Asosiasi Psikiatrik Amerika (American Psychiatric Association) mendefinisikan depresi (gangguan depresi mayor) sebagai penyakit medis yang umum dan serius yang secara negatif mempengaruhi perasaan Anda, cara Anda berpikir dan bagaimana Anda bertindak. Untungnya, depresi bisa diobati.
Depresi menyebabkan perasaan sedih dan/atau kehilangan minat pada aktivitas yang pernah Anda nikmati. Ini bisa menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik dan bisa menurunkan kemampuan Anda untuk berfungsi di tempat kerja maupun di rumah.
Gejala-gejala DepresiÂ
Gejala-gejala depresi bisa bervariasi dari yang ringan hingga berat dan bisa meliputi:
- Merasa sedih atau memiliki suasana hati yang tertekan.
- Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang pernah dinikmati.
- Perubahan nafsu makan, penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak terkait dengan diet.
- Sulit tidur atau terlalu banyak tidur.
- Kehilangan energi atau peningkatan kelelahan.
- Peningkatan aktivitas fisik tanpa tujuan (misalnya, ketidakmampuan untuk duduk diam, mondar-mandir, meremas-remas tangan) atau gerakan atau bicara yang melambat (tindakan ini harus cukup parah untuk bisa teramati oleh orang lain).
- Merasa tidak berharga atau bersalah.
- Kesulitan berpikir, berkonsentrasi atau membuat keputusan.
- Pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Gejala-gejala harus berlangsung setidaknya 2 minggu dan harus mewakili perubahan tingkat fungsi Anda sebelumnya untuk didiagnosis sebagai depresi.
Depresi Berbeda dari Kesedihan atau Dukacita/Kehilangan
Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan atau berakhirnya suatu hubungan adalah pengalaman yang sulit bagi seseorang untuk ditanggung. Wajar jika perasaan sedih atau dukacita muncul sebagai respons terhadap situasi seperti itu.
Mereka yang mengalami kehilangan sering kali menggambarkan diri mereka sebagai "depresi."
Tetapi menjadi sedih tidak sama dengan mengalami depresi. Proses berdukacita adalah alami dan unik untuk setiap individu dan memiliki beberapa ciri depresi yang sama. Baik kesedihan maupun depresi mungkin melibatkan kesedihan yang intens dan penarikan diri dari aktivitas biasa.
Ada beberapa perbedaan penting:
1. Dalam kesedihan, perasaan menyakitkan datang dalam gelombang-gelombang, sering bercampur dengan kenangan positif dari almarhum. Pada depresi berat, suasana hati dan/atau minat (kesenangan) menurun selama hampir 2 minggu.
2. Dalam kesedihan, harga diri biasanya dipertahankan. Dalam depresi berat, perasaan tidak berharga dan membenci diri sendiri sering terjadi.
3. Dalam kesedihan, pikiran tentang kematian mungkin muncul ketika memikirkan atau berfantasi tentang "bergabung" dengan orang yang dicintai yang telah meninggal. Dalam depresi berat, pikiran terfokus untuk mengakhiri hidup karena merasa tidak berharga atau tidak layak hidup atau tidak mampu mengatasi rasa sakit akibat depresi.
Faktor Risiko Depresi
Depresi bisa mempengaruhi siapa saja, bahkan orang yang tampaknya hidup dalam keadaan yang relatif ideal.
Beberapa faktor bisa berperan dalam depresi:
1. Biokimia: Perbedaan bahan kimia tertentu dalam otak bisa menyebabkan gejala depresi.
2. Genetika: Depresi bisa diturunkan dalam keluarga. Misalnya, jika salah satu kembar identik mengalami depresi, yang lain memiliki kemungkinan 70 persen untuk mengidap penyakit tersebut suatu saat dalam hidupnya.
3. Kepribadian: Orang dengan harga diri rendah, yang mudah kewalahan oleh stres, atau yang umumnya pesimis tampaknya lebih mungkin mengalami depresi.
4. Faktor lingkungan: Paparan terus menerus terhadap kekerasan, penelantaran, pelecehan atau kemiskinan bisa membuat beberapa orang lebih rentan terhadap depresi.
Apakah Anda khawatir tentang depresi di masa lockdown ini? Bangunlah 1 jam lebih awal setiap hari dan Anda akan mengurangi risiko terkena depresi. Faktanya, para peneliti telah menemukan bahwa mengurangi 1 jam tidur di pagi hari menurunkan kemungkinan Anda mengalami depresi berat sebanyak 23 persen.
Sudah lama diketahui bahwa ada hubungan antara kebiasaan tidur dan kesehatan mental, orang yang suka lebih lama tidur malam 2 kali lebih mungkin menderita depresi dibanding orang yang bangun pagi. Namun, sulit untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci, sebagian karena kelainan suasana hati bisa mendisrupsi pola tidur.
Para peneliti dari Universitas Colorado di Boulder melacak kesejahteraan mental dan pola tidur dari 840.000 orang. Sekitar sepertiga mengidentifikasi diri mereka aktif di pagi hari dan hanya 9 persen yang aktif di malam hari, dan sisanya bukan kedua-duanya, pergi tidur sekitar pukul 11 malam dan bangun pada pukul 6 pagi, dengan titik tengah tidur sekitar pukul 3 pagi.
Para peneliti menemukan bahwa kebiasaan tidur kita tampaknya ditentukan oleh gen kita, dan orang-orang yang memiliki varian genetik yang membuat mereka bangun pagi cenderung tidak menderita depresi.
Seseorang yang biasanya pergi tidur pada tengah malam tetapi malah pergi tidur 1 jam lebih awal dan bangun 1 jam lebih awal mengurangi risiko depresi sebesar 23 persen. Mereka yang mengatur selisih waktu ini sebesar 2 jam mengurangi risiko depresi hingga 40 persen.
Para peneliti tidak yakin mengapa ini terjadi, tetapi mereka menduga adanya kaitan dengan jumlah paparan cahaya yang kita dapatkan. Orang-orang yang bangun lebih pagi mendapatkan lebih banyak cahaya.
Tetapi mengubah kebiasaan tidur kita bisa jadi sulit, terutama jika itu tergantung pada gen kita. Peneliti utama Celine Vetter menawarkan beberapa saran untuk membantu. "Jaga hari-harimu cerah dan malammu gelap (tidur pada waktu yang tepat). Nikmati kopi pagimu di teras. Berjalan atau naik sepeda ke kantor jika Anda bisa, dan redupkan perangkat elektronik Anda di malam hari."
Kepustakaan
1. Get up an Hour Earlier to Stave off Depression, What Doctors Don't Tell You, September 2021, hlm. 8.
2. Diary Johan Japardi.
3. Berbagai sumber daring.
Jonggol, 5 September 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H