Pantun ini menunjukkan rencana sebelum pergi merantau dan apa prioritasnya.
Akan tetapi: Buruk muka cermin dibelah (Seseorang yang menyalahkan keadaannya yang buruk kepada orang lain, padahal kesalahannya sendirilah yang menyebabkan keadaannya).
Di Sumatera Utara peribahasa ini diucapkan dengan kocak: Tak pandai menari, lantai yang disalahkan tak rata.
Lalu ada sebuah teka-teki kocak yang memiliki karakteristik peribahasa: Ditembak lantai kena hidung, apakah itu? Jawabannya: Buang angin.
Atau: Pukul anak sindir menantu (Memarahi, menegor atau menasehati seseorang padahal yang dituju adalah orang lain).
Mengantisipasi Akibat dari Sebuah Sebab
Bagai buah simalakama, dimakan ayah mati, tak dimakan ibu mati, yang pernah saya katakan sudah diperhalus oleh orang Tanjungbalai Asahan yang sangat menghormati orangtua itu, menjadi sebuah syair 2 baris (saya terjemahkan dari dialek Melayu):
Buah kedekak buah kedekik,
Dimakan ayah pekak, tak dimakan ibu bertungkik.
Jadi, pilih makan atau tidak makan?
Ralph Waldo Emerson mengatakan: Shallow men believe in luck, strong men believe in cause and effect (Orang yang dangkal percaya pada keberuntungan, orang yang tangguh pada sebab dan akibat).
Dan Albert Einstein mengatakan: Scientific research can reduce superstition by encouraging people to think and view things in terms of cause and effect (Penelitian ilmiah bisa mengurangi takhayul dengan mendorong orang untuk berpikir dan melihat segala sesuatu dari segi sebab dan akibat).
Menghilangkan Sebab agar tidak Terjadi Akibat
Dalam bahasa Mandarin: Jianchao chugen, mengya bufa (Cabutlah rumput sampai ke akar-akarnya, maka tunasnya tidak akan tumbuh lagi).
Peribahasa: Kalau kail panjang sejengkal, jangan laut hendak diduga (Kalau belum mempunyai banyak ilmu pengetahuan/pengalaman jangan dicoba berlawanan dengan orang yang pandai) masih relavan untuk saya masukkan dalam tema sebab dan akibat, karena ada akibat jika peribahasa ini dilanggar, yakni kesia-siaan, bagaikan: Mencari jarum dalam tumpukan jerami.