Sebagai penutup, saya ingin sedikit berbagi tentang sebuah buku berbahasa Inggris yang juga sudah saya baca ketika masih di SD. Judulnya "What is Democracy" terbitan tahun 1950-an. Saya kehilangan buku ini sepulang dari Amerika Serikat pada akhir November 2001, lihat artikel saya: Let Go dan Move On dari Musibah 2001. Sampai sekarang saya belum bisa menemukan e-booknya, sehingga saya hanya "membaca ulang" isi buku itu berdasarkan ingatan saya.
Dari buku inilah, pada usia yang masih sangat muda, saya mengetahui tentang definisi demokrasi, Haile Selassie, yang pada 1930-1974 menjadi kaisar Etiopia (dulu namanya Abessinia), dan Otto Hahn, bapak kimia nuklir penemu fisi nuklir, yang pernah saya sebutkan dalam artikel: Post-Truth vs Paradigma Kuwalik Prof Wir, Mana yang Lebih Tepat?
Jika, katakanlah, teman-teman saya dalam satu satuan waktu membaca 1 buku, saya 4-5 buku, bukankah itu membuat perbedaan besar? Sebelum saya berangkat ke Amerika Serikat dan tiba di sana pada 11 September 2001, saya sudah membaca Travel Guide dari semua Negara Bagian Amerika Serikat, yang dikirimkan kepada saya berdasar permintaan via surel. Ini mempermudah saya ketika berada di sana, juga mempermudah Ivan dan Dagny Burnell.
Ivan: Johan, kenapa kamu mengalihkan jalur penerbanganmu yang semula ke Boston menjadi ke Manchester?
Saya: Kalau Anda menjemput saya dari Boston, waktu tempuh Anda dengan mobil dari Center Ossipee - Boston pp adalah 8 jam, Center Ossipee - Manchester pp cuma 3 jam.
Di tengah perjalanan dari Manchester ke Center Ossipee:
Dagny: Johan, yang sedang kita lewati ini adalah danau terbesar di Negara Bagian New Hampshire.
Saya: Danau Winnipesaukee ya?
Ivan: Kamu sudah mengerjakan PR dengan sangat baik.
Saya kutip beberapa kalimat dari artikel saya, Kebelumtahuan yang Dipamer-pamerkan:
"Walau diberi umur 300 tahun, tak mungkin saya mempelajari apa yang bisa saya pelajari, konon lagi semua yang ingin saya pelajari ." - Zhuangzi.
"Di dunia ini tidak ada orang yang bodoh, yang ada adalah orang yang belum tahu. Jika bagian atas sebuah parang kita asah, maka parang itu bisa berubah menjadi sebuah pedang. Jadi teruslah belajar supaya semakin tahu." - Almarhum atok (kakek) saya, Yap Chenghuat (Mr. Yap), kepala sekolah Methodist English School, Panatua Gereja Methodist I Tanjungbalai Asahan.
"Itu pun dalam batasan bahwa setelah belajar, ada yang kita tahu dan selebihnya (harus kita akui) kita belum tahu." Ini sejalan dengan ngelmunya orang Jawa (angél sadhurungé ketemu: susah didapat sebelum dapat, kalau sudah dapat ngelmu yang lain lagi). - Tambahan dari Johan Japardi
Mudah-mudahan bermanfaat dan Selamat Hari Buku Nasional.
Jonggol, 16 Mei 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H