Future-Proofing
Future-proofing adalah proses mengantisipasi masa depan dan mengembangkan metode-metode untuk meminimalisasi efek-efek guncangan dan tekanan dari peristiwa-peristiwa di masa depan.
Mem-future-proofing organisasi Anda  berarti mempersiapkan tim Anda untuk tetap menjadi yang terdepan di dunia pascapandemi.
Future-proofing digunakan dalam industri-industri seperti elektronika, industri medis, desain industrial, dan baru-baru ini, dalam desain untuk perubahan iklim.
Prinsip-prinsip future-proofing diekstraksi dari industri-industri lain dan dikodifikasikan sebagai sebuah sistem untuk mendekati intervensi dalam tatanan sejarah.
GAGASAN SINGKAT
MASALAH
Bahkan sebelum WFH tersebar luas, teknologi digital telah mengubah bagaimana dan di mana pekerjaan diselesaikan dan berapa banyak orang yang dibutuhkan untuk melakukannya, lihat artikel saya: Pro dan Kontra WFH.
PELUANG
Setelah pandemi nanti, perusahaan-perusahaan bisa membangun kembali tenaga kerja yang lebih siap untuk ekonomi di mana tugas-tugas yang rutin dan berulang semakin banyak yang  dikerjakan dengan mesin.
SOLUSI
Berdasarkan hasil penelitian Bain & Company yang melibatkan lebih dari 300 perusahaan besar di seluruh dunia dalam setiap aspek ekonomi global, teridentifikasi 6 praktik yang harus diikuti ketika perusahaan-perusahaan dibangun kembali kembali dan diatur ulang untuk pemulihan yang tak terelakkan.
****
Teknologi telah mengubah sifat pekerjaan sebelum merebaknya pandemi Covid-19. Inovasi-inovasi sedang mendefinisikan ulang basis kompetisi di sebagian besar industri, dan, akibatnya, perusahaan-perusahaan bertalenta harus menang untuk jangka panjang.
Pandemi mengesampingkan upaya-upaya sebagian besar perusahaan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan menutupi kesenjangan kemampuan kritis.
Banyak perusahaan yang harus mem-PHK 15% atau lebih tenaga kerja mereka. Covid-19 mengharuskan pencarian talenta baru dengan kapabilitas baru, yang akan membantu keberlangsungan ekonomi. Namun ketika dibangun kembali setelah pandemi global, bisnis-bisnis yang mengambil kesempatan untuk membuat ulang dan mem-future-proof tenaga kerja mereka akan berada jauh di depan para rival.
Seperti dikatakan dalam gagasan singkat di atas, bahkan sebelum WFH tersebar luas, teknologi digital telah mengubah bagaimana dan di mana pekerjaan diselesaikan dan berapa banyak orang yang dibutuhkan untuk melakukannya.
Sebagai contoh, perusahaan-perusahan produk konsumen secara tradisional mempekerjakan ratusan orang untuk memantau pembelian dan inventaris untuk memastikan bahwa produk yang tepat sampai ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat.
Analitis prediktif berdasarkan point-of-sale, manufaktur, dan data logistik yang real-time mengubah itu semua. Pengurangan jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mengubah keterampilan yang mereka butuhkan agar berhasil dalam peranan baru mereka yang didukung teknologi, dan memungkinkan lebih banyak lagi dari mereka untuk bekerja dari jarak jauh.
Jadi, bagaimana seharusnya perusahaan-perusahaan dibangun kembali?
Penelitian oleh Bain & Company yang melibatkan lebih dari 300 perusahaan besar di seluruh dunia dan setiap aspek global ekonomi, mulai dari manufaktur, ritel, perawatan kesehatan hingga teknologi.
Setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut berkantor pusat di Amerika Utara atau Eropa Barat dan sisanya di Amerika Selatan, Asia Pasifik, Timur Tengah, atau Afrika.
1. Berpikir ke Depan Saat Mendefinisikan Peran Bisnis Kritis
Tidak semua pekerjaan sama pentingnya. Penelitian oleh Bain dan lain-lain menunjukkan bahwa kurang dari 5% dari peran sebuah organisasi menyumbang lebih dari 95% dari kemampuannya untuk mengeksekusi strategi dan memberikan hasil.
Tapi 5% yang mana? Nanti, saat kita keluar dari pandemi yang telah menantang asumsi tentang bekerja secara produktif, perusahaan-perusahaan perlu memikirkan kembali keterampilan mana yang paling penting di masa depan yang didukung oleh teknologi, dan mengembangkan keterampilan itu dalam angkatan kerja saat ini.
Perusahaan-perusahaan pintar telah mulai melakukan hal itu bahkan sebelum Covid menyerang. Woodside Energy, produsen gas alam Australia terkemuka, adalah salah satunya.
Ketika Peter Coleman menjadi CEO Woodside Energy (sekarang sudah pensiun) pada  2011, perusahaan tersebut adalah produsen LNG yang khas dengan proyek-proyek besar bernilai multi-miliar dolar, dan operasi darat dan lepas pantai yang kompleks.
Coleman dan timnya menyadari bahwa kemampuan Woodside untuk menjelajahi tantangan masa depan sebagian akan bergantung pada peningkatan teknologi konvensionalnya dengan terobosan berbasis data.
Untuk menguji dampak sains data besar dan digitalisasi pada strategi dan daya saing perusahaan, Woodside memulai operasi produksi energinya.
Seperti kebanyakan produsen minyak dan gas lainnya, Woodside mengandalkan para enjinir berpengalaman untuk mengawasi setiap aset. Ketika masalah muncul, para enjinir itu mengembangkan rencana mitigasi yang didasarkan pada pengalaman pribadi mereka sebagaimana yang diinformasikan oleh data yang dikumpulkan dari situs-situs mereka. Mereka memainkan peran bisnis yang penting di Woodside.
Munculnya teknologi sensor baru, yang dikombinasikan dengan akses ke daya komputasi berbiaya rendah dan analisis data besar, berarti bahwa operator aset perusahaan bisa membuat keputusan yang lebih baik dan lebih cepat dengan menggunakan lebih banyak sumber data yang bisa diakses dan keahlian sains data yang lebih luas.
Oleh karena itu, Woodside mulai bereksperimen dengan analitis dan pembelajaran mesin canggih pada seluruh operasi lepas pantai dan darat, dengan menggunakan kombinasi solusi yang dibangun secara internal dan bersumber dari pasar.
Tenaga kerja mulai menggunakan alat berkemampuan AI, yang menggabungkan pengalaman produksi Woodside selama 30 tahun lebih di semua lokasinya, untuk mengidentifikasi cara meningkatkan keselamatan dan produktivitas.
Pengintegrasian teknologi ke dalam cara kerja berarti bahwa definisi "keterampilan kritis" di Woodside diperluas.
Para saintis data, bersama dengan operator dan enjinir aset berpengalaman, telah menjadi sangat penting bagi kesuksesan Woodside. Sejak 2015, Woodside membentuk sebuah tim kusus saintis data.Â
Tim itu sekarang berfokus pada penyemaian sains data dan keterampilan digital lainnya di seluruh organisasi dengan menggunakan berbagai alat dan platform baru. Woodside merekrut saintis data dari universitas-universitas terbaik Australia dan internasional yang bekerjasama dan belajar dari para anggota tim operasional Woodside yang berpengalaman.
Pemikiran ulang Woodside tentang keterampilan kritis bisnis telah berkontribusi pada persepsi yang berkembang tentang perusahaan itu sebagai inovator dalam minyak dan gas. Ketika perusahaan-perusahaan lain muncul dari pandemi, mereka harus mengambil pelajaran dari Woodside dan memikirkan kemampuan yang akan menjadi penting di dunia masa depan, bukan masa kini.
2. Definisikan Kembali Penampilan yang Hebat Itu Seperti Apa
Pendekatan penilaian karyawan secara tradisional berfungsi dengan baik ketika sebagian besar pekerjaan yang akan diminta untuk dilakukan orang di masa depan sama dengan pekerjaan mereka (atau orang lain dalam organisasi) yang dilakukan hari ini.
Akan tetapi, pendekatan itu tidak berfungsi jika sifat pekerjaan berubah, sehingga  perusahaan-perusahaan berjuang untuk mengidentifikasi kandidat yang bisa mengambil tugas-tugas baru.
Seperti asumsi tentang kapabilitas mana yang bersifat kritis secara misi, asumsi tentang  kesuksesan itu akan tampak seperti apa harus berubah setelah pandemi.
Untungnya, alat dan teknik baru yang memanfaatkan analisis dan sains perilaku masyarakat bisa membantu perusahaan-perusahaan mendefinisikan "penampilan yang hebat itu seperti apa" dalam peran tertentu dan mengidentifikasi karyawan-karyawan yang sudah memiliki keterampilan yang dibutuhkan atau bisa mengembangkan keterampilan itu melalui pelatihan.
Hal ini memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk merancang pengembangan talenta dan strategi perekrutan untuk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Salah satu pendekatan tersebut dirintis oleh Chemistry Group, sebuah organisasi analisis masyarakat yang berbasis di Inggris, yang membantu bisnia-bisnis menyusun uraian  pekerjaan yang kuat untuk peranan-peranan baru, uraian yang tidak hanya mencakup tanggungjawab dasar tetapi juga ciri, perilaku, dan keterampilan yang diperlukan oleh setiap peranan.
Dengan mendefinisikan secara ketat penampilan yang hebat itu seperti apa, perusahaan-perusahaan menetapkan tolok ukur perekrutan, baik secara internal maupun eksternal.
Sebuah operator seluler terkemuka telah menerapkan alat dan pendekatan Chemistry Group dengan sangat sukses. Dengan menanggapi perubahan di pasar HP, para pemimpin perusahaan itu melihat bahwa mereka perlu mengubah model operasi ritel dari dorongan penjualan HP menjadi penekanan keintiman dan layanan pelanggan.Â
Untuk mencapai transformasi ini, mereka mendorong karyawan untuk mengadopsi pola pikir dan perilaku baru melalui pelatihan dan pembinaan.
Operator seluler itu juga menciptakan peran baru di setiap toko ritelnya yang berfokus pada peningkatan pengalaman pelanggan. Dengan enggunakan pengujian perilaku dan data survei, para pemimpin perusahaan itu mengembangkan sebuah profil untuk peranan yang hebat itu seperti apa.Â
Perusahaan itu kemudian menilai 22.000 karyawannya untuk menemukan kesenjangan kemampuan kritis. Hasilnya adalah daftar karyawan yang berpotensi sukses dalam pekerjaan, dan modul-modul pelatihan pun dirancang untuk membantu mereka mempersiapkan diri dengan cepat.
Perusahaan itu juga telah mengembangkan alat perekrutan interaktif untuk menyaring lebih dari 10.000 pelamar kerja setiap bulan untuk peranan ini tanpa melibatkan manusia. Dengan menggunakan sebuah program daring, kandidat menanggapi serangkaian skenario yang kemungkinan besar akan mereka hadapi.
Perekrutan yang ditingkatkan telah memungkinkan para manajer toko untuk menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mengawasi dan membimbing, sehingga memungkinkan mereka untuk melayani pelanggan secara langsung. Inisiatif ini telah membantu menghemat lebih dari $7 juta dalam biaya operasional dan telah mengumpulkan umpan balik positif dari 85% hingga 93% pelanggan yang disurvei.
Nanti, setelah keluar dari pandemi, perusahaan-perusahaan akan menemukan bahwa apa yang dilakukan orang dan bagaimana kesuksesan didefinisikan harus berubah.
Mereka harus merekrut orang-orang yang nyaman dengan normal baru. Perusahaan-perusahaan pintar akan memanfaatkan teknologi sekarang untuk membantu mereka mencari tahu caranya.
3. Jangan Memotong Anggaran Pengembangan Manajemen
Meskipun pandemi Covid-19 secara temporer telah melonggarkan pasar tenaga kerja di beberapa daerah, banyak pekerjaan di bidang enjiniring perangkat lunak, desain digital, dan sains data tetap menantang untuk diisi.
Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan terbaik melihat ke pengembangan manajemen, yang sering kali didukung oleh teknologi, untuk melatih ulang keterampilan (reskilling) tenaga kerja mereka saat ini dan mengisi setidaknya beberapa kesenjangan kapabilitas mereka dengan karyawan-karyawan yang ada.
Kabar baiknya adalah bahwa pelatihan ulang yang dilakukan dengan baik memang membantu. Berdasarkan pengalaman, lebih dari 60% peran perusahaan di masa depan bisa diisi oleh karyawan saat ini, dengan asumsi bahwa program yang memadai telah tersedia.
Pelatihan ulang juga lebih murah daripada model "pecat dan pekerjakan" untuk mengisi peranan penting bisnis baru. Untuk satu hal, biaya langsung pesangon terkait pengurangan tenaga kerja bisa menjadi besar, misalnya bisa merusak moral anggota tim yang tersisa, dan perekrutan talenta baru bisa mahal, terutama untuk sektor dengan permintaan tinggi seperti sains data, pemasaran digital, dan enjiniring perangkat lunak.
Guardian, salah satu perusahaan asuransi jiwa mutual terbesar di Amerika Serikat, memberikan contoh. Seperti banyak perusahaan lain, perusahaan ini sedang menjalani transformasi digital luas yang berfokus pada modernisasi teknologi, data, dan proses untuk meningkatkan kinerja dan mendukung budaya yang berpusat pada pelanggan.
Deanna Mulligan, CEO Guardian hingga Oktober 2020, dan timnya tahu bahwa untuk menjadi sukses, perusahaan harus mengekstrak nilai semaksimal mungkin dari datanya yang berlimpah. Jadi mereka memecah silo-silo data historis di perusahaan dan menciptakan sebuah danau data yang terintegrasi.
Mengubah data mentah menjadi wawasan pelanggan yang bisa digunakan membutuhkan lebih banyak saintis data daripada yang dimiliki atau bisa direkrut secara realistis oleh perusahaan itu.
Untuk mengisi kesenjangan, Guardian telah melihat ke para aktuarisnya, memindahkan mereka ke posisi sains data yang lebih luas dan melatih mereka dalam sejumlah keterampilan baru yang penting, misalnya analitis prediktif.
Demikian pula, Guardian menyadari bahwa mereka perlu mengalihkan lebih banyak energi dan talenta pemasarannya dari cara tradisional ke saluran digital.
Guardian menggunakan alat penilaian untuk mengidentifikasi anggota organisasi pemasaran yang ada dengan potensi terbesar untuk sukses dalam peranan pemasaran digital dan kemudian berinvestasi dalam program pelatihan untuk memberi mereka pengetahuan dan keterampilan untuk berkembang dalam posisi-posisi baru itu.
Di saat krisis, perusahaan tergoda untuk memangkas anggaran pelatihan dan pengembangan, tetapi itu bukan langkah yang cerdas.
Pandemi akan mempercepat tingkat keusangan keterampilan profesional (jika ada), dan akan lebih mudah untuk mengajarkan trik baru kepada karyawan yang sudah ada ketimbang menemukan karyawan baru yang sudah terlatih.
Ini membawa kita ke praktik berikutnya (bersambung ke bagian 2/2).
Kepustakaan
1. Mankins, Michael, Garton, Eric, and Schwartz, Dan, Future-Proofing Your Organization Prepare Your Team to Stay Ahead in the Post-pandemic World, Harvard Business Review, September-October 2021, hlm. 42-48.
2. Diary Johan Japardi.
3. Berbagai sumber daring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H