Para penjelajah mengklaim bahwa beberapa suku Afrika memiliki sistem sinyal bunyi yang sangat baik, sehingga bisa dikatakan bahwa mereka memiliki telegraf yang jauh lebih baik daripada telegraf optik (sistem semaphore) yang digunakan di Eropa sebelum telegraf listrik diperkenalkan.
Telegraf Tom-Tom ini pernah disebutkan dalam sebuah majalah. R. Hasselden, seorang arkeolog Museum Inggris, sedang mengunjungi kota lbada di jantung Nigeria.
Di Ibada, ketukan telegraf Tom-Tom yang stabil dan ritmis bisa terdengar siang dan malam. Suatu pagi Hasselden mendengar orang-orang berkulit hitam dengan bersemangat bercakap-cakap di antara mereka sendiri.
Hesselden menanyakan apa yang telah terjadi dan seorang sersan mengatakan kepadanya bahwa "sebuah kapal besar milik orang berkulit putih telah tenggelam dan banyak orang berkulit putih yang binasa."
Hasselden tidak mengindahkan jawaban yang pada saat itu dia anggap sebagai sebuah rumor. Namun, 3 hari kemudian dia menerima telegram (yang sempat tertunda karena komunikasi yang terputus) tentang bencana yang menimpa kapal Lusitania.
Hasselden pun kemudian menyadari bahwa selentingan orang berkulit hitam itu benar adanya dan bahwa Telegraf Tom-Tom itu telah mengirimkan "sinyal" dalam bahasa gendang mulai dari Kairo sampai ke Ibada.
Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa suku-suku yang menyampaikan berita itu berbicara dalam dialek yang sama sekali berbeda dan beberapa di antara suku-suku itu bahkan sedang berperang satu sama lain.
Telegraf Tom-Tom, sebuah alat dengan teknologi kuno yang penuh keterbatasan, namun pernah sangat bermanfaat di zamannya, bagi orang-orang yang tahu menggunakannya, walau dengan susah payah.
Kepustakaan:
1. Perelman, Y., Physics for Entertainment, Book 2, Shkarovsky, A. (Transl.), Foreign Language Publishing House, Moscow, 1936.
2. Diary Johan Japardi
3. Berbagai sumber daring.
Jonggol, 3 Agustus 2021
Johan Japardi