Asterisk atau tanda bintang (*) berasal dari kata berbahasa Latin Akhir, asteriskus, dan dari bahasa Yunani Kuno asteriskos, yang bermakna bintang kecil. Namanya saja bintang kecil, tapi untuk kemudahan pengucapan, sehari-harinya ia disebut bintang saja, mengikuti kebiasaan ilmuwan komputer dan matematikawan.
Bentuk asterisk sebenarnya bukan bintang sebenarnya dalam pengertian umum, misalnya bintang bersudut 5 (lihat gambar judul), dan asterisk dicirikan sebagai bintang berujung 5. Tapi tunggu dulu, jika font yang kita gunakan adalah sans-serif, misalnya Arial, ujungnya memang 5, tapi jika font yang kita gunakan adalah serif, misalnya Garamond, ujungnya ada 6 (lihat juga gambar judul).
Tanda bintang telah digunakan sebagai simbol dalam lukisan gua zaman es. Ada juga karakter berusia 2.000 tahun yang digunakan oleh Aristarchus dari Samothrace yang disebut asteriskos (lihat gambar judul), yang dia gunakan saat mengoreksi puisi Homer untuk menandai baris yang digandakan.
Dalam ilmu komputer, tanda bintang biasanya digunakan sebagai karakter wildcard, atau untuk menandakan petunjuk, pengulangan, atau perkalian. Contoh penggunaan wildcard pada pencarian file di Windows Explorer:
*.* = semua file dengan nama apa saja dan ekstensi apa saja.
*.jpg = semua file berekstensi jpg dengan nama apa saja.
a*.jpg = semua file dengan nama yang diawali dengan huruf a dan dengan ekstensi apa saja.
*.j* = semua file dengan nama apa saja dan ekstensi yang diawali dengan huruf j.
Sebuah cerita lucu:
Seorang anak berkata kepada mamanya, "Ma, password untuk masuk ke akun surel papa panjang banget, tapi aku sudah tau passwordnya apa."
Mama: "Oh ya? Apa passwordnya anakku?"
Anak: "Kasih tau nggak ya?"
Mama: "Kasih tau dong."
Anak: "Ya udah, aku kasih tau. 12 bintang ma, panjang banget, ************."
Penggunaan tanda bintang yang paling umum adalah untuk membuat catatan kaki. Dalam artikel-artikel, saya biasa menggunakan tanda bintang untuk menjelaskan sebuah kata yang perlu diberi penjelasan panjang, dan meletakkan tanda bintang itu persis di bawah paragraf berisi kata yang dijelaskan, agar pembaca tidak usah scroll terlalu jauh ke bawah seperti ketika tanda bintang itu digunakan sebagai penanda catatan kaki. Jika penjelasan kata tersebut saya sertakan dalam paragraf, misalnya dengan menggunakan kurung pembuka dan kurung penutup, itu berpotensi menimbulkan kebingungan.
Tanda bintang juga digunakan untuk menunjukkan koreksi pada pesan sebelumnya.
Misalnya pada WA:
A: Kemarin sudah saya kerjkan pak.
B: Maksudnya pak?
A (koreksi): *kerjakan
B: Oh, OK pak.
Dalam komunikasi sehari-hari dikenal istilah politically incorrect words (kata-kata yang tidak benar secara politis), misalnya:
Black people atau Afro-American digunakan sebagai pengganti kata yang sebelumnya termasuk kata yang tidak benar secara politis.
Entah sejak kapan, tanda bintang juga digunakan untuk menyensor kata-kata yang menyinggung, rasis, bahkan kata-kata yang kata-kata yang tidak benar secara politis.
Contoh:
sh*t
Nigg**
F**k, sebagai varian dari the F-word.
Inilah yang saya sebut sebagai sisi "gelap" tanda bintang dan saya juga memvariasikan penyebutan asterisk sebagai asterrisk, sebuah bintang yang berisiko (dijadikan gelap).
Jonggol, 27 Maret 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H