Pada tahun ketiga, Ucok mulai sering bertamu ke rumah Uli, bahkan kadang-kadang diajak makan bersama orangtua dan saudara Uli. Hubungan mereka meningkat dan pada suatu hari, Ucok membawa orangtuanya untuk dikenalkan dengan orangtua Uli. Sungguh dunia ini kecil, ternyata ayah Uli dan ayah Ucok sekampung, bahkan pernah satu kelas di SR (Sekolah Rakjat) sebelum kakek Uli pindah ke Medan. Dua sahabat yang terpisah selama puluhan tahun itu pun akhirnya bisa melanjutkan kembali persahabatan mereka.
Sebulan sebelum menerima surat lamaran Ojak, orangtua Ojak dan Uli sudah mematangkan rencana menikahkan anak-anak mereka, tanggal pernikahan sudah ditentukan bersama persiapan-persiapan lain yang diperlukan.
Sebulan setelah Uli menerima surat lamaran Ojak, dia berhasil menenangkan dirinya dan mendiskusikan hal itu dengan Ucok. Dengan beberapa masukan dari Ucok, itu pun setelah berdiam diri 2 bulan lagi, akhirnya Uli pun mengirimkan balasan kepada Ojak.
Isinya:
Bang Ojak sahabatku yang baik,
Saya tidak tahu harus bilang apa kepada abang setelah menerima surat abang yang terakhir. Maafkan saya bang, kalau selama ini saya membuat abang menaruh harapan besar atas diri saya. Jangan marah yang bang, saya tidak bisa menerima permintaan abang itu.
Saya sudah punya pacar dan sudah memutuskan akan menikah (Uli tidak tega menyampaikan tentang kapan dia akan menikah, apalagi mengundang Ojak ke pernikahan itu).
Saya mohon kerelaan abang untuk menerima saya tetap sebagai seorang sahabat, dan saya akan mendoakan abang agar cepat mendapat jodoh.
Medan, ........... 196...
Sekali lagi, maafkan saya.
Dari sahabat yang telah mengecewakan abang,
Uli
Penutup
Setelah menerima surat balasan Uli, Ojak mendadak berubah dari seorang yang periang menjadi pemurung, tidak fokus bekerja, dan akhirnya dipecat dari tempatnya bekerja.
Ojak pun tidak pernah lagi bersurat-suratan dengan Uli. Butuh waktu bertahun-tahun bagi Ojak untuk bangkit kembali dari titik terendah hidupnya itu, setelah dia membaca sebuah buku berisi pepatah Jepang: jatuh 7 kali, bangun 8 kali, karena sesungguhnya semua orang memulai dari posisi berdiri. Namun, Ojak telah mengambil sebuah keputusan drastis: melajang seumur hidup.
Keberadaan HP, jalan tol, transportasi canggih, termasuk mobil pribadi, dll, telah membuat hal-hal semacam sahabat pena usang, lalu hilang dari hidup kita, dan sempat menyisakan seorang Ojak (sekarang almarhum), si orangtua yang bercerita kepada saya itu.
Jonggol, 29 Mei 2021
Johan Japardi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI