Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Fisika untuk Hiburan 48 (Cahaya): Manusia Tidak Kasat Mata Itu, Buta

5 Agustus 2021   09:14 Diperbarui: 5 Agustus 2021   23:29 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pidan dengan warna-warna yang berbeda. Sumber: n.sinaimg.cn

Pidan (baca: phitan), telur yang diawetkan, dalam bahasa Inggris disebut century egg (harf. telur seabad). Telur ini transparan tetapi kasat mata.

Pidan dengan warna-warna yang berbeda. Sumber: n.sinaimg.cn
Pidan dengan warna-warna yang berbeda. Sumber: n.sinaimg.cn

Preparat Transparan 
Transparan (transparent) dan tidak kasat mata (invincible) adalah 2 istilah yang berbeda. Perbedaannya akan kita ulas dalam artikel ini, yang masih merupakan topik Cahaya dari Fisika untuk Hiburan.

Sepuluh tahun setelah novel The Invisible Man karya H.G. Wells diterbitkan, ahli anatomi Jerman, Prof. Werner Spalteholtz, mengaplikasikan gagasan Wells, bukan pada organisme hidup tetapi preparat (sediaan) spesimen mati. Sekarang ini preparat transparan organ dan bahkan seluruh hewan yang dibuat oleh Spalteholtz bisa dilihat di banyak museum.

Catatan:
Salah satu karya Spalteholtz yang sama tuanya dengan novel Wells (lebih dari 1 abad) bahkan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Binarupa Aksara, yaitu buku Atlas Berwarna Anatomi Kedokteran.

Secara singkat, metode pembuatan preparat transparan yang dikembangkan oleh Spalteholz pada 1911 adalah sebagai berikut:
Setelah perlakuan pemutihan dan pencucian, spesimen direndam dengan larutan  metilsalisilat dalam stoples.

Namun, preparat yang dibuat oleh Spalteholz itu tidak transparan sepenuhnya, karena jika preparat itu tidak kasat mata, malah akan menyulitkan si ahli anatomi itu, walaupun transparansi penuh bisa dia capai. (Inilah keadaan dalam eksperimen ilmiah di mana sesuatu yang bisa dilakukan tidak dilakukan karena berbagai alasan).

Ini tentu saja jauh dari impian Wells tentang seorang manusia hidup yang demikian transparan sehingga benar-benar tidak kasat mata. Pertama, karena kita harus tahu cara menangani jaringan hidup dengan cairan transparan tanpa melanggar fungsi organik. Kedua, karena preparat Spalteholtz transparan tapi kasat mata.

Preparat itu menjadi tidak kasat mata hanya ketika direndam dalam cairan dengan indeks bias yang bersesuaian, atau tidak kasat mata di udara, hanya jika indeks biasnya sama dengan indeks bias udara (yang ini yang belum bisa kita capai).

Namun mari kita bayangkan sejenak bahwa suatu hari kelak kita akan bisa melakukan hal ini dan mewujudkan impian Wells.
Wells sangat teliti, sehingga orang tidak bisa tidak mempercayai dia dan tesisnya bahwa seorang manusia yang tidak kasat mata pastilah manusia yang paling kuat. Ini sama sekali tidak demikian. Ada satu hal yang diabaikan oleh Wells.

Apakah Manusia Tidak Kasat Mata Bisa Melihat?
Seandainya Wells pernah mengajukan pertanyaan ini pada dirinya sendiri sebelum dia memulai novelnya, kita tidak akan pernah merasakan kesenangan membaca naratifya yang mencekam itu.

Mengapa demikian? Karena si manusia tidak kasat mata itu pastilah seorang yang......... buta!
Mengapa manusia tidak kasat mata tidak terlihat? Karena setiap bagian tubuhnya, termasuk matanya, dibuat transparan dan memiliki indeks bias yang identik dengan udara.

Sekarang mari kita mengingat kembali fungsi mata. Badan bening (crystalline vitreous humour) dan bagian mata lainnya membiaskan cahaya sehingga menghasilkan citra retina dari objek di sekitarnya. Akan tetapi, ketika indeks mata dan udara sama, satu-satunya penyebab pembiasan tidak ada lagi.

Lewat dari satu medium ke medium lain dengan indeks bias yang sama, cahaya tidak akan mengubah arahnya dan, akibatnya, sinarnya tidak akan bisa terkonsentrasi di satu titik.

Cahaya akan melewati mata manusia tidak kasat mata tanpa halangan, sinarnya tidak akan dibiaskan atau dipantulkan. Karena tidak ada pigmen yang menimbulkan sensasi cahaya, sinar cahaya harus membawa beberapa perubahan bahkan yang paling tidak penting, atau, dengan kata lain, melakukan fungsi tertentu dalam mata.

Akibatnya, setidaknya sebagian dari sinar harus dipantulkan. Mata yang benar-benar transparan secara alami tidak akan bisa mengendalikan sinar, jika bisa maka mata tidak akan transparan.

Semua makhluk yang menggunakan transparansi sebagai pelindung memiliki mata yang tidak sepenuhnya transparan.

"Tepat di bawah permukaan laut," tulis ahli kelautan terkenal Murray, "kebanyakan hewan transparan dan tidak berwarna.... Ketika diambil dari jaring penarik, hewan-hewan ini hanya bisa dibedakan dengan mata kecil yang hitam, darah yang tidak mengandung hemoglobin, dan seluruh tubuh yang sangat transparan."

Singkatnya:
Seorang manusia tidak kasat mata tidak melihat apa-apa. Dia tidak akan mendapatkan manfaat dari semua kelebihan yang dia miliki. Dia harus meraba-raba dalam kegelapan meminta sedekah yang tidak bisa diberikan oleh siapa pun, karena dia melihat semua orang tetapi dia sendiri tidak kelihatan.

Alih-alih manusia paling kuat, yang akan kita lihat dalam novel Wells adalah seorang cacat tak berdaya yang ditakdirkan untuk kehidupan yang menyedihkan. (Kemungkinan besar Wells sengaja menghilangkan poin ini. Dalam fiksi ilmiahnya, dia sering dengan sengaja mengaburkan cacat dasar dengan banyak detail realistis. Dalam kata pengantar novelnya, dia langsung mengatakan bahwa segera setelah trik ini dilakukan, segala sesuatu yang lain harus dibuat tampak umum dan hidup. Seseorang harus bukan mengandalkan kekuatan logika, tetapi kekuatan ilusi yang diciptakan.)

Dengan kata lain, jika kita menginginkan topi tidak kasat mata, akan sia-sia jika kita meniru Wells, bahkan hasil yang sukses akan membuat kita sangat menyesal.

Catatan:
Agar bisa benar-benar memahami artikel Fisika untuk Hiburan nomor 46, 47, dan 48 ini, Anda saya sarankan untuk membaca dengan cermat.

Kepustakaan:
1. Perelman, Y., Physics for Entertainment, Book 2, Shkarovsky, A. (Transl.), Foreign Language Publishing House, Moscow, 1936.
2. Diary Johan Japardi
3. Berbagai sumber daring.

Jonggol, 5 Agustus 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun