Sejak semula Srikandi sudah menaruh hati pada Arjuna, bahkan jauh sebelum sayembara itu diumumkan. Sayembara itu hanya kedok untuk mendapatkan perhatian lelaki lemah lembut pujaan hatinya itu. Bukan soalan yang sulit untuk mengalahkan Larasati dalam adu panah, Srikandi sengaja membelokkan anak panahnya sedikit ke kanan agar anak panahnya melenceng beberapa depa, luput dari sasaran. Itu hanya kedok. Cintanya pada raja hatinya sudah pasti. Seperti pagi yang melahirkan sang surya di garis ufuk, sepasti itulah cintanya pada Arjuna.
Malam itu Srikandi tidak melewatkan sedetikpun waktu bersama kekasihnya. Jangankan untuk mejamkan mata melepas lelah, untuk mengedipkan mata pun dia enggan. Dia menatap wajah suaminya, mengusapnya pelan dan menciumnya berulang ulang lalu membalut luka suaminya dengan minyak boreh, penuh kehati-hatian. Dia tidak mau suaminya kesakitan.
Srikandi tidak tahu, mengapa malam itu cintanya pada Arjuna menggeliat berlipat kali ganda mengalahkan remuk redam raganya. Seharusnya malam ini dia harus bersemedi, menenangkan diri dan berkonsentrasi untuk mematikan segala rasa sungkan dan pekewuh karena esok dia akan berhadapan dengan Resi Bisma, orang yang paling dihormatinya.
Rupanya roh Dewi Amba sudah meyusup, menyebarkan rasa cinta yang luar biasa. Esok, Dewii Amba, kekasih Bisma, akan bertemu dengan pujaan hatinya melalui tangan Srikandi. Tidak di dunia ini, tetapi di kahyangan. Cinta Amba yang meluap pada Bisma dan kegembiraannya untuk menyongsong kekasihnya merasuki Srikandi. Cinta yang ada di dada Srikandi semakin berkobar, seperti kobaran perang yang akan dihadapinya, esok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H