Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Fisika untuk Hiburan 16 (Resistansi Atmosfer): Peluru dan Udara

29 Juli 2021   16:11 Diperbarui: 29 Juli 2021   16:32 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangkauan berubah jika mulut meriam jarak jauh dimiringkan pada sudut yang berbeda. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 52.

Setiap pembelajar fisika SMA tahu bahwa udara menghalangi peluru untuk terbang, namun hanya sedikit yang tahu betapa besar rintangan itu. Kebanyakan orang berpikir bahwa udara atau lingkungan "lembut" yang biasanya tidak pernah kita rasakan itu, tidak bisa benar-benar menghalangi peluru senapan yang terbang dengan cepat.

Penerbangan peluru di udara dan dalam ruang hampa. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 51.
Penerbangan peluru di udara dan dalam ruang hampa. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 51.

Kurva besar adalah lintasan yang dilalui ketika tidak ada atmosfer. Kurva kecil di sebelah kiri adalah lintasan yang sebenarnya.

Akan tetapi, satu pandangan sekilas pada gambar di atas akan membuat Anda menyadari bahwa udara menempatkan resistansi yang cukup besar pada jalannya peluru.

Kurva besar menunjukkan lintasan yang akan dilalui peluru jika tidak ada udara. Dalam hal ini, setelah terbang dari senapan yang dimiringkan pada 45, dan dengan kecepatan awal 620 m/s, peluru itu akan melintasi kurva besar setinggi 10 kilometer dan terbang sejauh hampir 40 km. Namun sebenarnya peluru itu terbang hanya 4 km, melalui kurva kecil yang hampir tidak terlihat, yang berdampingan dengan kurva pertama. Itulah resistansi udara, hambatan udara.

Bertha Besar
Pada 1918, menjelang berakhirnya Perang Dunia Pertama, Jerman pertama kali mempraktikkan pemboman artileri jarak jauh dari jarak 100 kilometer atau lebih, ketika pesawat Prancis dan Inggris menghentikan serangan udara Jerman.

Jangkauan berubah jika mulut meriam jarak jauh dimiringkan pada sudut yang berbeda. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 52.
Jangkauan berubah jika mulut meriam jarak jauh dimiringkan pada sudut yang berbeda. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 52.

Pada contoh dengan sudut 1, proyektil menyerang titik P, sudut 2, titik P', tetapi dengan sudut 3, proyektil terbang lebih jauh saat melewati lapisan udara stratosfer yang tipis.

Secara kebetulan, para penembak Jerman bisa menggunakan metode penemuan yang benar-benar baru itu untuk menembaki ibu kota Prancis, yang saat itu berjarak setidaknya 110 km dari garis depan.

Dengan menembakkan proyektil dari senjata artileri jarak jauh yang berukuran besar (Howitzer), yang dimiringkan pada sudut yang lebar, mereka secara tak terduga menemukan bahwa proyektil itu bisa terbang sejauh 40 km, bukan 20 km.  

Ketika sebuah proyektil ditembakkan dengan sudut tajam ke atas dan kecepatan awal yang besar, peluru itu mencapai lapisan atmosfer yang sangat tipis, di mana resistansi udaranya agak lemah. Di sini proyektil itu terbang cukup jauh, sebelum membelok tajam untuk jatuh kembali ke bumi lagi.

Gambar di atas mengilustrasikan perbedaan besar dalam lintasan pada berbagai sudut laras senapan. Ini menjadi prinsip dasar senapan jarak jauh yang dirancang Jerman untuk membombardir Paris dari jarak 115 km.

Bertha Besar. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 53.
Bertha Besar. Sumber: buku Physics for Entertainment, Book 1, hlm. 53.

Senapan yang dinamakan Bertha Besar (Big Bertha) itu menembakkan lebih dari 300 proyektil ke Paris sepanjang musim panas 1918.

Belakangan diketahui bahwa Bertha Besar terdiri dari tabung baja yang sangat besar dengan panjang 34 meter dan tebal 1 meter. Tebal dinding bagian belakangnya adalah 40 cm. Senapan itu sendiri memiliki berat 750 ton. Selongsongnya yang berbonot 120 kg memiliki panjang 1 meter dan tebal 21 cm.

Setiap tembakan membutuhkan 150 kg bubuk mesiu yang mengembangkan tekanan 5.000 atmosfer, mengeluarkan selongsong dengan kecepatan awal 2.000 m/s.

Karena sudut elevasinya 52, selongsong tersebut melintasi busur yang sangat besar, mencapai titik tertinggi di stratosfer, yaitu 40 km di atas tanah. Hanya butuh 3,5 menit untuk mencapai Paris, 115 km, dan 2 menit dihabiskan di stratosfer.

Bertha Besar adalah senapan jarak jauh pertama dalam sejarah, cikal bakal artileri jarak jauh modern.

Semakin besar kecepatan awal proyektil atau selongsong, semakin besar resistansi yang diberikan oleh udara, yang berbanding kurus dengan kuadrat, kubik, dst., dari kecepatan.

Catatan:
1. Pada 1900 pabrik persenjataan Alfred Krupp di Essen, Jerman, mulai membangun howitzer 350 mm yang bisa menembakkan peluru seberat 360 kg lebih dari jarak 9,1 km.
2. Pada 1908 Angkatan Darat Jerman meminta Gustav Krupp untuk membuat versi yang lebih baik dari senjata ini dengan kemampuan menghancurkan benteng terberat.
3. Pada 1912 Krupp telah menghasilkan senjata 420 mm yang menembakkan peluru seberat 950 kg lebih dari 14,6 km. Karena beratnya 175 ton, senjata itu dirancang untuk diangkut dalam 5 bagian dengan kereta api dan dirakit di lokasi penembakan.
4. Pada 1914 perusahaan itu memproduksi howitzer seluler seberat 43 ton yang bisa  menembakkan selongsong seberat 1 ton sejauh 14,5 km. Diangkut dengan traktor Daimler-Benz, dibutuhkan 200 awak, dan lebih dari 6 jam untuk merakitnya kembali di lokasi. Howitzer inilah yang dinamakan Bertha Besar (Bertha adalah nama istri Gustav Krupp).

Untuk perkembangan selanjutnya dari Bertha Besar, lihat uraian di atas.

Kepustakaan:
1. Perelman, Y., Physics for Entertainment, Book 1, Shkarovsky, A. (Transl.), Foreign Language Publishing House, Moscow, 1936.
2. Diary Johan Japardi
3. Berbagai sumber daring.

Jonggol, 29 Juli 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun