Otak Listrik.
Konten buku: 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing karya Alif Danya Munsyi, termasuk bab: Mengais-Ngais China di Sunda yang pernah saya koreksi dan saya beri keterangan tambahan dalam artikel: Koreksi dan Keterangan Tambahan atas "Mengais-ngais China di Sunda," dengan jelas menunjukkan sebuah karakteristik bahasa Indonesia, "borong semua."
Bukan hanya pengadopsian dan pengadaptasian istilah-istilah berbahasa asing, karakteristik serupa juga ditunjukkan oleh orang Indonesia, misalnya dalam penggunaan aplikasi untuk berkomunikasi:
Orang Indonesia: "Di negara kalian aplikasi apa yang paling umum digunakan?"
Orang asing 1: "Whatsapp."
Orang Indonesia: "Kalau di negara kalian?"
Orang asing 2: "WeChat dong, kan kami yang membuat aplikasinya."
Demikian seterusnya, dan orang asing yang berbeda memberikan jawaban yang berbeda pula. Sekarang giliran mereka secara serentak "menyerbu" teman mereka dari Indonesia dengan pertanyaan yang sama, yang dengan serta merta dijawab: "Kalau kami tidak mau 'gitu aja kok repot' dan membuat aplikasi yang hendak kami gunakan, kami gunakan saja semua aplikasi yang sudah kalian bikin."
Di balik semua cerita di atas, tersirat sebuah kerepotan yang luar biasa jika hendak melakukan pembinaan dan pembenahan bahasa Indonesia, tidak menggunakan istilah yang di luar konteks saja sudah merupakan upaya yang sangat besar.
Bahasa China dan Jepang
Orang China dan Jepang memiliki karakteristik adaptasi istilah yang tidak merepotkan seperti bahasa Indonesia. Orang Jepang sudah mengadopsi aksara China, Hanzi, menjadi Kanji, dan menciptakan aksara Katakana untuk mengadopsi bahasa-bahasa asing selain bahasa China.
Saya berikan dulu contoh Katakananya:
Personal computer menjadi paasonaru konpyuuta, disingkat menjadi pasokon.
Concentric plug menjadi konsento puragu, disingkat menjadi konsento.
Convenience store menjadi konbiniensusutoa, disingkat menjadi konbini, dsb.
Inkonsistensi timbul karena, misalnya, dalam bahasa Jepang tidak ada fonem e pepet, dan e bisa dijadikan aa, o, atau a seperti pada paasonaru konpyuuta, atau fonem m menjadi n pada konpyuuta.
Kerepotan adaptasi istilah asing ke dalam Hanzi, dan dengan demikian juga Kanji, jika Kanji melakukan adaptasi dengan cara yang sama:
Computer menjadi diannao (otak listrik atau otak elektronik).
Handphone menjadi shouji (alat tangan atau alat genggam), dsb.
Dengan cara adaptasi ini, semua istilah asing tidak perlu ditulis dalam bentuk kombinasi alfabet, namun menimbulkan kerepotan untuk membiasakan diri untuk memaknai gabungan kata, yang masing-masingnya dimaknai dengan jelas, otak adalah otak dan listrik adalah listrik. Inkonsistensi di sini terlihat dari kata "ji" yang bisa digunakan dalam beberapa kata yang berbeda makna: mesin, kesempatan, niat, pesawat (terbang), dll, sehingga gabungan katanya dengan kata lain harus diiringi dengan pemahaman "ji" dengan makna apa yang sedang digunakan.
Bahasa Inggris
Sebagaimana halnya bahasa China dan Jepang, contoh-contoh berbahasa Inggris saya ambil dari sebagian konten diary saya yang sangat berlimpah. Saya terbantu karena setiap diary yang saya ketik saya simpan juga dalam format PDF, secara berkala mengkombinasi file-file PDF, misalnya setiap bulan, bahkan setiap tahun, sehingga saya tinggal mencari dalam bundelan-bundelan ini istilah apa yang saya ingin tampilkan.
1. Employer = majikan, orang yang mempekerjakan. Employee = karyawan, orang yang dipekerjakan. Prison = jail = penjara, tetapi prisoner = narapidana, sedangkan jailor = sipir. Dengan logika yang sama dengan pendefinisian employer-employee, mestinya prisoner bermakna orang yang memenjarakan, sedangkan narapidana tidak boleh tidak, harus prisonee. Beberapa teman Amerika saya sendiri setuju dengan koreksi ini namun mereka sudah nyaman berada di zona nyaman, yang menggunakan istilah dan pemaknaan yang keliru.
2. Consume = mengkonsumsi, consumable = bisa dikonsumsi atau habis pakai, dan consumables = bahan habis pakai. Flame = nyala api, tapi mudah menyala = flammable ("m" bertambah satu).
3. Rice = beras, nasi.
4. Kata breakfast diucapkan berbeda dengan break dan fast yang membentuknya.
5. Explode = meledak, explosion = ledakan, dan explosive = sifat meledak, juga bahan peledak.
6. Narrative = cerita, sebuah kata benda dengan akhiran kata sifat, dan narration = penceritaan = sebuah kata benda yang diderivasi dari kata benda lain. Dalam bahasa Indonesia, ada sebagian orang menggunakan hanya kata "narasi" padahal maksudnya adalah "naratif," lihat artikel saya: Tiada Lagi Kacang Goreng Pertama, yang Ada Tinggal Narasi (Baca: Salah Kaprah).
Lalu Bagaimana dengan Bahasa Indonesia Sendiri?
Saya hanya bisa mengatakan, "Sambil terus memborong, marilah kita mengidentifikasi dan selanjutnya mengoreksi inkonsistensi yang ada. Merepotkan memang."
Bahasa Indonesia sesungguhnya sangatlah kaya, dan jangan pernah mengatakan, misalnya bahwa "bahasa Indonesia kadang-kadang sulit digunakan untuk memaknai istilah asing, misalnya bahasa Inggris. Yang ngomong begitu saja yang malas mencari padanan kata, dan memilih meremehkan bahasa persatuan kita, yang saya sebut sebagai orang yang bermentalitas taklukan (dalam bahasa Inggris: subservient mentality, atau, mungkin lebih tepat lagi, conqueree mentality?)."
Lagi pula, kalau dipikir-pikir, kenapa orang ini tidak menggunakan saja bahasa asing yang menurut pak Alif Danya Munsyi di atas, sudah membentuk 90% kata bahasa Indonesia? JANGAN COBA-COBA MEREMEHKAN DAYA PIKIR DAN PEMAHAMAN BANGSA INDONESIA.
Jonggol, 2 Juni 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H