Toko Buku Indonesia Membaca, 7 Mei 2021.
Baru tadi pagi (pukul 4.10) saya berbagi berita tentang situasi para pedagang buku di Medan: Beli Buku di Titi Gantung: Sebuah Nostalgia, sekarang saya baru kembali ke rumah setelah mengunjungi pak Amril yang rumahnya berjarak kurang dari 10 menit berjalan kaki dari tempat saya. Pak Amril sedang tidur siang dan saya ngobrol sebentar dengan bu Amril. Pak Amril dan bu Amril adalah pedagang buku bekas di salah sebuah cluster di Perumahan Citra Indah City, Jonggol.
Saya akan berbagi kisah mereka dengan 2 pedagang buku lainnya dalam artikel ini.
1. Pak Amril dan Bu Amril
Saya mengenal pak Amril sejak saya pindah ke Jonggol hampir 3 tahun yang lalu. Beliau adalah seorang pedagang kawakan yang sudah lama menekuni bidang perbukuan sejak masih di Lapangan Banteng, dan beliau bersahabat dengan pak Jose Rizal Manua dan sama-sama berasal dari Sumatera Barat.
Di rumah mereka pak Amril dan bu Amril mengelola sebuah toko buku bekas yang mereka beri nama Indonesia Membaca. Pak Amril adalah seorang di antara segelintir pedagang buku yang benar-benar menjiwai profesinya, paham tentang seluk-beluk buku dan tahu persis di mana letak sebuah buku tertentu karangan seorang pengarang tertentu, di antara puluhan ribu buku di toko beliau, sehingga memudahkan saya setiap kali saya hendak membeli buku.
Catatan:
1. Pak Amril pernah menawarkan saya semua buku di toko beliau dengan harga borongan Rp. 10.000 per buku, wah, ratusan juta Rupiah.
2. Berhubung karena tadi pak Amril sedang tidur, tadinya saya berencana akan menayangkan foto beliau pascatayang artikel ini, namun beberapa menit yang lalu saya menerima foto beliau via WA dari bu Amril.
Kualitas seperti ini sudah sangat jarang saya alami, dan sudah puluhan tahun yang lalu orang seperti pak Amril ini saya temukan di beberapa kios buku di Terminal Pasar Senin, dan jika mereka belum memiliki buku yang saya cari, mereka akan lebih lanjut menghubungi ke HP saya ketika bukunya sudah ada (tentunya dengan harga yang sedikit dinaikkan), persis sama dengan apa yang dilakukan pak Amril sampai sekarang. Beberapa hari yang lalu pak Amril bercerita kepada saya bahwa beliau baru berhasil mendapatkan buku yang dicari oleh seorang pengunjung tokonya, tapi baru sadar bahwa beliau tidak menyimpan nomor kontak pengunjung itu. Wah.
Ini sebuah foto close-up Toko Buku Indonesia Membaca, pojok kiri depan yang berisi buku-buku cersil, sebagian besar sudah pindah ke perpustakaan pribadi saya.
Terkait dampak pandemi yang menimpa semua orang, belakangan ini bu Amril membantu sang suami dengan melakukan kegiatan ekstra: berdagang telur ayam.
2. Tulang dan Nantulang Situmorang
Orang kedua dengan kualitas yang sama yang hendak saya ceritakan adalah Tulang Situmorang dan isterinya, yang membuka 2 kios buku di Terminal Pasar Senen, kios depan kebanyakan diisi dengan buku-buku pelajaran sedangkan kios yang di samping kanan agak ke belakang diisi dengan buku-buku lain.
Menurut Tulang Situmorang, memang sudah sangat sulit menemukan pedagang buku yang benar-benar memahami tentang dagangannya. Malahan, sekarang banyak pedagang yang mengatakan "tak ada" ketika ditanyai pengunjung, padahal buku yang dicari itu ditemukan si pedagang di tokonya sendiri, ketika pengunjung itu sudah pergi.
3. Pak Jose Rizal Manua
Saya sama sekali tidak bermaksud menerakhirkan pak Jose Rizal Manua, tapi beliau saya letakkan di urutan ketiga karena saya menyusun artikel ini secara kronologis retrospektif (mundur ke belakang dalam bentangan waktu).
Saya mengenal pak Jose hampir sama lamanya dengan Tulang Situmorang, karena sejak dulu saya berlangganan buku bekas dengan mereka. Tentang pak Jose, saya kira para pembaca lebih mengenalnya di antara 3 orang yang sedang saya ulas ini.
Pada 2007, saya menyinggahi Galeri Buku Bengkel Deklamasi milik pak Jose di Taman Ismail Marzuki dan menemukan buku Mythen En Legenden van China (terbitan 1925), versi bahasa Belanda dari Myths and Legends of China, karya Edward Theodore Chalmers Werner, 1922. Belakangan saya mengunduh buku berbahasa Inggris ini dari The Project Gutenberg Literary Archive Foundation, mendapat izin terbit versi bahasa Indonesia dari almarhum Prof. Michael S. Hart via surel, lalu menerjemahkan buku tersebut dan menerbitkannya via Gramedia Pustaka Utama pada 2008, diluncurkan menjelang hari raya Imlek tahun itu.
Selanjutnya, semakin banyak orang yang mengikuti jejak saya menerbitkan buku yang hak ciptanya sudah kadaluarsa, yang diunduh dari ranah publik (public domain). Â
Pada hari Jum'at, 7 Februari 2020, terbit sebuah berita bahwa: Galeri Buku Bengkel Deklamasi Direlokasi, Jose Rizal Manua Angkat Bicara.
Semoga kita semua cepat-cepat melewati masa sulit ini.
Jonggol, 7 Mei 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H