Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peribahasa Dalam Beberapa Bahasa untuk Pembelajaran

9 Juni 2021   05:21 Diperbarui: 9 Juni 2021   05:32 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembelajaran

Wah, akhirnya, selain Topik Pilihan Ini Lho Buku Kesayanganku Saat Masih Anak-anak, Dijodohkan, Gengsi Atau Butuh?, Lingkungan Kerja Toksik, Dari Rasa Jadi Karya,  Pendidikan Pancasila, Cara Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga, dan kini hadir juga: Yuk Belajar Peribahasa. 

Salut buat kepiawaian dan kejelian jajaran editor Kompasiana dalam menentukan Topik Pilihan. Kejelian ini terlihat oleh saya dalam penentuan judul Topik Pilihan Yuk Belajar Peribahasa yang tidak dibatasi hanya dalam bahasa Indonesia, yang saya yakin atas dasar berpikir seperti yang saya ulas di bawah.

Saya, yang dilahirkan di sebuah kota kecil, Tanjungbalai Asahan, sebuah  daerah pesisir Melayu, sudah sejak kecil akrab dengan peribahasa. Dengan belajar semakin banyak bahasa, baik bahasa asing maupun daerah, saya juga mempelajari peribahasa dalam berbagai bahasa, yang tampak dalam banyak artikel saya sebelumnya. Kali ini saya tidak mencantumkan tautan ke artikel-artikel saya yang lain, yang berisi peribahasa-peribahasa itu.

Keyakinan saya adalah bahwa peribahasa masing-masing suku atau bangsa di dunia merupakan kristalisasi dari kearifan mereka masing-masing, namun berisi kebenaran universal yang bisa diambil dan diaplikasikan oleh suku atau bangsa apa saja.

Aplikasi Peribahasa dalam Pembelajaran
Rajin pangkal sukses, yang saya perluas dari: Rajin pangkal pandai.
(Rajin pangkal pandai, kalau sudah pandai harus tetap rajin agar sukses).

Supaya pandai, rajinlah dalam belajar, bukan yang lain, yang dalam pepatah Karo:
Kalak lawes ku bulan, kita lawes erlajar. (Biar orang lain sudah bisa pergi ke bulan, mari kita pergi belajar).

Dan ucapan arif dari orangtua kita, Wak Uteh Tanjungbalai Asahan:
Jangan kito asyik batimang, karojo kito tidak manjadi. (Jangan kita hanya berleha-leha, pekerjaan kita tidak selesai).

Kearifan semua peribahasa ini bisa dirangkum ke dalam sebuah kata sekaligus akronim Jawa: ngelmu, angel sadhurunge ketemu (Hakekat menuntut ilmu: susah didapat sebelum dapat, kalu sudah dapat, tuntut lagi ilmu yang lain).

Ini sejalan dengan peribahasa dalam cersil: Dalam dunia persilatan, yang paling ditakuti bukan 10.000 jurus yang masing-masing dilatih 1 kali, tapi 1 jurus yang dilatih 10.000 kali.

Pentingnya buku dan media cetak lainnya sebagai sumber pembelajaran bisa saya ambil dari ucapan seorang teman saya yang mengandung kearifan ala peribahasa: Kalau kau menjumpai sebuah majalah bekas di jalan, kutiplah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun