Mohon tunggu...
Johanes Tarigan
Johanes Tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Pelajar dan Penyuka Politik

Pelajar dan Penyuka Politik ||Pelajar dan Penyuka Politik||

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Indonesia Masa Depan: Kotak Kaca Birokrasi Korup

3 Desember 2019   08:02 Diperbarui: 3 Desember 2019   08:20 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia adalah sebuah negara yang besar. Sedari dulu, setiap pemimpin bangsa selalu berusaha untuk memajukan Indonesia. Akan tetapi, memajukan bangsa bukanlah merupakan suatu hal yang murah. 

Prosesnya mahal, dan mengikutsertakan peran dari manusia itu sendiri, yang dalam hal ini adalah aparat sipil negara. Sama halnya dengan manusia lainnya, aparat negara juga sesekali khilaf. Tanpa berpikir panjang, mereka mengalihfungsikan uang yang sejatinya ditujukan untuk kemakmuran rakyat untuk kemakmurannya dan keluarganya seorang.

Sejarah Indonesia membuktikan bahwa korupsi adalah suatu kegiatan yang melekat pada tiap periode pemerintahan. Sejak 1945, korupsi sudah mengguncang sejumlah partai politik. Salah satunya adalah Mr. Djody Gondokusumo, seorang mantan Menteri Kehakiman yang tersandung perkara gratifikasi dengan Bong Kim Tjhong, yang diduga menerima suap Rp20.000 guna memperoleh kemudahan dalam memperpanjang visa. 

Memasuki masa orde baru, saat Soeharto menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Indonesia tetap dilanda pelbagai kasus korupsi. Sebagai contoh, kasus korupsi Badan Urusan Logistik (Bulog). 

Bulog adalah suatu badan yang menyuplai kebutuhan beras nasional. Presiden Soeharto menganggap penempatan kalangan tentara di puncak pimpinan Bulog adalah suatu hal yang baik guna menjaga keamanan pelaksanaan tugas. Akan tetapi, para pimpinan Bulog ini malah terlibat kasus pengadaan, penjualan, bahkan pendistribusian beras secara gelap. 

Mereka telah merencanakan pengadaan beras dengan biaya Rp69,517 miliar. Tidak hanya itu, aparatur negara yang bekerja dalam PN Telekomunikasi, yang sekarang dikenal sebagai PT Telkom juga melakukan tindak pidana korupsi, dengan memanipulasi harga pembelian rumah. Anggaran yang tidak sesuai dengan harga aktual rumah sejatinya juga telah merugikan negara. Lebih mengecewakan lagi, Soeharto, berdasarkan temuan Transparency International (2004), dinobatkan sebagai presiden terkorup sedunia, dengan total perkiraan korupsi sebesar 15-25 miliar dolar AS.

Maraknya tindak pidana korupsi-lah yang mendorong pembentukan suatu lembaga independen guna memberantas tindak pidana korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dirumuskan dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam masa reformasi, bertujuan untuk menumpas korupsi. Pun demikian, lembaga tersebut hanya mampu mengurangi jumlah pelaku korupsi dan belum mampu memberantas korupsi secara absolut. 

Indonesian Corruption Watch (ICW) memaparkan, bahwa hanya dalam semester 1 2018, sudah terdapat 92 kasus korupsi, dengan rincian sebagai berikut: 39 kasus penyalahgunaan anggaran, dengan kerugian negara Rp86,5 miliar, 26 kasus markup, dengan kerugian negara Rp372 miliar, 24 kasus suap dengan kerugian negara sebesar Rp41,7 miliar, 1 kasus anggaran ganda dengan kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar, 1 kasus markdown, dengan kerugaian negara sebesar Rp1,4 miliar, dan 1 kasus proyek fiktif, dengan kerugian negara sebesar Rp810 juta. 

Pelakunya berasal dari berbagai latar belakang, seperti aparat sipil negara (101 orang), ketua/anggota DPRD (68 orang), kepala daerah (22 orang), pejabat pengadaan (19 orang), dan aparatus desa (11 orang). 

Rincian di atas menunjukkan bahwa kasus korupsi masih marak terjadi bahkan dengan adanya pengawasan dari lembaga anti rasua: KPK. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih tersedianya ruang bagi aparat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Birokrasi negara belum seluruhnya transparan, sehingga pengawasan yang terlaksana masih tergolong minim.

Selain dari permasalahan tindak pidana korupsi yang telah mendarah daging, masalah ketidakprofesionalan aparat juga menjadi kekhawatiaran tersendiri. Ketidakprofesionalan aparat ini juga menjadi faktor pendorong maraknya kasus korupsi dalam birokrasi di Indonesia. Dikemukakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dahulu, banyak oknum peserta yang membayar orang dalam untuk membocorkan dokumen rahasia. 

Nepotisme menjadi masalah krusial dalam hal ini, sebab nepotisme tidak memiliki wujud khusus layaknya kasus korupsi. Hal inilah yang, hingga sekarang, masih menjadi kekhawatiran paling besar dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri). Nantinya, seleksi yang tergolong korup ini dikhawatirkan akan menciptakan aparat-aparat korup, dengan kebijakan serta tindakan yang tidak bersifat populis, melainkan untuk kepentingannya seorang dan golongannya.

Kondisi negara yang masih marak dengan korupsi dan nepotisme menunjukkan bahwa birokrasi Indonesia masih korup. Sebagaimana yang sudah dipaparkan, salah satu kunci dari kedua permasalahan ini adalah ketidakadaannya transparansi dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, termasuk proses seleksi aparatur negara. 

Pemerintah telah mencetuskan berbagai upaya untuk meminimalisir permasalahan ini. Salah satunya adalah upaya digitalisasi seluruh sektor pemerintahan. Hal ini tergolong sebagai langkah awal menuju era informasi yang bebas: Masa depan. 

Upaya digitalisasi ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan transparansi, sehingga masyarakat dapat memonitor dan melakukan fungsi pengawasan dengan mudah. Tingginya pengawasan dari masyarakat akan mempersempit ruang gerak bagi para aparatur korup dalam aksinya untuk memperoleh keuntungan bagi diri atau golongannya. Hal ini sejalan dengan teori kontrol sosial. 

Teori rumusan Albert J. Reiss Jr. menyatakan bahwa kemampuan kelompok sosial dalam melaksanakan peraturan-peraturan yang ada sejatinya didasari oleh ketakutan terhadap masyarakat, sehingga manusia melakukan penyesuaian terhadap aturan yang berlaku. 

Dengan pengawasan yang lebih besar, timbul pula rasa takut yang lebih besar bila sewaktu-waktu tindakan korup mereka terungkap ke publik. Dengan demikian, secara tidak langsung, masing-masing akan dipaksa untuk mengurangi keinginan bertindak korup.

E-budgeting (elektronik budgeting) dinilai sebagai upaya efektif dalam menumpas tindak pidana korupsi. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa mayoritas kasus korupsi berorientasi seputar perumusan anggaran. 

E-Budgeting didefinisikan sebagai suatu pemanfaatan teknologi informasi untuk penyusunan anggaran. Anggaran di sini mengacu pada penyusunan anggaran yang ditujukan untuk program kerja pemerintah (baik instansi pemerintah, seperti kementerian, badan usaha milik negara, maupun instansi-instansi terkait, dalam tingkat kota, daerah, hingga negara). 

E-budgeting memanfaatkan aplikasi program komputer berbasis web yang memfasilitasi penyusunan anggaran belanja daerah. Dengan sistem anggaran yang dapat diakses oleh berbagai pihak di dalam pemerintah, setiap aparat berwenang dapat menentukan arah kebijakan secara lebih jelas. Terlebih lagi, dengan menggunakan sistem e-budgeting, semua dokumen-dokumen keuangan ditampilkan secara online di dalam aplikasi web yang sudah disampaikan sebelumnya.

Penerapan E-budgeting sendiri sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005, yang menyebutkan bahwa keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. 

Hal ini disebabkan bahwa e-budgeting memungkinkan suatu sistem penganggaran yang terbuka untuk publik, oleh sebab itu memenuhi asas transparansi. Kemudian, bersifat efisien dan efektif, sebab menjadi wadah peletakkan dokumen terkait secara terorganisir. Dengan demikian, bila sewaktu-waktu diperlukan, dapat diakses dengan mudah. Pada akhirnya, seluruh rumusan anggaran dapat dipertanggungjawabkan, yang menjadi wujud keadilan, kepatutan, serta bermanfaat bagi masyarakat.

Transparansi menjadi fitur unggulan E-budgeting. E-Musenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan), yang merupakan rumusan e-budgeting milik DKI Jakarta, terintegrasi dengan aplikasi Jakarta Smart City. Dengan demikian, warga dapat memantau kegiatan apa saja yang diusulkan mulai dari RW, kelurahan, kecamatan, kota, hingga provinsi. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menuturakan bahwa "orang jadi tahu kenapa (anggaran) dikurangi, ditambah, dicoret DPRD." 

Dengan demikian, e-budgeting sendiri dapat mengurangi potensi anggaran siluman, proyek fiktif, serta mark-up, sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. E-budgeting sendiri telah berhasil mengamankan anggaran negara secara berulang kali. 

Dalam kapasitasnya sebagai Walikota Bandung, Ridwan Kamil menuturkan bahwa terobosan E-Budgeting di Bandung berhasil menghemat anggaran Rp1 triliun rupiah, karena seluruh anggaran menjadi terlacak, jelas dan dapat dipotong seketika. Selain itu, mekanisme e-budgeting juga mengungkap suatu dugaan penggelembungan anggaran senilai Rp82 miliar untuk pengadaan lem aica aibon untuk instansi pendidikan. 

Temuan tersebut pertama kali ditemukan oleh Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI, William Sarana, melalui aplikasi berbasis web e-budgeting DKI Jakarta. Penemuan ini kemudian mendorong upaya peninjauan kembali, hingga penghapusan anggaran. Dapat dibayangkan, bila anggaran ini disetujui dan kemudian dicairkan, terdapat sejumlah uang yang dengan mudah dapat dikorupsi oleh oknum aparat negara. Sistem ini terbukti berhasil mencegah terjadinya proses korupsi.

Penerapan e-budgeting di Indonesia masih berada pada level 42%. Hal ini disebabkan oleh kondisi belum adanya kesetaraan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian, e-budgeting belum terintegrasi secara penuh. Selain dari pada itu, e-budgeting yang sekarang masih mengandalkan manusia. Entry ulang data masih dilakukan secara manual. 

Alhasil, ada kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam input data atau manipulasi data. E-budgeting sendiri dinilai belum maksimal, karena masih ditemukan pemborosan minimal 30% dari APBN maupun APBD, berkisar pada nilai Rp392,87 triliun. Pun demikian, dalam implementasinya yang masih berada pada level 42%, e-budgeting sudah berhasil menjaga keuangan negara dari tindak pidana korupsi. 

Pemerintah menargetkan bahwa proyek ini akan rampung dalam 2020. Hal ini berseberangan dengan temuan bahwa kemajuan e-budgeting tidak lebih dari 50% dalam 1,5 terakhir. 

Menimbang fakta terkait, efisiensi e-budgeting ini tidak dapat terjadi hanya dalam satu dua tahun. Perlu dilakukan proses secara bertahap guna menyiapkan sumber daya manusia serta infrastruktur terkait. 

Nantinya, di masa depan, seluruh aspek dalam birokrasi Indonesia dapat dipantau publik. Birokrasi yang transparan ini akan mengurangi potensi terjadinya tindak pidana korupsi, sehingga anggaran yang telah dirumuskan dapat digunakan secara optimum guna memajukan bangsa dan tindak pidana korupsi dapat ditekan se-minimum mungkin. Kelak, bangsa kita akan menjadi bangsa yang besar, terbebas dari ancaman dan pelaku tindak pidana korupsi.

Pemerintah juga berupaya menuntaskan ketidakprofesionalan aparat melalui rekrutmen terbuka dan secara online. Hingga sekarang, instansi-instansi pusat (Kementerian ESDM, Perdagangan, Riset, BUMN, Penerbangan Antariksa Nasional, dan Luar Negeri, Badan Koordinasi Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Sekertariat Jenderal BPK), Polri, serta TNI telah mengimplementasikan suatu rekrutmen terbuka untuk siapapun yang layak mengemban tugas tersebut. Sistem ini dinilai lebih menghargai kompetensi dan profesionalisme.

Rekrutmen secara online ini dicetuskan guna mengakhiri suatu tindak pidana yang sukar terlihat: nepotisme. Dengan adanya tes seleksi yang dilakukan secara daring dan terbuka, potensi terjadinya perubahan atau manipulasi data oleh orang dalam. Berkaitan dengan hal tersebut, hasil ujian akan terlihat sesaat setelah pemohon mengakhiri ujian. 

Sistem baru ini juga menciptakan suasana ujian yang lebih transparan, sebab, layar monitor pemohon yang sedang ujian akan secara langsung terkoneksi ke server. Sehingga, gerak-geriknya akan terlihat secara jelas. Soal ujian juga diacak. Dengan demikian, individu yang lulus seleksi murni lulus karena kemampuannya sendiri. Kemenpan-rb juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara, guna menjaga keamanan dokumen rahasia dari kebocoran oleh orang luar maupun dalam.

Rekrutmen secara online ini terbukti menghambat segala bentuk nepotisme, karena nilai ujian dapat secara langsung diketahui, tanpa jangka waktu yang memungkinkan terjadinya manipulasi data. Salah satu temuan yang mengejutkan adalah tidak diterimanya putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu, dalam seleksi Pemeriksa Pertama Pemerintah Kota Surakarta. Beliau gagal dalam tes wawasan kebangsaan, di mana anak-kedua Presiden RI ini hanya memperoleh nilai 50, sedangkan nilai minimum untuk dapat diterima adalah 70.

Sudah adanya sistem rekrutmen secara online yang memberikan apresiasi terhadap profesionalisme dan kompetensi di masa sekarang membuka peluang kemajuan bagi Indonesia di masa yang akan mendatang. 

Dalam instansi pemerintah sekarang, masih ada angkatan-angkatan aparat yang merupakan produk masa-masa sebelum kompetensi dan profesionalisme adalah satu-satunya aspek yang diperhatikan dalam seleksi. Maraknya kasus percaloan serta 'jalur belakang' tidak menutup kemungkinan bahwa birokrasi yang sekarang masih didominasi oleh orang-orang sejenis. 

Di masa mendatang, saat seluruh jabatan fungsional instansi (baik pemerintah maupun TNI/POLRI) sudah diduduki oleh aparat hasil seleksi secara fair, mereka pun akan bertindak lebih profesional dan pasti lebih kompeten dibanding mereka yang masuk secara jalur yang tidak sah. 

Keprofesionalan yang ada secara merata ini akan kemudian dapat dipergunakan untuk memajukan bangsa Indonesia dalam bidangnya masing-masing. Dengan demikian, visi-misi pemerintah untuk memajukan Indonesia akan tercapai.

Kedua komponen yang dibahas menunjukkan dampak positif iptek dalam kemampuan bangsa. Bila diimplementasikan dengan tujuan yang positif, iptek mampu menjadi solusi modern terhadap permasalahan yang tampak sulit untuk diselesaikan di masa sekarang. Melalui digitalisasi, seluruh sektor pemerintah dapat menjadi lebih transparan dan dapat diakses oleh publik. Akses oleh publik atau masyarakat ini akan menimbulkan suatu kontrol sosial yang bersifat menyeluruh, menutup segala ruang gerak serta kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh aparatur negara. 

Penggunaan iptek sebagai upaya membenahi birokrasi yang sudah korup, serta menciptakan angkatan kerja baru yang dihasilkan atas profesionalisme dan kompetensi yang memadai akan menciptakan pekerja pemerintah yang unggul serta mampu menyelesaikan segala tanggung jawab dengan baik dan mencapai ekspektasi yang telah ditentukan. Hingga pada akhirnya, tindakan korup yang telah mendarah daging dalam instansi-instansi negara dapat diletakkan dalam suatu kotak kaca, untuk dibenahi secara bersama.

Sumber:

  1. Adminfakta. (2019, April 8). Pesisir Barat Sosialisasi e-Planning dan e-Budgeting. Retrieved from https://faktapers.id/2019/04/08/pesisir-barat-sosialisasi-e-planning-dan-e-budgeting/?page28332434234=1657.
  2. Asril, S. (2016, March 2). Cegah Korupsi APBD, KPK Dorong Penerapan E-Budgeting. Retrieved from https://nasional.kompas.com/read/2016/03/02/08305101/Cegah.Korupsi.APBD.KPK.Dorong.Penerapan.E-Budgeting.
  3. Azkadina, A. R., Sandi, & Sandi. (2018, January 2). Apa yang dimaksud dengan Teori Kontrol Sosial? Retrieved from https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-kontrol-sosial/12378/2.
  4. BeritaSatu.com. (n.d.). Cegah Korupsi Anggaran, Terapkan E-Budgeting Secara Konsisten. Retrieved from https://www.beritasatu.com/nasional/509762/cegah-korupsi-anggaran-terapkan-ebudgeting-secara-konsisten.
  5. Developer, M. (2017, December 6). E-budgeting Cegah Korupsi Anggaran. Retrieved from https://mediaindonesia.com/read/detail/135278-e-budgeting-cegah-korupsi-anggaran.
  6. Gatra, S. (2019, October 31). Disdik DKI: Tidak Ada Sekolah yang Ajukan Pembelian Lem Aibon Halaman all. Retrieved from https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/31/09141501/disdik-dki-tidak-ada-sekolah-yang-ajukan-pembelian-lem-aibon?page=all.
  7. Hendaru.t. (n.d.). Empat Kasus Korupsi Besar pada Awal Orde Baru. Retrieved from https://historia.id/politik/articles/empat-kasus-korupsi-besar-pada-awal-orde-baru-P4ebm.
  8. Jakarta, koran. (n.d.). Koran Jakarta. Retrieved from http://www.koran-jakarta.com/semua-daerah-harus-menerapkan--e-budgeting-/.
  9. Nabila, I. (2019, October 31). Soal Penghapusan Jabatan Eselon III dan IV, Tjahjo Kumolo: Agar Tak Ada yang Jual Beli Jabatan. Retrieved from https://www.tribunnews.com/nasional/2019/10/31/soal-penghapusan-jabatan-eselon-iii-dan-iv-tjahjo-kumolo-agar-tak-ada-yang-jual-beli-jabatan.
  10. Rahadian, L. (2017, September 18). KPK: E-Budgeting Bikin Daerah Sulit Main Anggaran. Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170918140758-20-242455/kpk-e-budgeting-bikin-daerah-sulit-main-anggaran.
  11. Rekrutmen Lowongan Kerja Online Tahun 2019. (n.d.). Retrieved from https://www.lowongankerja15.com/.
  12. Rini, C. L. (2014, July 3). Soeharto, Diktator Terkorup Sedunia Abad ke-20. Retrieved from https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/07/04/n85dwn-soeharto-diktator-terkorup-sedunia-abad-ke20.
  13. Sarassani. (2019, July 3). Integrasi E-Planning dan E-Budgeting di APBD 2020; Tak Ada Lagi Input Data Anggaran Secara Manual. Retrieved from https://kaltim.tribunnews.com/2019/07/03/integrasi-e-planning-dan-e-budgeting-di-apbd-2020tak-ada-lagi-input-data-anggaran-secara-manual.
  14. Sistem. (n.d.). Retrieved from https://www.merdeka.com/jakarta/sistem-e-budgeting-ahok-ampuh-memberantas-dana-siluman.html.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun