Saya memperhatikan bahwa penggunaan beberapa istilah Inggris, entah dalam bentuk aslinya atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tidak dibarengi dengan kejelian si pengguna.
Ketidaklogisan yang berkaitan dengan ketidakjelian itu terlihat dari kejadian berikut:
Pelayan sebuah restoran pizza: "Dek, pizzanya mau dipotong berapa? 8 atau 12?" Â
Yang memesan: "8 saja mbak, kalau 12 takutnya nggak bisa saya habisin."
Kalau tidak jeli, kita akan mengira potong 12 menghasilkan jumlah total pizza yang lebih banyak dari potong 8.
Setiap hari ada saja orang yang mengutak-atik kata agar berbeda dengan istilah yang sudah ada, agar kata yang dia utak-atik itu bisa menjadi istilah yang populer atau bahkan menjadi lema dalam kamus standar.
Istilah yang demikian misalnya post-truth yang sudah terlanjur digunakan oleh banyak orang, tetapi logiskah istilah itu? atau tidak logis? Menurut saya tidak logis dan saya sudah menawarkan istilah yang lebih logis (bukan buatan saya) dalam artikel: Post-Truth vs Paradigma Kuwalik Prof Wir, Mana yang Lebih Tepat?
Usulan saya untuk beberapa istilah lain juga bisa dilihat dari artikel-artikel saya yang lain, dan dalam artikel ini saya ingin menyoal kelogisan (atau ketidaklogisan) dari 4 istilah Inggris lainnya yang tercatat dalam diary saya.
1. Brainwashing
Brainwashing atau cuci otak, pengendalian pikiran, mentisida, persuasi koersif, pengendalian pemikiran, reformasi pemikiran, atau re-edukasi, adalah konsep bahwa pikiran manusia bisa diubah atau dikendalikan dengan teknik-teknik psikologis tertentu.
Cuci otak dikatakan mengurangi kemampuan para subjek untuk berpikir secara kritis atau mandiri, agar memungkinkan untuk mengintroduksi pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan yang tidak diinginkan ke dalam pikiran mereka, serta mengubah sikap, nilai, dan keyakinan mereka.
Istilah "cuci otak" pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris oleh Edward Hunter pada 1950 untuk menggambarkan bagaimana pemerintah China tampaknya membuat orang bekerjasama dengan mereka.