Bahasa Inggris
Sebagaimana halnya bahasa China dan Jepang, contoh-contoh berbahasa Inggris saya ambil dari sebagian konten diary saya yang sangat berlimpah. Saya terbantu karena setiap diary yang saya ketik saya simpan juga dalam format PDF, secara berkala mengkombinasi file-file PDF, misalnya setiap bulan, bahkan setiap tahun, sehingga saya tinggal mencari dalam bundelan-bundelan ini istilah apa yang saya ingin tampilkan.
1. Employer = majikan, orang yang mempekerjakan. Employee = karyawan, orang yang dipekerjakan. Prison = jail = penjara, tetapi prisoner = narapidana, sedangkan jailor = sipir. Dengan logika yang sama dengan pendefinisian employer-employee, mestinya prisoner bermakna orang yang memenjarakan, sedangkan narapidana tidak boleh tidak, harus prisonee. Beberapa teman Amerika saya sendiri setuju dengan koreksi ini namun mereka sudah nyaman berada di zona nyaman, yang menggunakan istilah dan pemaknaan yang keliru.
2. Consume = mengkonsumsi, consumable = bisa dikonsumsi atau habis pakai, dan consumables = bahan habis pakai. Flame = nyala api, tapi mudah menyala = flammable ("m" bertambah satu).
3. Rice = beras, nasi.
4. Kata breakfast diucapkan berbeda dengan break dan fast yang membentuknya.
5. Explode = meledak, explosion = ledakan, dan explosive = sifat meledak, juga bahan peledak.
6. Narrative = cerita, sebuah kata benda dengan akhiran kata sifat, dan narration = penceritaan = sebuah kata benda yang diderivasi dari kata benda lain. Dalam bahasa Indonesia, ada sebagian orang menggunakan hanya kata "narasi" padahal maksudnya adalah "naratif," lihat artikel saya: Tiada Lagi Kacang Goreng Pertama, yang Ada Tinggal Narasi (Baca: Salah Kaprah).
Lalu Bagaimana dengan Bahasa Indonesia Sendiri?
Saya hanya bisa mengatakan, "Sambil terus memborong, marilah kita mengidentifikasi dan selanjutnya mengoreksi inkonsistensi yang ada. Merepotkan memang."
Bahasa Indonesia sesungguhnya sangatlah kaya, dan jangan pernah mengatakan, misalnya bahwa "bahasa Indonesia kadang-kadang sulit digunakan untuk memaknai istilah asing, misalnya bahasa Inggris. Yang ngomong begitu saja yang malas mencari padanan kata, dan memilih meremehkan bahasa persatuan kita, yang saya sebut sebagai orang yang bermentalitas taklukan (dalam bahasa Inggris: subservient mentality, atau, mungkin lebih tepat lagi, conqueree mentality?)."
Lagi pula, kalau dipikir-pikir, kenapa orang ini tidak menggunakan saja bahasa asing yang menurut pak Alif Danya Munsyi di atas, sudah membentuk 90% kata bahasa Indonesia? JANGAN COBA-COBA MEREMEHKAN DAYA PIKIR DAN PEMAHAMAN BANGSA INDONESIA.
Jonggol, 2 Juni 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H