kau tabur dan kau biarkan kalanganku menuainya. Sungguh jahat dan kejam dirimu. Aku tak mau melihatmu lagi bahkan mengingat namamu saja aku tak ingin. Pergilah dan jangan pernah kembali karena sesungguhnya kehadiranmu tak kuharapkan.
Pergilah!
Pegilah menjauh!
Jauhi diriku dan negeriku serta jangan pernah balik kembali!
Aku tak peduli padamu, Virus Corona.