Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Beli Buku di Titi Gantung: Sebuah Nostalgia

7 Mei 2021   04:10 Diperbarui: 7 Mei 2021   04:14 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://collectie.wereldculturen.nl/

Beberapa laman yang menyiarkan berita terkait Titi Gantung memang menyertakan foto-foto titi ini, namun saya teringat akan museum kebudayaan dunia, yaitu Tropenmuseum di Amsterdam, Belanda, dari mana saya pernah mengunduh foto-foto kota Tanjungbalai Asahan zaman dulu, dan saya pun lalu mencari informasi tentang Titi Gantung dari laman ini dan menemukan sebuah foto lama.

https://collectie.wereldculturen.nl/
https://collectie.wereldculturen.nl/
Titi Gantung 1924-1932.

Catatan:
Orang Belanda jarang mencantumkan waktu kejadian dengan tepat, melainkan hanya rentang waktu, seperti foto ini.

Persis 100 tahun setelah Titi Gantung dibangun, saya diterima di Jurusan Farmasi FMIPA USU Medan. Sampai dengan 5 tahun kemudian (1990), setiap minggu saya masih bolak-balik dengan keretaapi dari Medan ke Tanjungbalai Asahan karena saya kuliah di Medan sambil kerja di Tanjungbalai.

Untuk pengadaan buku kuliah, saya pun mulai menjajaki kios-kios buku di Titi Gantung. Setiap bulan, setelah gajian, saya selalu ke Titi Gantung dari rumah orangtua saya di Jalan Aksara dengan menumpangi Sudako, angkot khas Medan. Alhasil, saya saling kenal dengan hampir semua pedagang buku di Titi Gantung pada masa itu.

Lama kelamaan, akibat keranjingan beli buku di Titi Gantung, saya sampai menghabiskan uang bawaan saya untuk beli buku, dan pulang ke Jalan Aksara dengan berjalan kaki sambil menenteng buku! Sekarang, saya cek dengan peta Google, jarak yang saya tempuh itu 3,3 - 3,8 km dengan waktu tempuh 42-47 menit. Setelah beberapa kali mengalami kehabisan uang ini, saya pun lalu berimprovisasi, meminjam ongkos pulang dari pedagang buku yang sudah saya kenal dekat!

Sekarang, Titi Gantung telah menjadi sebuah nostalgia masa muda saya, semua buku yang saya beli dari sana juga tidak bisa saya lihat lagi, dan saya sangat prihatin dengan keadaan Titi Gantung saat ini. Mudah-mudahan semuanya cepat kembali normal lagi.

Jonggol, 7 Mei 2021

Johan Japardi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun