Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kebenaran mengenai Protein Spike Covid

5 September 2021   20:36 Diperbarui: 5 September 2021   20:56 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: What Doctors Don't Tell You, September 2021, hlm. 28.

Apa yang umum terdapat pada penderita lama Covid dan pengguna vaksin Covid adalah protein spike (paku). Celeste McGovern menyelidiki efek jangka panjang, ditambah terapi untuk membalikkan kerusakan dari keduanya.

Bagi Madeline Johnson, mendapatkan suntikan baru untuk Covid adalah hal yang jelas harus dilakukan untuk menjaga dia dan keluarganya agar aman dari virus pandemi. Setelah suntikan mRNA Pfizer dosis kedua pada akhir Februari, Maddy sakit selama beberapa hari dengan demam tinggi. 

Dia telah diberitahu bahwa itu akan terjadi, tetapi kemudian hal-hal yang tidak lazim mulai terjadi. Mula-mula terasa sakit ringan di pergelangan tangan lalu mati rasa di tangannya. Tetapi sebulan kemudian, rasa sakit dan kelemahan di pergelangan tangannya sangat parah.

Pada bulan April, setelah mati rasa di tangan dan pergelangan tangannya menjalar ke bahunya, seorang ahli saraf menyadari bahwa refleks di kaki kanannya tidak aktif, dan dia dirujuk untuk pemindaian otak.

Keesokan harinya, Maddy terbangun dengan mati rasa di kaki kanannya, dan dalam beberapa jam menjalar ke jari kaki, pergelangan kaki dan lututnya.

Pada bulan Mei, mahasiswi itu mengalami gelombang gejala yang menakutkan, mulai dari nyeri dada yang parah, kehilangan keterampilan motorik halus, demam, nyeri otot dan sendi yang menusuk, gemetar seluruh tubuh dan tak terkendali hingga "merasa serpihan kaca" di jarinya ketika dia menyentuh sesuatu. Ini berkembang menjadi kesulitan menelan, berjalan dan bernapas.

Setelah 2 kali pemeriksaan saraf, pemindaian CAT, 8 MRl, keran tulang belakang, 46 tes darah yang berbeda dan lebih banyak lagi, para dokter mengesampingkan stroke, multipel sklerosis, tumor otak dan beberapa penyakit autoimun, tetapi mereka masih tidak punya jawaban, dan Maddy masih menderita.

Media mainstream tidak melaporkan cerita seperti Maddy, tapi dia tidak sendirian. Pada akhir Juli dia adalah salah satu dari lebih 36.000 orang yang dirawat di rumah sakit setelah dosis vaksin Covid eksperimental dicatat oleh Sistem Pelaporan Kejadian Efek Samping Vaksin (Vaccine Adverse Event Reporting System/VAERS) pemerintah AS.

Ada lebih dari setengah juta (518.770) kejadian efek samping terkait suntikan Covid yang tercatat di VAERS pada 30 Juli 2021, termasuk lebih dari 23.000 kejadian yang mengancam jiwa atau melumpuhkan secara permanen dan 11.940 kematian. Laporan VAERS tidak konklusif dan tidak dengan sendirinya membangun hubungan sebab akibat antara gejala-gejala aneh setelah injeksi eksperimental.

Namun, sebagian besar efek samping tidak dilaporkan. Menurut kajian Harvard Pilgrim 2009, VAERS hanya mencatat 1 persen dari gejala yang dilaporkan ke dokter dan rumah sakit yang mungkin terkait dengan vaksin.

Penyedia layanan kesehatan harus melaporkan gejala ini ke VAERS, tetapi tidak demikian, karena hanya sebagian kecil dari kejadian aktual yang pernah didokumentasikan.

Sementara media mainstream menggemakan pesan kesehatan masyarakat bahwa vaksin "aman dan efektif" dan menolak untuk melaporkan cerita seperti Maddy, hanya dalam beberapa bulan, sistem pemerintah seperti VAERS telah mencatat lebih banyak kematian terkait dengan suntikan Covid daripada gabungan semua vaksin lain (sejak penghitungan dimulai lebih dari 30 tahun yang lalu) dan hampir sama banyaknya dengan kejadian yang melumpuhkan dan mengancam jiwa.

314 dalam Sejuta
Badan-badan publik telah mengakui bahwa beberapa kondisi mematikan terkait vaksin Covid, termasuk pembekuan darah, reaksi alergi parah, miokarditis (inflamasi jantung yang mungkin mendahului gagal jantung), terutama pada pria muda, dan yang terbaru, sindrom Guillain-Barre (GBS), kondisi neurologis yang melumpuhkan.

Pakar vaksin seperti Paul Offit, yang duduk di komite penasihat vaksin Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), mengatakan kepada publik bahwa efek samping yang serius akan mencapai "1 atau 2 dalam satu juta" pada bulan Desember, tetapi besaran beberapa efek samping yang dianggap langka ini sudah melebihi prediksi Offit.

Sebagai contoh, sebuah kajian yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association pada bulan Maret menemukan bahwa reaksi parah yang konsisten dengan anafilaksis terjadi pada tingkat 2,47 kasus per 10.000 vaksinasi, atau 247 kasus per sejuta suntikan Covid.

Pada 13 Juli, FDA mengeluarkan pemberitahuan yang menyatakan bahwa 100 (95 di antaranya "serius") kasus GBS tercatat untuk sekitar 12,5 juta dosis vaksin Covid Johnson & Johnson, yang setara dengan sekitar 8 per sejuta.

Pada 29 Juli, Institut Nasional untuk Keunggulan Kesehatan dan Perawatan (National Institute for Health and Care Excellence/Nice) Inggris mengeluarkan pedoman bagi dokter untuk menangani trombositopenia dan trombosis yang diinduksi vaksin (vaccine-induced thrombocytopenia and thrombosis/VITT),- gangguan pembekuan darah mematikan yang memerlukan diagnosis cepat dan perawatan segera yang mereka katakan terjadi di tingkat 14,2 per sejuta dosis vaksin.

Pada bulan Juli, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan tingkat sekitar 40,6 kasus miokarditis per sejuta dosis kedua pada pria dan 4,2 kasus per sejuta pada wanita, hanya di antara orang muda berusia 12 hingga 29 tahun yang menerima vaksin Covid-l 9 mRNA per 11 Juni. 

Tidak disebutkan tentang 2.689 catatan VAERS yang mengacu pada kondisi miokarditis inflamasi dan perikarditis jantung. WHO berpendapat bahwa manfaat vaksinasi masih lebih besar daripada risikonya.

Hanya 4 kondisi "langka" yang berpotensi mematikan ini terjadi pada tingkat gabungan 314 per sejuta. Bayangkan jika orangtua memutuskan apakah akan memberikan suntikan kepada anak-anak mereka untuk penyakit yang memiliki peluang 0,002 persen untuk meninggal, bahkan jika mereka terinfeksi, diberitahu bahwa tingkat yang diketahui dari kondisi yang melumpuhkan atau berpotensi fatal dari vaksin pada bulan-bulan pertama peluncurannya adalah "hanya 314 dalam 1 juta" daripada "hanya 1 atau 2 dalam 1 juta"? Risiko yang 15 kali lebih tinggi dari kematian akibat Covid? Dan risiko jangka panjang tidak diketahui. Apakah mereka akan melihat sesuatu secara berbeda?

Tidak Ada Diagnosis
Pada kenyataannya, kebanyakan orang yang mengalami gejala yang bertahan lama setelah suntikan Covid tidak masuk dalam diagnosis penyakit.

Sebaliknya, ada ribuan laporan gejala amorf mulai dari pembengkakan kelenjar getah bening kronis, ansietas, ruam kulit, migrain, kesemutan dan sensasi terbakar, kejang, dan nyeri sendi dan otot hingga menstruasi tidak teratur, kabut otak (brain fog), telinga berdenging, nyeri usus, diare, kehilangan rasa atau bau, penglihatan kabur dan insomnia.

Kepustakaan
1. The Truth about the Covid Spike Protein, What Doctors Don't Tell You, September 2021, hlm. 28-31.
2. Diary Johan Japardi.
3. Berbagai sumber daring.

Jonggol, 5 September 2021

Johan Japardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun