2. J.P. Sarumpaet, MA, Kamus Batak Indonesia, Penerbit Erlangga Jakarta, 1995 (230 hlm.)
hlm. 196
tami
manamihon: mempersembahkan, memakai sbg korban persembahan.
tamiang: doa
hlm. 198
tangiang: doa
martangiang: berdoa.
Kamus ini juga menjelaskan, bahkan lebih tegas lagi bahwa manamihon bermakna mempersembahkan, memakai sbg korban persembahan, tetapi menyamakan tamiang dengan doa.
3. Herman Neubronner van der Tuuk, Bataksch-Nederduitsch Woordenboek (Kamus Batak-Belanda), Penerbit Frederik Muller, Amsterdam, 1861 (549 hlm + Lampiran). Hasil unduhan saya dari archive.org.
hlm. 220:
Di sini saya memperoleh informasi bahwa tangiang ada kaitannya dengan sembahyang (lihat Gambar Judul yang saya ketik ulang dari kamus yang sudah sangat kuno ini). Penjelasan dalam bahasa Belanda mengaitkan maknanya dengan dewa, namun saya pikir dalam konteks kekinian, itu harus dimaknai sebagai Tuhan, sebagaimana yang diuraikan oleh Rudolf Pasaribu. Jadi, arti yang tepat adalah "mendengar Tuhan."
Jadi ke depannya harus bagaimana? Siapa yang akan mengambil inisiatif untuk mengoreksi hal ini? Atau dibiarkan saja dan diwariskan ke generasi-generasi berikutnya? God knows.
Jonggol, 3 Mei 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H