Karena hari ini saya mendapat gagasan untuk membicarakan tentang niche market, maka saya pun memulai dengan menulis artikel: K-Car si Pengambil Niche Market. Definisi niche market bisa Anda baca di dalam artikel tersebut.
Saya mengamati bahwa orang Jepang sangat memperhatikan hal yang sekecil-kecilnya sehingga luput dari perhatian banyak orang lain. Saya yang sesekali berbelanja ke toko Daisho, Miniso dll bisa melihat hal ini, dan membeli produk-produk yang kecil tapi belum terpikiran untuk diproduksi oleh produsen lain.
Beberapa orang teman pernah mengomentari tentang kamar mandi saya yang di lantai bawah yang menurut mereka terlalu kecil, karena saya bagi dari 1 menjadi 2 kamar mandi. Saya katakan bahwa mereka belum bandingkan saja dengan kamar mandi di dalam apartemen di Tokyo, dan belakangan mereka baru menyadari hal ini setelah ada apartemen studio yang dipasarkan di Jakarta dengan ukuran 14 meter persegi (kira-kira 4 x 3,5 meter). Semuanya adalah karena pengadaptasian yang kita buat, luas atau sempit itu relatif. Bagaimana pula dengan ukuran toilet di dalam pesawat terbang?
Saya menduga bahwa pemerhatian orang Jepang dimulai dari rumah mereka masing-masing. Di dalam rumah tradisional Jepang biasanya terdapat sebuah tokonoma, yaitu sebuah niche atau alcove (ceruk) atau sebidang kecil dari ruang, yang menjadi titik pusat perhatian di dalam sebuah washitsu atau ruang bergaya Jepang. Tokonoma hanya ada di dalam washitsu yang dianggap sebagai washitsu utama (washitsu untuk menerima tamu), dengan tujuan menunjukkan keramahtamahan kepada para tamu yang datang.
 Â
Kenapa tokonoma yang kecil itu bisa menjadi pusat perhatian? Karena tokonoma ini diisi dengan benda-benda yang sangat penting, bermanfaat, dekoratif, dan artistik.
Kita lihat sebuah konsep tokonoma yang minimalis:
1. Menempatkan benda-benda dekoratif khusus dalam sorotan, alih-alih membuatnya bersaing untuk mendapatkan perhatian dengan lusinan lainnya
2. Digunakan untuk perayaan musiman dan penikmatan anugerah alam.
3. Membatasi jumlah benda-benda dekoratif yang dipajang, untuk mencegah penumpukan yang berlebihan.
4. Jika diputar, benda-benda dekoratif akan menampilkan keindahan dari sudut yang berbeda.
Sejarah Singkat Tokonoma
Gaya Tokonoma yang kita lihat sekarang ini mulai berkembang pada masa Muromachi (1336-1573), seiring dengan berkembangnya jenis-jenis kesenian seperti Ikebana atau Kado (seni merangkai bunga bergaya Jepang), Chado (seni meminum teh bergaya Jepang), dan Noh (bentuk utama drama musikal bergaya Jepang klasik).
Awalnya, Tokonoma dikembangkan untuk menempatkan tiga isian altar Buddha; jambangan bunga, tempat lilin, dan tempat dupa. Selain itu, di dalam sebuah Shoin (ruang menggambar), terdapat tokonoma untuk menulis dan menggambar, dan Chigai-dana (rak bertingkat), yang semuanya didesain dengan gaya yang ketat.
Di dalam kedai teh terdapat sebuah tokonoma yang berbeda dengan Shoin, yang  memungkinkan gaya desain yang lebih bebas dan menjadi semacam pameran untuk mengekspresikan musim yang berbeda.
Tokonoma yang kita lihat di rumah-rumah Jepang hari ini mewarisi semangat gaya untuk menjamu tamu dengan bunga musiman, tanaman, dan lukisan gulungan.
Pada periode Edo (1603-1868), signifikansi Tokonoma telah berubah sejak para Samurai membangun tokonoma untuk menyombongkan kekuasaan mereka. Baru setelah periode Meiji (1868-1912), orang-orang biasa mulai membangun Tokonoma di rumah mereka. Ketika kedatangan tamu penting, tamu ini dipersilahkan duduk di depan Tokonoma.
Desain Tokonoma
Tokonoma terdiri dari Otoshigake (batang di bagian atas), Tokobashira (tiang), Tokogamachi (papan vertikal yang menghubungkan tokonoma tanpa bingkai ke lantai) yang melingkari Tokonoma. Desain ini memungkinkan cahaya masuk dari Shoin dan melewati Shoji (layar geser tembus pandang), dan memiliki efek pencahayaan yang tidak langsung dan lembut. Jika melihat ke bagian atas tokonoma, ada dinding kecil yang membuat bayangan dan memberikan kedalaman. Ini memungkinkan lukisan gulungan terlihat tiga dimensi.