Fisika untuk Hiburan, namun dengan mempertimbangkan uraiannya yang santai bak sebuah cerpen, maka saya menyisipkan judul Fisika untuk Hiburan ke judul tersebut.
Artikel kali saya buat agak berbeda. Walaupun sumber kepustakaan yang saya gunakan lebih banyak, dan judul ini tidak dibahas dalam bukuArtikel ini menyajikan sebuah topik yang sangat keren, yaitu Efek Fotolistrik, serta ilmuwan-ilmuwan yang sangat mengagumkan, dan penjelasan tentang dominasi Barat terhadap klaim-klaim penemuan penting dengan menjegal pihak-pihak tertentu, yang pernah saya singgung dalam artikel saya: Penemu Hukum Kekekalan Massa: Lavoiser atau Lomonosov?
Jadi tujuan penyajian dari artikel terkait sains umumnya dan fisika khususnya ini juga berisi penyajian sejarah penemuan secara ex veritate (berdasarkan kebenaran).
Dalam koleksi di perpustakaan pribadi saya, saya memiliki sebuah buku langka yang sangat berharga, karya Linus Pauling, Edisi Mahasiswa Internasional, yang diterbitkan pada 1935 atas kerjasama antara Kogakusha Co., Ltd., Tokyo, Jepang dengan McGraw-Hill Book Company, Inc., New York, AS (sekarang McGraw-Hill Kogakusha Ltd.). Judul buku itu adalah Introduction to Quantum Mechanics with Applications to Chemistry (Pengantar ke Mekanika Kuantum dengan Aplikasi pada Kimia).
Catatan:
Linus Carl Pauling (1901-1994) adalah seorang ahli kimia, biokimia, insinyur kimia, aktivis perdamaian, penulis, dan pendidik Amerika. Pauling menerbitkan lebih dari 1.200 makalah dan buku, di mana sekitar 850 di antaranya membahas topik-topik ilmiah. New Scientist menyebutnya sebagai salah seorang dari 20 ilmuwan terbesar sepanjang masa, dan pada 2000, Pauling dinilai sebagai ilmuwan terpenting ke-16 dalam sejarah. Untuk karya ilmiahnya, Pauling dianugerahi Hadiah Nobel Kimia pada 1954. Untuk aktivisme perdamaiannya, dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1962.
Pauling adalah 1 dari 4 orang yang telah memenangkan lebih dari 1 Hadiah Nobel (yang lainnya adalah Marie Curie, John Bardeen dan Frederick Sanger). Dari jumlah tersebut, dia adalah satu-satunya orang yang telah dianugerahi dua Hadiah Nobel yang tidak dibagikan, dan 1 dari 2 orang yang dianugerahi Hadiah Nobel di bidang yang berbeda, yang lainnya adalah Marie Curie.
Dalam buku Pauling tersebut terdapat sebuah pernyataan yang sangat menarik tentang Efek Foto Listrik sebagai berikut:
Pada awalnya, perkembangan teori kuantum itu lambat. Baru pada 1905 Einstein menyarankan bahwa kuantitas energi radiasi hv dikirimkan dalam proses emisi cahaya bukan ke segala arah melainkan searah (unidirectional), seperti sebuah partikel. Nama kuantum cahaya atau foton diterapkan pada porsi energi radiasi seperti itu. Einstein juga membahas efek fotolistrik, proses dasar fotokimia, dan kapasitas panas benda padat terkait teori kuantum. Â
Saya meminta pembaca sekalian untuk fokus ke frasa efek fotolistrik. Di sini terdapat kata "juga" yang harus dimaknai sebagai "Einstein bukan satu-satunya ilmuwan yang membahas tentang efek fotolistrik, bahkan bukan yang pertama."
Lalu siapa peneliti efek fotolistrik yang lebih awal? Mari kita telusuri semuanya.
Heinrich Rudolf Hertz (1857-1894) adalah seorang fisikawan Jerman yang pertama kali secara meyakinkan membuktikan keberadaan gelombang elektromagnetik yang diprediksi dengan oleh persamaan James Clerk Maxwell dari elektromagnetisme. Satuan frekuensi, siklus per detik, dinamakan "Hertz" untuk menghormati Hertz.
Ketika sedang melakukan sebuah eksperimen, Hertz secara kebetulan mengamati bahwa percikan api yang terjadi di antara elektroda-elektroda osilator berperilaku aneh, dan tampaknya dipengaruhi oleh cahaya.
Ketika Hertz menyinari elektroda-elektroda osilator itu dengan cahaya yang kuat, percikan api muncul lebih sering.
Segera setelah sumber cahaya disingkiran, frekuensi terjadinya percikan api segera berkurang. Fenomena ini aneh dan tidak bisa dijelaskan, namun Hertz ternyata tidak terlalu mementingkannya. Ini bukan hanya sangat mengejutkan, yang teramati oleh Hertz di hadapannya juga sama sekali di luar rencana eksperimen semula.
Tetapi Stoletov, seorang profesor di Universitas Moskow dan seorang rekan tua Lebedev, lebih tertarik pada pengamatan Hertz ini. Stoletov melakukan banyak eksperimen, membangun peralatan khusus untuk melaksanakannya, dan menyelidiki fenomena ini secara mendalam dan menyeluruh sehingga hasil karyanya menjadi sebuah penemuan yang mengejutkan.
Tanpa penemuan itu para ilmuwan tidak akan memperoleh informasi yang sangat penting tentang sifat cahaya, dan masyarakat modern tidak akan mengenal televisi, fototelegrafi, Â gambar-gambar berbicara, atau banyak sekali hal-hal teknis baru lain yang sangat berguna yang tanpanya kehidupan sekarang ini tak terbayangkan.
Catatan:
1. Alexander Nikolayevich Lebedev (1869-1937) adalah seorang ahli biokimia Rusia.
Lebedev dikenal karena eksperimen awalnya tentang dasar biokimia perilaku. Lebedev  memulai kajiannya dalam bidang biokimia di Universitas Negeri Moskow, dan memperoleh gelar doktor pada 1898. Lebedev kemudian menerbitkan secara luas topik "biokimia pikiran" dan dianggap telah memelopori bidang neurofarmakologi.
2. Alexander Grigorievich Stoletov (1839-1896) adalah seorang fisikawan Rusia, pendiri teknik elektro, dan profesor di Universitas Moskow.
Fenomena yang dipelajari oleh Stoletov pada 1888-1889 itu disebut efek fotolistrik. Sebagai hasil dari penyelidikannya Stoletov menetapkan hukum fisika baru yang menyandang namanya.
Sayangnya, pada tahun-tahun itu sains tidak tahu apa-apa tentang keberadaan elektron yang baru ditemukan pada 1897 oleh  Joseph John Thomson (lihat artikel saya: Bahasa Apa yang Digunakan dalam Sains?) dan karena itu Stoletov tidak bisa memberikan interpretasi fisika yang benar dari hukum baru tersebut. Interpretasi itu baru dilakukan kemudian pada 1905 oleh Einstein (lihat uraian di atas).
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang efek fotolistrik, akan berguna untuk melakukan eksperimen yang relatif sederhana berikut ini.
Untuk melakukan ekperimen ini diperlukan sebuah baterai listrik, sebuah galvanometer atau mikroammeter untuk mengukur kuatan arus, dan sebuah tabung elektronik khusus yang disebut sel fotolistrik.
Sel fotolistrik paling sederhana adalah sebuah bohlam dengan dua elektroda di dalamnya. Agar kinerjanya lebih baik, elektroda sel fotolistrik biasanya dibuat dengan bentuk khusus.
Salah satu elektroda diaplikasikan pada permukaan bagian dalam dari sebuah bohlam sebagai selembar film logam yang sangat tipis, yang terdiri dari senyawa Sesium dan Antimon atau Oksigen, dari perak dan Sesium atau unsur lainnya (untuk masing-masing unsur, lihat artikel saya yang terkait)
Elektroda kedua adalah sebuah cincin kawat halus yang terletak di bagian tengah bola.
Elektroda pertama adalah katoda, atau lebih tepatnya fotokatoda, dan elektroda kedua, anoda.
Sel-sel fotolistrik terbagi menjadi 2 kelompok besar. Dalam sel-sel kelompok pertama, ruang hampa setinggi mungkin dibuat di dalam bohlam. Dalam sel-sel kelompok kedua, bohlam berisi gas dalam jumlah yang sangat kecil. Fotosel dari kelompok pertama kurang sensitif, tetapi memiliki banyak sifat berharga lainnya.
Diagram ekperimen dengan efek fotolistrik: 1. Ketika katoda disinari, meter menunjukkan bahwa arus yang cukup kuat mengalir melalui rangkaian. 2. Ketika anoda disinari, tidak ada arus dalam rangkaian. 3. Tegangan dalam rangkaian sangat menurun. Ketika anoda disinari, meter menunjukkan bahwa sebuah arus lemah sedang mengalir.
Dalam eksperimen ini, kita akan menggunakan sel fotolistrik vakum tinggi, yaitu sel yang hampir semua udaranya dipompa keluar dari bohlamnya. Selain itu, demi kenyamanan, desain fotosel harus diubah sehingga kedua elektroda merupakan pelat-pelat datar dengan ukuran yang persis sama dan terbuat dari logam yang sama. Fotosel seperti itu ditunjukkan dalam diagram eksperimen di atas.
Hubungkan terminal negatif baterai ke salah satu elektroda dan terminal positif, melalui galvanometer, ke elektroda yang lain. Kemudian elektroda semula (negatif) akan menjadi katoda, dan yang terakhir (positif), menjadi anoda.
Tempatkan fotosel dalam sebuah kotak gelap. Indikator galvanometer akan berada di nol. Tapi jika tutup kotak kita buka sedikit, indikator galvanometer akan membelokkan ke kanan.
Semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam kotak, semakin banyak pula arus yang akan mengalir melalui fotosel, dan indikator galvanometer semakin membelok ke kanan.
Dengan memvariasikan lebih lanjut kondisi eksperimen ini, ditemukan bahwa sama sekali tidak perlu menyinari seluruh fotosel untuk membuat arus mengalir.
Sinar cahaya hanya perlu jatuh pada katoda, bukan pada permukaan katoda yang menghadap ke anoda. Selain itu, jika hanya anoda yang disinari, sedangkan katoda tetap gelap, indikator galvanometer akan tetap pada posisi nol.
Tetapi satu-satunya perbedaan antara katoda dan anoda dalam eksperimen ini adalah bahwa anoda terhubungkan ke kutub positif baterai, sedangkan katoda terhubungkan ke kutub negatif.
Itulah sebabnya arus mengalir hanya ketika kita menyinari katoda, tetapi jika kita membalikkan koneksi baterai, katoda akan menjadi anoda dan sebaliknya.
Oleh karena itu, jika kita kemudian menyinari apa yang sebelumnya merupakan anoda, kita akan membuat arus mengalir, bukan? Ya, itulah persisnya yang akan terjadi.
Sekarang mari kita menangguhkan eksperimen kita untuk sementara dan memikirkan hasilnya.
Kita telah mengembangkan fakta-fakta penting berikut:
1. Penyinaran pada katoda menyebabkan arus mengalir melalui fotosel.
2. Arus mengalir melalui fotosel hanya dalam satu arah, dari katoda ke anoda.
3. Semakin banyak cahaya yang mengenai katoda, semakin besar arusnya.
Untuk menjelaskan fakta-fakta ini, yaitu, untuk memberi mereka landasan teoretis, kita harus mengingat 3 fakta lain yang dikenal sains:
1. Elektron-elekstron terkandung dalam semua zat dan dipertahankan dalam zat-zat itu oleh gaya-gaya tarikan yang spesifik.
2. Elektron bermuatan negatif.
3. Muatan-muatan listrik yang sejenis saling menolak, sedangkan muatan listrik yang tidak sejenis saling menarik.
Bersambung ke bagian kedua (terakhir): Fisika untuk Hiburan 81: Efek Fotolistrik (Bagian II).
Kepustakaan:
1. Pauling, Linus, and Wilson, E. Bright., Introduction to Quantum Mechanics with Applications to Chemistry, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York, 1935.
2. Perelman, Y., Physics for Entertainment, Book 2, Shkarovsky, A. (Transl.), Foreign Language Publishing House, Moscow, 1936.
3. Steinhaus, A., The Nine Colours of Rainbow, Â Sobolfy, D. (Transl.), MIR Publishers, Moskow, 1966.
4. Diary Johan Japardi.
5. Berbagai sumber daring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H