Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Puisi Tanjudul dan Tanmakna

18 Mei 2021   17:44 Diperbarui: 18 Mei 2021   18:04 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanjudul dan Tanwarna.

Dari catatan harian, Jakarta, 1 Juni 2015.

Kuberhasrat sang rembulan menampakkan diri
namun, bahkan sekarang malam belumlah tiba
jadi, aku pun menekan niatku untuk
minum di bawah sinarnya

Kuberhasrat sahabatandaku, Mei Yaochen,
berada bersamaku di sini, pada saat ini juga,
tapi kami terpisahkan berabad-abad
jadi, entah sang rembulan itu
menampakkan diri atau tidak,
aku pun menyingkirkan hasratku
untuk minum bersamanya

lalu, bukankah sia-sia
beberapa guci arak
yang sudah kubeli itu?

Catatan:
1. Awalan "tan" yang bermakna "tidak memiliki" saya adaptasi dari istilah lain misalnya tanwarna (colorless).
2. Saya bukan pemuisi, dan puisi ini langsung saya tuliskan karena ada "kilatan gagasan imajinatif" yang berkelebat dalam pikiran saya pada tanggal sesuai catatan harian yang saya sebutkan di atas. Inilah yang dimaksudkan dengan "mengalir" oleh pak Ali Musri Syam dalam komentar atas artikel saya Coba-coba Menyelami Puisi Ali Musri Syam: Buku, Nasibmu Kini.
3. Sebuah puisi yang ditulis setelah kilatan ini berlalu tidak akan seindah dan sesempurna dibanding jika ia ditulis seserta-merta mungkin saat kilatan itu datang.
4. Puisi ini memang tidak saya buatkan judulnya (tanjudul) dan menurut saya "tanmakna."
Biarlah judulnya dirangkum sendiri oleh pembaca dan maknanya menyatu dengan kata-kata yang membentuknya.

sumber: 360doc.com via wikipedia
sumber: 360doc.com via wikipedia
Mei Yaochen.
5. Mei Yaochen (1002-1060) adalah seorang pemuisi dari Dinasti Song.
6. Saya bukan seorang peminum miras, dan puisi ini lahir karena saya terpengaruh oleh suasana dalam kitab-kitab klasik yang sering menggambarkan bahwa seorang pemuisi mendapatkan inspirasinya dari suasana seperti bulan purnama, atau dari arak, atau setidaknya karena sedang berpuisi sambil membayangkan ada rembulan dan arak.
7. Puisi ini murni penuangan kilatan gagasan imajinatif yang saya sebutkan di atas, dan dengan demikian, kegalauan dan arak yang dibawa oleh puisi ini bersifat imajinatif belaka.

Jonggol, 18 Mei 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun