Xuanzang harus sering-sering mengoreksi dan menghukum si kera yang nakal dan si babi yang sensual, karena muridnya yang satu itu selalu bertindak berdasarkan pikirannya yang tidak sempurna dan yang satu lagi nafsunya yang lebih rendah.
Instink manusia berupa kelemahan moral, kemarahan, balas dendam, ketidaksabaran, sensualitas, kurangnya pengampunan, kesombongan diri, kurangnya kerendahan hati, dll. selalu muncul selama ziarah umat manusia menuju ke kesucian.
Peningkatan daya rusak berjalan seiring dengan peningkatan kepintaran manusia, karena seperti si kera sakti dengan kekuatan sihirnya, sekarang kita bisa berjalan di atas awan dan jungkir balik di udara, mengganggu orang lain seperti si kera yang mencabut bulu kakinya dan mengubah bulu itu menjadi kera-kera kecil untuk menyerang musuhnya, atau mengetuk gerbang-gerbang surga, menyingkirkan para penjaga gerbang surgawi dengan kasar dan meminta kedudukan di antara para dewa.
Sunwukong pintar, tetapi dia juga sombong. Dia memiliki ilmu sihir untuk memuluskan jalannya ke surga, tetapi dia tidak memiliki cukup kewarasan dan keseimbangan dan kesederhanaan untuk hidup damai di sana. Ada kenakalan dan jiwa memberontak dalam dirinya, dan itulah sebabnya ketika dia memasuki surga dia menciptakan suasana ketakutan yang hebat, seperti singa liar yang dilepaskan dari kandang hewan di jalanan kota, dalam episode pendahuluan sebelum dia bergabung dengan para peziarah di bawah bimbingan Xuanzang.
Kenakalan bawaan Sunwukong sangat sulit dikoreksi, dan dia bahkan mengacaukan Pesta Makan Malam Tahunan yang diselengggarakan Ibu Suri Surga Barat.
Jika kita berperilaku seperti Sunwukong, kita akan memberontak dan tidak akan ada kedamaian dan kerendahan hati dalam diri kita sampai kita disadarkan sebagaimana Sunwukong disadarkan oleh Guanyin, sang Dewi Welas Asih. Setelah itu, dia bahkan masih banyak melakukan perbuatan yang memperturutkan kesombongan, yang secara panjang lebar bisa kita ikuti dari novel Xiyouji maupun serial drama dari berbagai versi.
Catatan:
Artikel ini adalah tulisan yang saya buat dalam rangka memberikan ringkasan pengantar untuk anak saya, Putri Natalia, ketika dia mulai membaca novel Sun Go Kong, Legenda Kera Sakti, karya Yan Wijaya. Ringkasan ini saya buat hanya berdasarkan ingatan saya hasil membaca buku Yan maupun menonton serial drama.
Jonggol, 14 Agustus 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H