Pak Maxi Aryon Adu merupakan kepala sub seksi yang menangani bimbingan kemasyarakatan dan perawatan Lapas. Ketika pertanyaan menyasar soal kebutuhan utama Lapas. Jawabannya adalah kebutuhan akan konselor. "Kami membutuhkan tenaga konselor untuk membantu warga binaan pada awal memasuki kehidupan mereka di lembaga ini"
Ketercukupan tenaga konselor akan sangat membantu penanganan warga binaan di Lapas. Ia menuturkan bahwa tidak mudah memberikan penanganan maksimal terhadap 400 lebih warga binaan. "Kapasitas Lapas masih cukup, hanya kami membutuhkan bantuan tenaga konselor" terangnya.
Sambil menjelaskan terkait berbagai program pembinaan di Lapas, beliau mengajak kami mengelilingi kompleks Lapas. Satu hal mencolok yang langsung ditangkap yaitu tentang struktur bangunan Lapas. Suasana lembaga pemasyarakatan yang kaku dan ketat berangsur-angsur hilang saat memasuki kawasan dalam Lapas.
Saat memasuki kawasan utama Lapas, kami disuguhi 2 bangunan keagamaan bagi warga binaan yaitu Masjid dan Gereja Protestan. Dua bangunan ini dibelah oleh jalan utama yang akan berakhir di sebuah taman doa sekaligus kapela bagi warga binaan yang beragama Katolik.
Ada sebuah bengkel kerja yang bersebelahan langsung dengan taman doa dan dibatasi oleh tembok.
Blok hunian warga binaan berada di tengah ketiga bangunan utama ini. Mata pengunjung akan ikut disegarkan dengan taman yang hijau dan bunga dari berbagai jenis tanaman.
Ibu Merita Naisanu, Koordinator Prodi PPA terlihat bersemangat, beliau kemudian meminta ijin pak Maxi untuk memperoleh beberapa anakan bunga. "Saat kegiatan nanti saya akan meminta bantuan beberapa warga binaan untuk mengambil anakan untuk ibu" jawab pak Maxi.
Konsep kerja tangan dalam kecakapan hidup dan pendalaman spiritual dipertegas dengan konsep bangunan ruang seakan-akan menghilangkan seluruh kesan negatif arti Lapas yang telah diterima masyarakat luas.
Lapas sebagai lembaga humanis yang membantu masyarakat untuk keluar dari kecendrungan negatifnya memberi kesan tersendiri pada kami dalam kunjungan singkat hari itu.