Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sila Ke-2 dalam Keluarga

2 Juni 2021   07:41 Diperbarui: 2 Juni 2021   07:59 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Neraca.

Sambil terus meningkatkan pemahaman dan pengamalan sila dasar segala dasar, Ketuhanan Yang Maha Esa, mari kita sambut sila ke-2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang saya batasi dulu dalam lingkup keluarga.

Kata "adil" dalam sila ke-2 ini diperluas dalam sila ke-5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, jadi konsisten dengan urutan Pancasila sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjalani keseharian hidup mulai dari pribadi demi pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa Indonesia.

Sila ke-2 ini bahkan diaplikasikan lebih luas lagi, ke dunia. Ini terlihat dari Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:

Alinea pertama: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
dan
Alinea ke-4: ..........., dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, .......................

Keadilan bermakna keseimbangan, seperti keseimbangan dalam sebuah neraca. Bahasa Inggris dengan jelas menunjukkan hal ini dari pendefinisian kata "balance," bisa keseimbangan bisa pula neraca.

Sila pertama adalah dasar bagi sila ke-2, atau dalam penimbangan, sebuah pedoman atau tetapan  yang tanpanya penimbangan yang seimbang atau adil  tidak bisa dicapai, yakni percepatan oleh gaya tarik bumi, dan kalibrasi neraca itu sendiri.

Penimbangan dengan neraca menggunakan anak timbangan dan benda yang hendak ditimbang. Demikian pula, penyeimbangan keadilan melibatkan dua belah pihak, si pemberi dan si penerima keadilan.

Neraca yang digunakan juga bervariasi menurut benda yang hendak ditimbang. Neraca untuk emas digunakan untuk menimbang emas dan neraca untuk besi tua digunakan untuk besi tua, tidak bisa saling dipertukarkan.

Saya beri contoh pemberi keadilan itu saya sendiri dan penerima keadilan Putri dan Eca, putri sulung dan putri bungsu saya.

1. Baju Baru
Putri lebih sering saya belikan baju baru ketimbang adiknya. Ini tentu saja tidak bisa menghindari timbulnya perasaan tidak diperlakukan dengan adil oleh Eca. Solusinya? Eca saya beri pemahaman bahwa:

- Kebutuhan sang kakak lebih banyak, buktinya uang jajan harian kakak saja lebih banyak. Sama rata sama rasa itu lebih tepat dimaknai sebagai sama adil sama rasa. Besaran uang jajan kakak itu adalah adil bagi kakak maupun adik yang cuma mendapat, katakanlah cuma setengahnya, rasa bagi kakak maupun adik sama.

- Sering baju serupa tidak tersedia dalam ukuran adik. Demikian juga ketika saya hendak membeli baju adik, ukuran untuk kakaknya tidak tersedia.

- Kakak tidak pernah merasa diperlakukan secara tidak adil ketika hanya adiknya yang dibelikan baju, atau ukulele dan sepatu roda, yang memang tidak dia minati. Jadi adik jangan memandang dari jumlah total baju yang dibelikan, tapi dari keadilan yang sama-sama dirasakan oleh kakak maupun adik.

2. Biola
Kakak saya belikan sebuah biola yang sangat bagus, adik menunjukkan tanda-tanda juga kepingin punya biola. Saya menasehati adik untuk menunggu, karena waktunya belum tepat bagi dia untuk memiliki sebuah biola, dengan alasan:

- Agar kakaknya saja yang duluan saya ajari, dibanding dengan kalau adik juga dibelikan, saya akan lebih repot, utamanya dalam membagi waktu, dan ini tidak adil bagi saya. Setahun kemudian, barulah adik saya belikan biola. Lantas siapa yang mengajari dia? Kakaknya. Adil bagi kakak, adik, dan saya sendiri.

3. Perpustakaan
Dengan pemahaman adik yang sudah tumbuh karena pembelajaran no. 1 dan 2 di atas, tanpa diberi pengarahan lebih lanjut, adik menumpang simpan buku koleksinya di perpustakaan pribadi kakak. Dia pun bebas membaca buku koleksi kakaknya kalau dia mau. Agar adik bisa memiliki stempel perpustakaan sendiri, dia tanpa diajari menyabarkan diri untuk menunggu sampai koleksi bukunya harus disimpan dalam rak tersendiri di perpustakaan dia sendiri.

4. Masak-memasak
Dengan sendirinya, ilmu dan seni memasak dipelajari adik dari kakaknya dengan menemani dan membantu kakak memasak masakan yang mereka sepakati bersama.

5. Dengan pembelajaran dalam berbagai hal, utamanya pengerjaan PR, yang didapatkan adik dari kakak, semakin hari adik semakin mandiri belajar sendiri. Saya pun menjalani tahapan yang berpedoman pada Pancasila sakti untuk pribadi dan keluarga. Yang lebih menggembirakan lagi, kedua putri saya juga ikut belajar dan/atau mendalami Pancasila lewat praktik.

Pada artikel berikutnya, saya akan melanjutkan dengan Sila ke-2 dalam masyarakat.

Jonggol, 2 Juni 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun