Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Update Pandemi: Ancaman yang Berevolusi, Bagian 3/3

3 September 2021   05:02 Diperbarui: 3 September 2021   05:05 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warga berbaris di luar pusat vaksinasi di Sydney, di mana wabah virus varian Delta dari SARS-CoV-2 yang sangat menular berkembang pesat, membuat para pejabat memerintahkan lockdown baru pada bulan Juni 2021.

Memprediksi Masa Depan
Walaupun tidak mungkin untuk memprediksi dengan tepat bagaimana infeksi, virulensi, dan pengelakan imun akan berkembang dalam beberapa bulan mendatang, beberapa faktor yang akan mempengaruhi lintasan virus terlihat jelas.

Salah satunya adalah imunitas yang sekarang berkembang pesat dalam populasi manusia. Di satu sisi, imunitas mengurangi kemungkinan orang terinfeksi, dan bisa menghambat replikasi virus bahkan ketika sedang terjadi. "Itu berarti akan ada lebih sedikit mutasi yang muncul jika kita memvaksinasi lebih banyak orang," kata Cevik. Di sisi lain, varian pelarian imun apa pun sekarang memiliki keunggulan besar dibandingkan varian-varian lainnya.

Faktanya, dunia mungkin berada pada titik kritis, kata Holmes: Dengan lebih dari 2 miliar orang yang telah menerima setidaknya 1 dosis vaksin dan ratusan juta lainnya telah pulih dari COVID-19, varian yang mengelakkan imunitas sekarang mungkin akan lebih menular.

Hal serupa tampaknya telah terjadi ketika strain influenza H1N1 baru muncul pada 2009 dan menyebabkan pandemi, kata Katia Kolle, ahli biologi evolusioner di Universitas Emory. Sebuah makalah pada 2015 menemukan bahwa perubahan virus dalam 2 tahun pertama tampaknya membuat virus lebih mahir dalam penularan dari manusia ke manusia, sedangkan perubahan setelah 2011 sebagian besar adalah untuk menghindari imunitas manusia. Mungkin sudah semakin sulit bagi SARS-CoV-2 untuk menular.

"Ada beberapa batasan mendasar tentang seberapa baik virus bisa menular dan pada titik tertentu SARS-CoV-2 akan mencapai garis datar itu," kata Jesse Bloom, seorang ahli biologi evolusioner di Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson.  "Saya pikir sangat sulit untuk mengatakan kita sudah berada pada garis datar atau masih akan meningkat."

Ahli virologi evolusioner Kristian Andersen dari Riset Scripps menduga virus masih memiliki ruang untuk ber-evolusi dengan daya tular yang lebih besar. "Batas yang diketahui di alam semesta virus adalah campak, yang sekitar 3 kali lebih menular daripada apa yang kita miliki sekarang dengan varian Delta."

Menggaruk Permukaan. Sumber: Science, Vol. 373, Issue 6558, 27 August 2021, hlm. 848.
Menggaruk Permukaan. Sumber: Science, Vol. 373, Issue 6558, 27 August 2021, hlm. 848.
Menggaruk Permukaan
Para peneliti yang mencoba memahami perubahan genetik mana yang membuat varian-varian SARS-CoV-2 lebih berhasil berfokus pada protein spike yang menempel pada permukaan virus dan mengikat sel manusia.

Varian Alfa, Beta, dan Delta memiliki mutasi dalam 3 bidang utama protein yang bisa mempengaruhi daya tular virus dan kemampuannya untuk menghindari sistem imun.

Batas-batas pelarian imun sama-sama tidak pasti. Peta antigenik Smith menunjukkan ruang yang telah dijelajahi virus sejauh ini. Tapi bisakah virus itu pergi lebih jauh? Jika varian pada peta seperti kota-kota, lalu di mana batas alam negara, di mana samudera dimulai? Petunjuk penting adalah di mana beberapa varian berikutnya muncul di peta, kata Smith.

Varian Beta ber-evolusi ke satu arah dari virus asli dan varian Delta ke arah lain. "Terlalu cepat untuk mengatakan hal ini sekarang, tapi kita mungkin menuju dunia di mana ada 2 serotipe virus ini yang juga harus dipertimbangkan dalam vaksin apa pun," kata Drosten.

Pelarian imun sangat mengkhawatirkan karena bisa memaksa umat manusia untuk memperbarui vaksinnya secara terus-menerus, seperti yang terjadi pada flu. Namun vaksin yang melawan banyak penyakit lain, campak, polio, dan demam kuning, misalnya, tetap efektif selama beberapa dekade tanpa pembaruan, bahkan dalam kasus yang jarang terjadi di mana varian yang mengelakkan imun muncul.

"Ada peringatan besar sekitar 2000 bahwa mungkin kita perlu mengganti vaksin hepatitis B, karena varian pelarian telah muncul." kata Read. Akan tetapi variannya belum menyebar ke seluruh dunia. Varian itu bisa menginfeksi kontak dekat dari orang yang terinfeksi, tetapi kemudian menghilang. Virus tampaknya menghadapi pertukaran antara penularan dan pelarian imun. Pertukaran semacam itu kemungkinan juga ada untuk SARS-CoV-2.

Beberapa petunjuk tentang jalur masa depan SARS-CoV-2 mungkin berasal dari virus corona dengan sejarah yang jauh lebih lama pada manusia, yaitu yang menyebabkan pilek. Beberapa virus diketahui menginfeksi kembali orang, tetapi sampai saat ini tidak jelas apakah itu karena imunitas pada orang yang pulih berkurang, atau karena virus mengubah permukaannya untuk mengelakkan imunitas.

Pada sebuah kajian yang diterbitkan pada bulan April dalam PLOS Pathogens, Bloom dan para peneliti lain membandingkan kemampuan serum manusia yang diambil pada waktu yang berbeda dalam beberapa dekade terakhir untuk memblokir virus yang diisolasi pada waktu yang sama atau lebih lambat.

Mereka menunjukkan bahwa sampel serum bisa menetralkan jenis virus corona bernama 229E yang diisolasi sekitar waktu yang sama, tetapi tidak selalu efektif melawan virus setelah 10 tahun atau lebih. Virus itu ternyata telah ber-evolusi untuk menghindari imunitas manusia, tetapi butuh 10 tahun atau lebih.

Kata Bloom, "Saat ini sepertinya SARS-CoV-2, setidaknya dalam dalam hal pelarian antibodi, sebenarnya berperilaku sangat mirip dengan virus Corona 229E."

Para peneliti lain sedang menyelidiki SARS-CoV-2 itu sendiri. Dalam pracetak yang diterbitkan bulan ini, para peneliti mengutak-atik virus untuk mempelajari seberapa banyak virus itu harus berubah untuk menghindari antibodi yang dihasilkan pada penerima vaksin dan pasien yang sudah pulih. Mereka menemukan bahwa dibutuhkan 20 perubahan pada protein spike untuk menghindari hampir sepenuhnya respons antibodi saat ini. Itu berarti standar untuk virus melarikan diri sangat tinggi, kata salah seorang penulis, ahli virus Paul Bieniasz dari Universitas Rockefeller. "Tapi sangat sulit untuk melihat ke dalam bola kristal dan mengatakan apakah virus itu mudah masuk atau tidak," katanya.

"Tampaknya masuk akal bahwa pelarian imun sejati itu sulit," simpul William Hanage dari Sekolah Kesehatan Masyarakat T.H. Chan Harvard.

"Namun, argumen balasannya adalah bahwa seleksi alam adalah pemecah masalah yang sangat besar dan virus baru mulai mengalami tekanan nyata untuk mengelakkan imunitas."

Virus Corona mudah melakukan rekombinasi, misalnya, yang bisa memungkinkan varian baru muncul tiba-tiba dengan menggabungkan genom dan sifat dari 2 varian yang berbeda. Pada babi, rekombinasi dari virus Corona bernama virus diare epidemi babi dengan jenis vaksin yang dilemahkan dari virus Corona lain telah menghasilkan PEDV, varian virus yang lebih ganas.

"Mengingat biologi virus ini, rekombinasi mungkin menjadi faktor untuk memahami evolusi berkelanjutan dari SARSCoV-2, "kata Korber.

Mengingat semua ketidakpastian itu, mengkhawatirkan bahwa umat manusia belum melakukan pekerjaan dengan baik dalam membatasi penyebaran SARS-CoV-2, kata Eugene Koonin, seorang peneliti di Pusat Informasi Bioteknologi Nasional AS.

"Beberapa varian yang berbahaya hanya mungkin terjadi jika virus sangat jarang menyerang,
memenangkan kombinasi mutasi," katanya, "Mungkin harus mereplikasi dalam jumlah yang sangat banyak untuk sampai ke sana, tetapi dengan jutaan orang yang terinfeksi ini, mungkin sangat baik untuk menemukan kombinasi itu."

Memang, tambah Katzourakis, 20 bulan terakhir adalah peringatan untuk tidak pernah meremehkan evolusi virus. "Banyak yang masih melihat varian Alfa dan Delta seburuk yang akan terjadi," katanya, "Akan bijaksana untuk menganggapnya sebagai langkah pada kemungkinan lintasan yang bisa menantang respons kesehatan masyarakat kita lebih jauh."

Kepustakaan
1. Kupferschmidt, Kai, Evolving Threat, Science, Vol. 373, Issue 6558, 27 August 2021, hlm. 847-849.
2. Diary Johan Japardi.
3. Berbagai sumber daring.

Jonggol, 3 September 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun