Nyala api menghanguskan sebuah rumah di Highway 89 ketika Kebakaran Dixie melanda komunitas Greenville di Plumas County, Kalifornia, pada Rabu, 4 Agustus 2021.
Kebakaran adalah proses kimia yang kompleks, dan peneliti kebakaran harus memahami kimia dan fisika dasar yang terlibat agar bisa merumuskan pendapat berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah ini ketimbang "dongeng peneliti kebakaran lama."
Ketidakmampuan untuk menjelaskan aspek teknis dari perilaku kebakaran bisa  menghalangi penyidik untuk bisa menganalisis penyebab, asal, dan perkembangan kebakaran secara akurat.
Proses nyala api difusi (kebakaran) terdiri dari 3 elemen dasar: bahan bakar, oksigen, dan panas. Komponen dasar ini telah diakui dalam ilmu proteksi kebakaran selama lebih dari 100 tahun.
Proses nyala api difusi didefinisikan oleh Richard Tuve dalam buku The Principles of Fire Protection Chemistry (Prinsip Kimia Proteksi Kebakaran) sebagai "proses oksidasi mandiri yang cepat, disertai dengan evolusi panas dan cahaya dari berbagai intensitas."
Enam elemen siklus nyala api dijelaskan oleh Dawson Powell dalam The Mechanics of Fire (Mekanika Kebakaran). Elemen-elemen itu adalah panas masukan, bahan bakar, oksigen, proporsi, pencampuran, dan kontinuitas penyalaan. Semua elemen ini penting untuk inisiasi dan kelanjutan proses penyalaan api difusi. Tiga elemen pertama: panas masukan, bahan bakar, dan oksigen ditunjukkan dengan segitiga kebakaran (lihat gambar di atas).
Reaksi pembakaran bisa ditunjukkan secara lebih akurat dengan bentuk geometris padat 4 sisi yang disebut tetraheron. Keempat sisi mewakili panas, bahan bakar, oksigen, dan reaksi berantai tanpa hambatan (lihat gambar di atas).
Dalam artikel Fisika untuk Hiburan 36 (Panas): Memadamkan Kebakaran, kita melihat bahwa nyala api bisa dipadamkan dengan 2 cara, yaitu:
1. Memadamkan api dengan air.
2. Memadamkan api dengan api.
Segera setelah kita berhenti sejenak untuk menganalisis proses pembakaran, tanpa sadar kita bertanya pada diri sendiri: Mengapa nyala api tidak pernah padam dengan sendirinya?
Lagi pula, bukankah pembakaran menghasilkan Karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O), 2 senyawa yang tidak mudah terbakar, yang secara alami tidak bisa mempertahankan pembakaran?
Bukankah akibatnya, saat mulai menyala, seharusnya nyala api itu diselubungi oleh kedua senyawa tersebut, yang pada gilirannya menghalangi asupan udara lebih lanjut? Kita tahu bahwa tanpa udara, pembakaran tidak bisa terjadi dan akibatnya nyala api itu pun padam.
Dalam artikel saya: Oksigen, Unsur Terpenting bagi Kehidupan, dijelaskan bahwa pembakaran (burning, combustion) adalah reaksi kimia yang menghasilkan panas dan cahaya. Pembakaran bisa terjadi karena ada Oksigen (di udara), dan api dihasilkan ketika Oksigen bereaksi dengan bahan bakar, misalnya kayu.
Tapi kenapa pembakaran terus terjadi? Setiap kali kita mendengar atau melihat kejadian kebakaran, nyala apinya selalu membesar dan membesar sebelum dipadamkan oleh mobil pemadam kebakaran, atau menurut yang kita pikirkan, nyala api itu padam sendiri setelah tidak ada lagi bahan yang mudah terbakar di sekitarnya.
Mari kita temukan jawabannya dalam topik Panas dari Fisika untuk Hiburan, dan jawaban itu adalah: Karena gas-gas memuai ketika dipanaskan dan menjadi lebih ringan.
Itulah satu-satunya alasan mengapa hasil pembakaran (Karbon dioksida dan uap air) yang terus dipanaskan oleh api tidak tetap berada di tempat yang menghasilkannya, yaitu, tepat di sekitar nyala api, tetapi segera didorong ke atas oleh udara bersih yang masuk.
Jika aturan Archimedes tidak berlaku untuk gas, atau jika tidak ada yang namanya berat, maka setiap nyala api, setelah menyala sebentar, akan padam dengan sendirinya.
Sangat mudah untuk melihat betapa fatalnya hasil pembakaran bagi nyala api. Anda sering menggunakan hasil pembakaran untuk memadamkan nyala api, misalnya Anda memadamkan nyala api lilin dengan meniup dari atas, atau dengan kata lain, Anda mendorong hasil pembakaran yang tidak mudah menyala ke bawah menuju nyala api dan akibatnya nyala api itu padam karena tidak ada lagi udara segar.
Kepustakaan:
1. Perelman, Y., Physics for Entertainment, Book 2, Shkarovsky, A. (Transl.), Foreign Language Publishing House, Moscow, 1936.
2. Cobb, R.C., et.al., Chemistry and Physics of Fire, NCJ Number 92761, 1983.
3. Diary Johan Japardi.
4. Berbagai sumber daring.
Jonggol, 13 Agustus 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H