Ke mana arah cerita artikel ini?
Kalau bukan berbentuk buku, lalu apa? Lagu.
Apa manfaatnya bisa disamakan dengan buku? Bisa.
Lagu apa dan siapakah itu? Lagunya ada 3, semuanya gubahan wak Uteh.
Kenapa 3, dan siapa wak Uteh itu?
Wak Uteh adalah seniman (dan menurut saya juga pendidik) dari kampungku, Tanjungbalai Asahan.
Kenapa namanya wak Uteh? Nama aslinya adalah Djalaut Agustinus Hutabarat alias Djalaut HB, dan makna uteh itu bisa kita pelajari dari lagu wak Uteh sendiri, judulnya Tutur Melayu, tidak ada dalam buku pelajaran mana pun, sbb:
Tutur melayu sangat indahnya,
dalam menyapa punya etika dan berbudaya
Adat melayu sangat kayanya,
dalam bertutur sudah di atur oleh leluhur.
Tak akan hilang ditelan zaman
Tak akan lapuk disiram hujan
Lestarilah budayaku sepanjang zaman
Lestarinya budayaku sepanjang masa
Anak pertama: Ulong
Anak kedua: Ongah
Anak ketiga: Alang
Anak keempat: Uteh
Anak kelima: Iyong
Anak keenam: Anggah
Anak ketujuh: Anggak
Anak seterusnya: Busu Ucu
dst.
Tak terhitung lagi banyaknya lagu yang sudah diciptakan oleh wak Uteh yang sekarang bisa dilacak secara daring.
Itu pembelajaran pertama dari lagu (baca: buku) karya wak Uteh.
Pembelajaran selanjutnya dari 3 lagu yang saya sebutkan di atas, judulnya: Cak Cak Umpan, Yalah Molek, dan Silalaule Silalaukong. Sekarang kombinasi lagu ini juga sangat variatif dan saya sajikan kutipan parsialnya (saya Indonesiakan dari dialek Tanjungbalai):
1. Cak Cak Umpan
Cak cak umpan anak elang bidadari
Habis kau umpan larikan ke tepi
Unggek-unggek batang, cendawan kalimemer
Bila kakek datang membawa tali leher (dasi)
Buat apa tali leher?
Mengikat si kuda belang.
Buat apa si kuda belang?
Mainan anakku sayang.
(Maaf wak Uteh, saya permanis menjadi "Mainan cucuku sayang").
2. Yalah Molek
Yalah molek ya molek yalah sayang
Yalah molek ya molek yalah sayang
Belum dicolek ya colek sudah meradang
Belum dicolek ya colek sudah meradang