Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Meneladani Orang Tua yang Produktif Tanpa Batas Usia

7 Agustus 2021   04:19 Diperbarui: 7 Agustus 2021   06:14 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekelompok pensiunan lansia menghadiri kelas seni. Sumber: thinckstock

Dengan berbagai pertimbangan, manusia membuat pembatasan, mau mengendarai kendaraan harus punya SIM, produk-produk, utamanya makanan, diberi bertanggal kadaluarsa, dsb., dan masa kerja dibatasi dengan.......... usia pensiun.

Pensiun, praktik meninggalkan pekerjaan atau berhenti bekerja setelah mencapai usia tertentu, telah ada sejak abad ke-18. Pensiun sebagai kebijakan pemerintah mulai diadopsi oleh banyak negara pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20.

Pada abad ke-18 dan sebelumnya, harapan hidup (life expectancy) rata-rata orang adalah 26-40 tahun. Hanya sebagian kecil penduduk yang mencapai usia dimana keterbatasan fisiklah yang mulai menjadi hambatan untuk bekerja.

Menjelang akhir abad ke-19, kanselir Jerman, Otto Von Bismarck, mengumumkan bahwa siapa pun yang berusia di atas 65 tahun harus pensiun dan mereka akan menerima uang pensiun.

Pada awal abad ke-20, berbagai industri Amerika, mulai dari rel kereta api, minyak, hingga perbankan, mulai menawarkan pensiun.

William Osler menyatakan keyakinannya bahwa pekerjaan terbaik seseorang dilakukan sebelum dia berusia 40 tahun dan bahwa pada usia 60, dia harus pensiun. Osler menyebut usia antara 25 dan 40 sebagai "15 tahun emas kelimpahan." Pekerja antara usia 40 dan 60 masih ditoleransi tetapi diberi label "tidak kreatif," dan di atas usia 60, mereka harus pensiun.

Pensiun sebagai sebuah konsep mulai diadopsi ketika banyak pekerja pabrik mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan, memperlambat jalur perakitan, mengambil cuti sakit yang berlebihan dan mengambil pekerjaan para pekerja yang lebih muda.

Pada 1935, muncul gagasan bahwa untuk membuat orang tua berhenti bekerja adalah dengan membayar mereka secara memadai.

Sekarang, rata-rata 1 dari 5 pensiunan mengalami depresi. Mereka yang hidup sendiri lebih berisiko. Masalah kesehatan fisik juga bisa membuat orang tua lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental.

Studi terbaru menunjukkan bahwa "pensiun meningkatkan kemungkinan menderita depresi klinis sekitar 40 persen, dan memiliki setidaknya satu penyakit fisik yang didiagnosis sebesar 60%."

Di sisi lain, banyak pekerja telah mengadopsi pengurangan pekerjaan mereka di sekitar 55 atau 60, atau bahkan berganti karir, tetapi masih bekerja selama 15-20 tahun lagi (ini berarti sampai usia 75-80).

Ivan Burnell
Seperti yang bisa dibaca dari artikel-artikel saya sebelumnya, saya mengenal Ivan Burnell sejak September 2001, ketika dia berusia 71 tahun. 30 tahun sebelumnya, pada usia 41 tahun, dia mengalami sebuah kecelakaan parah yang membuatnya tidak bisa mengerjakan apa-apa selama 3 tahun, ditinggalkan oleh istrinya, kehilangan segalanya, dan menjadi gembel.

Pada usia 44 tahun, Ivan bangkit kembali dari keterpurukannya dan menjadi seorang movivator pengembangan kepribadian, penulis buku, dsb. Di sela kesibukannya yang mendatangkan uang, Ivan membagikan pengetahuan dan keahliannya secara gratis kepada banyak orang, antara lain yang pernah saya saksikan adalah kepada para anggota Profesional Pengangguran (Unemployed Professionals).

Irene Coombs
Irene adalah seorang manula tetangga Ivan yang bahkan hampir 10 tahun lebih tua dari Ivan. Hal yang lucu bagi saya adalah setiap kali melihat dia menyapa Ivan dengan "Ivan boy" yang bisa bermakna "dik Ivan" atau bahkan "nak Ivan."

Pada waktu itu, Irene dan suaminya sudah pensiun dan "menikmati hari tua" mereka dengan melakukan kegiatan sehari-hari yang menyenangkan mereka, menanam bunga, memasak makanan secara bergiliran atau berduaan, dan kegiatan lainnya. Irene saya juluki "Nyonya kue muffin Jumat" karena setiap hari Jumat dia mengantarkan kue buatannya ke rumah Ivan.

12 tahun setelah saya kembali ke Indonesia, pada 13 Januari 2013, Ivan menghembuskan nafas terakhirnya setelah beberapa bulan dioperasi jantung untuk ke-4 kalinya. Sampai sebelum dia diopname di rumahsakit, Ivan tidak pernah pensiun.

Belakangan saya mendengar dari istri ke-2 Ivan, Dagny, bahwa Irene sudah dimasukkan ke panti jompo setelah suaminya meninggal.

Sekarang, bahkan saya tidak pernah lagi mendengar kabar Irene maupun Dagny.

Saya melihat pensiun sebagai pedang bermata 2 dan sangat tergantung pada bagaimana kita menyikapinya, membuat perencanaan yang tepat entah tidak pensiun seperti Ivan atau pensiun seperti Irene.

Saya ajak pembaca sekalian untuk mengambil esensi pensiun berdasarkan uraian di atas:
1. Pada zaman ketika harapan hidup hanya 26-40 tahun, pensiun atau tidak, banyak orang yang sudah tidak bekerja di atas usia 40 tahun. Yang masih hidup dan tetap bekerja mengalami masalah kesehatan terkait keterbatasan teknologi penanganan penyakit pada masa itu.

2. Dengan meningkatnya harapan hidup dan berpatokan pada pensiun, katakanlah pada usia 65, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membuat perencanaan sebelum usia itu adalah:

Terus bekerja (seperti Ivan di atas). Masalahnya kalau sebelumnya kita adalah seorang pekerja, apa masih ada perusahaan yang mau mempekerjakan kita? Jika tidak, apakah kita bisa bekerja bekerja dari rumah (WFH)?

Pensiun dan menikmati hari tua, namun kita harus telah menyimpan cukup sumberdaya finansial yang memastikan bahwa kita tidak akan mengalami kesulitan setelah pensiun.

Di sini saya lihat bahwa Ivan dan Irene tidak perlu mengeluarkan biaya apa-apa jika hendak menikmati fasilitas publik yang disediakan oleh pemerintah AS, 1 contoh adalah ke objek wisata. Jadi yang perlu mereka persiapkan adalah kebutuhan mendasar: sandang, pangan, dan papan. Biaya pengobatan ketika sakit sangat bergantung kepada kebijakan masing-masing pemerintah.

3. Jika sudah berusia 65, tentunya kita tidak bisa lagi melakukan kegiatan secara prima. Kegiatan ringan yang menurut pengamatan saya bisa membuat badan sehat adalah berpikiran tenang, banyak melakukan kegiatan fisik yang ringan, misalnya, jika memang disenangi, membaca maupun menulis (antara lain di Kompasiana), dan, kalau bisa, sebagian dari kegiatan itu itu menghasilkan setidaknya tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan dan memperlama usia pemakaian uang dalam tabungan.

Yang lebih penting lagi, mengatur waktu berkualitas dengan anak maupun cucu (jika punya).

4. Banyak berinteraksi secara positif dengan orang-orang yang positif bisa membantu mencegah depresi. Intinya, pikiran tidak diisi dengan hal-hal yang membebani.

Ada pepatah China yang berbunyi "Xinqing hao, bing jiu pao" (Jika pikiran tenang, penyakit pun lari meninggalkan kita).

Kepustakaan:
Diary Johan Japardi.

Jonggol, 7 Agustus 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun