Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perspektif Saya tentang Personal Branding Development sebagai Kompasianer

13 Juni 2021   04:46 Diperbarui: 13 Juni 2021   05:00 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Personal Branding

Terlebih dulu, saya mau menanyakan, apakah personal branding itu perlu? apakah perlu dikembangkan? Semuanya tergantung perspektif masing-masing orang, dalam hal ini Kompasianer.

Jadi yang saya tulis dalam artikel ini adalah Perspektif Saya tentang Personal Branding Development sebagai Kompasianer, dan bukan untuk dijadikan semacam acuan bagi para Kompasianer lain, Anda semua unik dan memiliki perspektif masing-masing yang unik pula.

Sebuah kisah untuk direnungkan:
Pada suatu hari, Edward yang biasa diberi tugas keluar kota oleh perusahaannya, hendak pulang ke rumah setelah semua agendanya di sebuah kota lain dia tuntaskan.

Di dalam sebuah taksi yang mengantarkan dia ke bandara, dia berpikir: "Kali ini aku pulang, sudah kutargetkan, selama seminggu sebelum keluar kota lagi, saya sekarang menargetkan frekuensiku bertengkar dengan isteriku maksimum hanya 3 kali sehari, kalau bisa 2 kali atau bahkan 1 kali. Kalau nol, mempertimbangkan situasi dan kondisi pernikahan kami, kalau pun  tidak saya katakan mustahil, tapi sangat tidak realistis.

Edward adalah seorang eksekutif yang highy organized (sangat tertib), apa-apa dia tuangkan dalam bentuk rencana. Itulah perspektif yang sudah built-in di dalam diri Edward, dan sekarang perspektif saya:

Menulis di Kompasiana adalah salah satu dari sekian banyak kegiatan harian saya, dan saya bisa mengalokasikan semakin banyak waktu untuk menulis di Kompasiana karena sedang  Bekerja dari Rumah (Work from Home/WHF) di Kantor Kecil Kantor Rumahan (Small Office Small Home Office/SOHO) saya.

Seperti yang saya sebutkan dalam beberapa artikel saya sebelumnya, sebelum mengerjakan sesuatu, yang menjadi pertimbangan saya adalah YA atau TIDAK, dengan segala konsekuensinya masing-masing. YA dan TIDAK mustahil bisa berlaku sekaligus dalam waktu yang sama. Dalam hal menulis, pertimbangan saya adalah:

1. Kalau aku tidak bisa menulis, sebaiknya aku jangan nulis.
Kalau aku tidak ikhlas menulis, sebaiknya aku jangan nulis.
Kalau aku tidak bahagia sebelum dan sesudah menulis, sebaiknya aku jangan nulis.
Tujuanku menulis: tulisanku menunjukkan kualitasku dalam mengolah rasa menjadi karya tulis, bermanfaat bagiku maupun sebanyak- banyaknya orang yang membacanya.

2. Apa perlu aku pikirkan segala hal yang terjadi setelah artikelku tayang? Tidak perlu.
Kenapa? Karena akan berpotensi membuatku pusing dan..................tidak bahagia.
Lihat artikel saya: Selamat Berbahagia Setelah Menulis: Sebuah Cerpens.

Berangkat dari 2 pertimbangan inilah saya menayangkan semua artikel saya. Lalu apa kaitannya dengan personal branding saya?

Saya pikir, tanpa direncanakan pun, jika saya menulis dengan mengambil keputusan untuk menulis dan prasyarat menulis di atas, dengan sendirinya, pada waktunya, personal branding yang menjadi karakteristik pribadi saya akan semakin dikenal para pembaca saya, atau dengan perkataan lain rencana pengembangan personal branding itu sudah tercakup dalam grand design seluruh kegiatan harian saya.

Bagi saya personal branding diri saya yang diketahui oleh anak saya, utamanya Putri Natalia yang sudah semakin dewasa, sudah lebih dari cukup bagi saya. Jadi saya tidak merasa perlu membuat rencana dan mengembangkan personal branding saya, biarlah dia berkembang sendiri. Yang harus saya pastikan adalah tidak keluar dari jalur yang sudah saya pertimbangkan sematang-matangnya sebelum menulis.

Saya mau menyemangati rekan-rekan Kompasianer untuk menulis sebanyak-banyaknya artikel jika punya waktu senggang dan dalam keadaan bahagia, karena seperti yang saya katakan sebelumnya, "Kualitas berbanding terbalik dengan kuantitas" itu tidak tepat dijadikan pedoman, tetapi "Kualitas berbanding terbalik dengan eksesivitas," yang esensinya saya serap dari parenting yang saya amalkan: dalam hal makan, perbolehkan anak makan banyak, tapi tidak berlebihan."

Selama hampir 2,5 bulan menulis di Kompasiana, saya juga sudah mengenal semakin banyak Kompasianer lain dengan personal branding unik masing-masing, yang semakin menambah suasana meriah di dalam rumah besar kita semua, Kompasiana.

Inilah bunyi peribahasa Belanda: Hoe meer zielen, hoe meer vreugd (Semakin banyak orang, semakin banyak pula sukacita) dalam artikel saya: Peribahasa dalam Beberapa Bahasa untuk Pergaulan.

Tanamlah apa yang Anda rencanakan akan Anda tuai.

Mudah-mudahan Perspektif Saya tentang Personal Branding Development sebagai Kompasianer bisa mendatangkan sebanyak-banyaknya manfaat bagi sebanyak-banyak orang.

Jonggol, 13 Juni 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun