Mohon tunggu...
Johanes Oxavasco
Johanes Oxavasco Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Regulasi Publisher Right sebagai Kunci Hak Cipta Jurnalistik

16 Oktober 2022   17:15 Diperbarui: 16 Oktober 2022   17:26 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Wartatoday.com

Sekarang, di tahun 2022 orang -- orang sudah bebas mengakses internet dan berbagai media sosial lainnya. Masyarakat bebas berekspresi dan melakukan banyak hal di media online, baik itu mengupload gambar, video, maupun tulisan diblog atau web. 

Tetapi pernah tidak terlintas di benak kita bahwa semakin banyak orang atau masyarakat yang mengakses dan menggunakan media online untuk berekspresi, disitu juga kita berpikir karya seorang jurnalis yang sudah meliput keberbagai tempat untuk mendapatkan berita liputan dapat dengan mudah diambil dan ditiru setidaknya seperti itu gambarannya.

Kasus seperti itu mungkin saja terjadi akhir -- akhir ini. Menurut Tempo.co, seorang jurnalis/wartawan media tidak memiliki hak karya cipta, melainkan hak moral. 

Hak yang didapatkan di sini berupa pencantuman nama jurnalis pada karyanya. Akan tetapi, masih banyak media yang menghilangkan hak moral itu dengan cara menghapus nama jurnalis pada karyanya. Hak cipta sebuah karya jurnalistik menjadi milik pers, bukan pribadi. 

Hak cipta dapat di klaim contohnya seperti karya lukis, gambar, atau membuat puisi hal seperti ini bisa di patenkan, jika karya tulisan jurnalis prosesnya tidak memiliki keaslian ada banyak pihak yang terlibat apa lagi jika yang memiliki sebuah perusahan media. Oleh karena itu yang bisa dijamin media untuk seorang jurnalis adalah hak moral dari seorang jurnalis.

Tidak adanya hak cipta yang ada pada karya jurnalis, otomatis khalayak akan mengartikan jika karya seorang jurnalis cetak sebagai milik bersama yang mana akan berakibat terjadinya fenomena pelaku yang tidak bertanggung jawab pengguna media digital akan memanfaatkan keuntungan tersebut untuk meraup keuntungan dan mengklaim jika konten yang dibuat asli milik mereka. 

Berbicara tentang penjiplakan terhadap konten media hal ini termasuk kedalam kode etik jurnalis yaitu tindakan plagiarisme. 

Plagiarisme adalah sebuah tindakan mencuri, menjiplak, atau mengambil karya, ide secara sadar dan kemudian diklaim sebagai milik si penjiplak. Maka dari itu karena maraknya kasus plagiarisme yang terjadi dan tidak adanya keuntungan terhadap tulisan dari seorang jurnalis, maka dikatakan akan dibuat regulasi baru yaitu Publisher Rights.

Sumber: Wartatoday.com
Sumber: Wartatoday.com

Apa itu Publisher Rights

Regulasi yang mengatur hak media untuk mendapat nilai dan keuntungan ekonomi atas konten yang disebarkan ke platform luar. Platform yang memiliki kewajiban bernegosiasi dengan publisher atas konten-konten milik publisher yang mereka sebarkan. Keberadaan platform-platform eksternal sangat berpengaruh bagi eksistensi media massa.

Pihak eksternal yang dimaksud disebutkan seperti mesin pencari, media sosial, pihak -- pihak yang mengambil konten berita atau media tanpa ada bagi hasil.

Ekosistem industri pers harus ditata agar terciptanya iklim kompetisi yang lebih seimbang di antara media-media arus utama dengan platform digital asing. Kepala Negara juga menekankan pers harus mampu memperbaiki kelemahan sambil melanjutkan agenda-agenda besar bangsa, sehingga tetap mampu berselancar di tengah perubahan dan era transformasi digital. 

Transformasi digital dalam ekosistem industri pers diperlukan untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang berkualitas, lebih cepat dan tetap akurat.

Sumber: We Are Social
Sumber: We Are Social

Ketersedian konten di media digital khususnya media sosial seperti facebook, google, Instagram, twitter dan lainnya, Berdasarkan laporan We Are Social, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 191 juta orang pada Januari 2022. Jumlah itu telah meningkat 12,35% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 170 juta orang. 

Melihat trennya, jumlah pengguna media sosial di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, dari data tersebut dapat dikatakan kebutuhan konten dari masyarakat Indonesia sendiri tergolong tinggi dari tahun -- tahun sebelumnya yang mengakibatkan lonjakan besar pada platform -- platform besar meraup keuntungan hanya dengan klik saja. 

Hal ini membuat platform digital global menjadi satu entitas bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Maka dari itu Transformasi digital di negara kita Indonesia dalam ekosistem industri pers diperlukan untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang berkualitas, lebih cepat dan tetap akurat. 

Dalam dua tahun terakhir ini, dunia jurnalistik dan pers dinilai mengalami tekanan berat akibat disrupsi digital. Selain karena dampak pandemi yang juga menjadi pemicu, tekanan yang diberikan oleh pihak media asing yang berakibat menggerus potensi ekonomi dan pengaruh media arus utama negara kita. 

Akibat persaingan media, berbagai persoalan pun muncul, seperti sumber-sumber informasi alternatif selain dari media yang berpotensi menimbulkan kebingungan atau disinformasi kepada masyarakat.

Kenapa Hak Cipta di Perlukan?

Seperti yang kita tahu, jika pada 2022 ini kebutuhan manusia terhadap konten media sangat tinggi dan ini membuat banyak sekali penyalahan kode etik yang terjadi khususnya dari media asing yang tidak memikirkan jerih payah jurnalis dalam peliputan konten berita lebih tepatnya. 

Kebanyakan media asing mengambil begitu saja konten yang sudah ada dan tidak adanya pembagian terhadap keuntungan karena perusahan besar bergerak didalamnya. Dominasi platform di internet ini pun sebagai saluran pembagi berita juga membuat banyak media konvensional akhirnya berguguran serta memunculkan media alternatif yang belum tentu terpercaya banyak timbul.

Adanya Hak Cipta Jurnalistik dimaksudkan untuk keberlangsungan media Indonesia yang sehat di tengah gempuran ruang digital asing yang masuk. Negara di luar pun dikatakan menggunakan Publisher Rights sebagai acuan seorang pemilik konten dan platform digital untuk sama -- sama mendapatkan tujuan masing -- masing, jika hal ini tidak diterapkan akan banyak persoalan yang terjadi kedepannya dari kemajuan jurnalisme seperti terabaikannya hak cipta jurnalistik, tertutupnya sistem algoritma media digital, monopoli data pengguna yang sudah terjadi beberapa kali, terjadi kecurangan saat distribusi konten, dan sebagainya.

Industri pers dan dunia jurnalistik yang sudah kita bangun selama ini harus dilindungi. Setiap karya yang sudah susah payah dibuat masuk ke platform media asing sepeserpun dapat dikatakan kita tidak mendapatkannya, apresiasi terhadap kontribusi setiap pihak baik bagi wartawan, editor, dan pihak lain yang terlibat  sama sekali tidak mendapatkan rasa simpati dan hanya memikirkan keuntungan pribadi dari konten jurnalisnya.

Menimbang beberapa pengaturan publishers' rights di Indonesia, beberapa alternatif yang dapat ditempuh adalah:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pada pasal 1 ayat 1 mengatakan 

"Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,"

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Pada pasal 1 ayat 1 mengatakan 

"Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic maill, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya,"

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada pasal 1 ayat 1 menyatakan 

"Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang  melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia,"

Masih banyak pertimbangan Undang -- undang yang menjadi wadah terciptanya regulasi Publisher Right ini nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun