Mohon tunggu...
Johan Ahmad S
Johan Ahmad S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

ketertarikan besar pada dunia sastra, hukum, dan politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diplomasi sebagai Senjata Indonesia di Tengah Eskalasi Konflik Korea

29 Agustus 2024   00:00 Diperbarui: 29 Agustus 2024   00:01 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semenanjung Korea, sebutan untuk daratan menjorok di Asia Timur yang menjadi milik dua negara berdaulat berseberangan indiologi yakni Republik Rakyat Demokratik Korea dan Republik Korea akhir-akhir ini kembali memanas yang disebabkan oleh tindakan Republik Rakyat Demokratik Korea atau yang sering disebut Korea Utara meneken perjanjian kemitraan strategis dengan Rusia pada 19 Juni 2024. Perjanjian tersebut terfokus pada hubungan timbal balik antar kedua negara dengan salah satu poin nya mengharuskan salah satu negara mitra memberikan bantuan, baik dalam bentuk militer maupun dalam bentuk lain sebagai dukungan dengan segera apabila negara mitra lain sedang terlibat dalam konflik ataupun sedang diserang. Putin selaku Presiden Rusia beranggapan perjanjian tersebut merupakan upaya wajar kedua negara untuk meningkatkan kekuatan keamanan dan melindungi kedaulatan, mengingat Amerika Serikat yang menjadi kubu lain akhir-akhir ini semakin intens mengkonfrontasi dengan memperluas infrastruktur militer di negara-negara subwilayahnya termasuk dalam hal ini perjanjian kerjasama militer latihan bersama yang melibatkan negara Republik Korea dan Jepang.[1]

Masih di tahun yang sama pada bulan Januari, Semenanjung Korea kembali memanas yang disebabkan oleh Korea Utara melakukan uji coba lanjutan sistem senjata Nuklir bawah air dan digadang-gadang sebagai senjata mutakhir.[2] Pengujian senjata oleh Korea Utara juga telah dilakukan pada bulan Maret dengan jenis rudal Hipersonik jarak menengah hingga jauh dengan bahan bakar solid jenis baru yang mampu membawa hulu ledak nuklir, rudal tersebut diluncurkan di sekitaran Ibu Kota Korea Utara Pyongyang ke arah Laut Timur Korea Utara, posisi dimana armada militer Amerika, Jepang, dan Korea sedang mengadakan latihan militer gabungan.[3] Bulan April Korea Utara juga menguji coba rudal Hipersonik jarak dekat hingga jarak jauh dengan bahan bakar solid jenis terbaru ke arah laut timur Korea,[4] uji coba tersebut masih dalam satu rangkaian dengan uji coba rudal Hipersonik pada bulan Maret sebelumnya dan pada bulan Juni Korea Utara lagi-lagi melakukan uji coba rudal Hipersonik yang masih dalam satu rangkaian dengan uji coba bulan-bulan sebelumnya dan di posisi peluncuran juga target luncuran yang sama. Uji coba ini dilakukan seminggu setelah Korea Utara meneken perjanjian kemitraan strategis dengan Rusia.[5]

Korea Utara melakukan serangkaian uji coba rudal nuklir sebagai respon atas tindakan-tindakan konfrotatif Amerika Serikat di subwilayahnya terutama Korea Selatan dan Jepang, dibarengi dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur militer terutama dengan mengadakan trilateral latihan gabungan militer Amerika Serikat, Jepang, dan Korea pada awal tahun 2024 di kawasan perairan pulau Jeju Korea Selatan. Latihan militer gabungan tiga negara tersebut melibatkan kapal induk Amerika Serikat USS Carl Vinson dan kapal-kapal penghancur milik Korea Selatan dan Jepang. Hal ini dianggap sebuah ancaman serius oleh Korea Utara mengingat ketiga pihak tersebut merupakan musuh utama Korea Utara.[6]

Eskalasi tensi konflik Semenanjung Korea di tahap serius. Peningkatan secara masif kekuatan militer Korea Utara melalui senjata nuklirnya dan pihak lawan yakni Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jepang dengan hubungan trilateral kekuatan militer mengancam keamanan kawasan terutama warga negara lain yang sedang berada di Semenanjung Korea.

Meskipun Indonesia berada di Asia Tenggara yang berbeda kawasan dengan Semenanjung Korea yang berada di Asia Timur. Namun, dampak senjata dan juga aspek-aspek penting lain akan terdampak langsung dengan mengkeruhnya konflik Semenanjung Korea. Perlu diingat banyak warga negara Indonesia yang tinggal di Republik Korea atau Korea Selatan. Data per-tahun 2019 sebanyak 1.500 (seribu lima ratus) mahasiswa yang menempuh studi dan sebanyak 42.043 (empat puluh dua ribu empat puluh tiga) yang berstatus sebagai tenaga kerja Indonesia.[7] Peran pemerintah Indonesia sangat diperlukan untuk melindungi warga negara Indonesia dari dampak konflik Semenanjung Korea yang salah satunya dengan mengerahkan kecakapan Indonesia dalam berdiplomasi untuk mendorong terjadinya de-eskalasi konflik.

 

Diplomasi Indonesia ke Negara-Negara di Semenanjung Korea           

Dalam konteks konflik antar negara tanpa adanya kontak senjata dan hanya bersifat saling mengancam seperti yang sedang terjadi pada konflik Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara dengan Republik Korea atau Korea Selatan, Indonesia mampu mengupayakan diplomasi kemanusiaan dengan tujuan de-eskalasi konflik.

Salah satunya dengan menggunakan cara Shuttle Diplomacy, yakni dengan menepatkan Indonesia menjadi mediator dan penghubung Korea Utara dan Korea Selatan. Dialog yang inklusif dan solutif dilakukan melalui pertemuan bilateral sembari mendorong ke masing-masing negara oleh Menteri Luar Negeri Indonesia untuk terjadinya de-eskalasi konflik atau bahkan perdamain. Hal tersebut pernah Indonesia lakukan pada konflik Thailand - Kamboja.

Dalam konflik perbatasan antara negara Thailand dengan negara Kamboja pada tahun 2011, Indonesia melakukan Shuttle Diplomacy kepada kedua negara berkonflik tersebut. Meneteri Luar Negeri Indonesia kala itu Marty Natalegawa menemui Menteri Luar Negeri Thailand di Bangkok dan Menteri Luar Negeri Kamboja di Phnom Penh untuk dilakukannya diskusi dan tukar informasi. Pada momen selanjutnya Menteri Luar Negeri Indonesia bersama-sama dengan kedua Menteri Luar Negeri yang berkonflik bertemu untuk memberikan masukan terhadap konflik.[8] Langkah doplomasi Indonesia dinilai berhasil dengan kembali stabilnya kedua negara.

Kedekatan hubungan bilateral dapat Indonesia manfaatkan sebagai alat berdiplomasi mengenai jaminan keamanan bagi warga negara Indonesia yang tinggal di negara Semenanjung Korea. Jaminan keamanan ini juga termasuk dalam jaminan keamanan saat upaya evakuasi WNI dan rute-rute evakuasi atau dengan kata lain meminta rute yang aman beserta perlindungan terhadap rute evakuasi (safe passage) apabila konflik Semenanjung Korea pada tingkat yeng membahayakan bagi warga negara Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun