Gerak Brown pada partikel koloidal dengan jari-jari 0,53 µm.
Sebelumnya, dalam artikel Cerita Zaman Tak Enak dan Pemanfaatan Fasilitas Zaman Now, saya sudah membagikan penemuan saya yang terkait penelitian saya.
Catatan:
Karena cakupan dari apa yang akan saya bahas cukup luas (ada beberapa penemuan), maka saya membagi tulisan saya dalam beberapa artikel. Sampai sekarang saya belum berniat mematenkan penemuan-penemuan saya itu.
Ini sebuah cerita lagi dari zaman tak enak itu, zaman yang penuh keterbatasan sehingga mendorong orang menjadi lebih kreatif untuk mencapai tujuannya. Sewaktu saya melakukan penelitian untuk skripsi S1 Farmasi FMIPA USU, atas persetujuan dosen pembimbing saya, Prof. Dr. Apt. Wiryanto, M.S., saya melakukan penelitian di rumah, bukan di kampus, dengan beberapa alasan:
1. Saya merancang sendiri alat-alat yang diperlukan untuk penelitian saya yang rencana judulnya adalah: Formulasi Injeksi Diazepam dalam Bentuk Emulsi. Alat-alat selain ini saya pinjam dari beberapa laboratorium di kampus, dan saya hanya melakukan bagian penelitian berupa sterilisasi basah di Laboratorium Teknologi Formulasi Steril ((sekarang Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi III (Sediaan Steril) Fakultas Farmasi USU)), karena autoklaf yang hendak saya gunakan untuk sterilisasi basah ini tidak bisa dipinjam untuk dibawa pulang ke rumah.
2. Beberapa pengambilan data harus dilakukan di luar jam oprasional kampus, jadi lebih praktis kalau saya melakukannya di rumah.
Total biaya yang saya gunakan untuk penelitian ini adalah sekitar (saya dollarkan) USD 4.000, yang dengan kurs sekarang bernilai Rp. 56.000.000! Prof. Wir sendiri pada waktu itu sampai mengatakan bahwa saya kelewat idealis, dan memang saya rasa sampai sekarang tidak bakalan ada calon sarjana S1 yang mau mengeluarkan biaya sebesar itu untuk penelitian skripsinya.
Saya memulai dengan mempersiapkan semua literatur yang diperlukan, dan melakukan perjalanan ke Jakarta dan Bandung untuk mencari buku dan jurnal yang diperlukan (sekarang semua ini akan terlihat aneh dan mubazir karena semuanya bisa dilakukan secara daring). Total biaya untuk keperluan ini hampir USD 1.000. Saya merasakan keasyikan menjelajahi perpustakaan UI dan ITB, walaupun sangat disayangkan pada waktu itu saya belum memiliki kamera untuk mengabadikan pengalaman saya itu, dan sekarang saya hanya bisa membagikannya kepada para pembaca dalam bentuk naratif (bukan narasi, baca artikel saya: Tiada Lagi Kacang Goreng Pertama, yang Ada Tinggal Narasi (Baca: Salah Kaprah). Literatur yang saya peroleh dari kedua PTN ini juga sudah lenyap, walaupun sebagian kecil sudah saya unduh dan simpan.
Saya yakin bahwa penemuan-penemuan yang akan saya bagikan sekarang bisa mengagetkan pembaca, dan mudah-mudahan adik-adik yang sedang melakukan penelitian relevan bisa mengambil manfaat dari artikel ini, setidaknya bagaimana memikirkan sebuah gagasan yang menurut saya tidak perlu satu mil lebih maju (go extra mile), cukup selangkah lebih maju (go extra step) saja, namun membuat perbedaan yang sangat besar dan lebih memudahkan penelitian.
Di sini ada 2 penemuan yang hendak saya bahas:
1. Mengatasi gerak Brown yang sangat mengganggu dalam pemotretan.
Ini keterangan yang saya ambil dari skripsi saya tentang gerak Brown yang merupakan bombardir medium terhadap partikel yang terdispersi di dalamnya:
Untuk droplet-droplet yang cukup kecil (1 - 2 µm), pada perbesaran yang cukup tinggi (400 X), gerak Brown menimbulkan gangguan. Ini  memerlukan lama pendedahan dalam kelipatan 1/1000 detik, sehingga memerlukan film yang sangat cepat dan intensitas cahaya yang sangat tinggi. Film kecepatan tinggi tidak bisa digunakan karena menimbulkan butiran-butiran kasar ketika diperbesar dan hasil yang memuaskan hanya bisa diperoleh jika intensitas cahaya yang tinggi digabungkan dengan waktu pendedahan yang singkat, yaitu dengan menggunakan peralatan flash elektronik. Gerak Brown juga bisa diperlambat dengan menambahkan gliserin atau polialkohol kental lainnya.
2. Membuat sendiri sebuah proyektor sederhana dari papan, dengan tambahan sebuah prisma siku-siku dan monitor berupa kaca yang salah satu sisinya diasah dengan kertas ampelas terhalus (ground glass), sehingga bayangan objek mikroskop yang dipantulkan ke monitor ini tidak diteruskan lebih lanjut dan bisa dipotret. Ini hal yang paling mengagetkan: saya tidak perlu menggunakan mikroskop elektron untuk perbesaran yang saya dapatkan dengan proyektor ini: 16.000 kali! (setelah slide hasil pemotretan dari monitor diproyeksikan lebih lanjut dengan menggunakan sistem proyeksi yang sama). Sampai di sini, perbesaran yang saya lakukan adalah perbesaran rangkap 3, pertama perbesaran sampai ke okuler mikroskop (400x), kedua perbesaran lebih lanjut sampai ke monitor (980x), dan ketiga perbesaran dari slide ke dinding dalam ruang gelap (16.000x).
Saya sangat beruntung pada waktu itu, karena semua literatur yang sudah saya sediakan bisa memberikan jawaban untuk masalah yang saya jumpai selama penelitian (walau tidak semua masalah, dan saya harus memutar otak lagi untuk menemukan solusinya).
Sebuah masalah besar yang saya jumpai dengan perbesaran sebesar itu, yang tampak di monitor, adalah terlihatnya gerak Brown (Brownian motion).
Agar apa yang saya maksudkan menjadi lebih jelas, Anda bisa melihat sendiri gerak Brown di tautan ini. Solusi untuk masalah ini saya temukan dalam salah sebuah literatur saya, yaitu dengan penambahan gliserin untuk menambah viskositas medium emulsi minyak-dalam-air saya.
Lalu bagaimana dengan pemotretan? Saya beruntung karena teman saya yang ahli fotografi dan memiliki sebuah studio foto, setelah melakukan beberapa kali orientasi dan melengkapi kameranya dengan aksesori yang dibutuhkan, berhasil mendapatkan sebuah cara terbaik dan antigagal untuk memotret droplet-droplet berukuran mikrometer (dari monitor). Saya tidak bisa dan tidak berani membayangkan bagaimana jika ada 1 lembar saja slide yang gagal.