Dalam beberapa artikel saya yang lain, saya sudah menunjukkan bagaimana saya berinteraksi dengan putri saya (sekarang mau naik ke kelas 3 SMA) dengan mengajaknya memikirkan solusi soal matematika dan mencari dan memahami keberlindanan di antara konsep-konsep dari tingkatan yang berbeda dan diajarkan terpisah, bahkan antara matematika dengan bahasa (koefisien polinomial dengan palindroma): Keberlindanan Matematika dengan Bahasa: Metode Si-mak Johan Japardi.
Catatan:
Semua orang yang sebaya dengan saya mengatakan bahwa mereka sudah lupa semua pelajaran di SMA.
Kali ini saya hendak menguraikan tentang pengembangan imajinasi anak melalui ilmu kimia. Kita mulai.
Dalam buku-buku, sebuah atom digambarkan sebagai nukleus (inti atom) yang dikelilingi oleh elektron. Partikel penyusun nukleus disebut nukleon, yang terdiri dari proton yang bermuatan positif dan netron yang tidak bermuatan (netral). Apakah ini gambaran yang akurat?
Kita lihat datanya dengan mengambil contoh atom unsur paling sederhana, hidrogen.
1. Nomor atom hidrogen adalah 1, artinya jumlah elektron atau protonnya = 1, sesuai dengan definisi bahwa nomor atom adalah jumlah elektron atau proton atom tersebut.
2. Nomor massa hidrogen juga 1 satuan massa atom/sma (atomic mass unit/amu), sesuai dengan definisi bahwa nomor massa atom adalah jumlah massa nukleon.
Catatan:
Massa atom biasanya berkurang sampai pada tingkat tertentu, yang disebabkan oleh energi ikatannya. Namun, di sini kita mengabaikan rasio massa atom dengan nomor massa (jumlah nukleon) karena untuk hidrogen sendiri nilainya adalah 0,99884, jadi kita anggap saja massa atom hidrogen dengan nomor massa hidrogen adalah sama (rasionya 1). Hidrogen adalah satu-satunya atom yang nukleusnya tidak mengandung netron, karena protonnya hanya 1. Ini berbeda dengan atom Helium, misalnya, yang memiliki 2 proton, yang tolak menolak menurut Hukum Coulomb sehingga perlu dinetralkan dengan 2 netron.
Jadi, untuk hidrogen:
1 sma (massa proton) = 1,672623 x 10⁻²⁷ kg, sedangkan
massa elektronnya hanya 0,00054858 sma = 9,109390 x 10⁻³¹ kg atau 5,45 x 10⁻⁴ (5,45/10.000) kali massa proton atau hanya 0,0545%.
Ini menjawab pertanyaan mengapa massa elektron bisa diabaikan dalam menghitung massa atom.
Jarak elektron ke nukleus kira-kira 1/20 nm dari nukleus atau = 5 x 10⁻¹¹ m.
Diameter elektron adalah 2 x jari-jarinya = 2 x 2,8179403227 x 10⁻¹⁵ m = 5,6358806454 x 10⁻¹⁵ m.
Jadi jarak elektron dari nukleus kira-kira 10.000 kali diameternya.
Dengan mengasumsikan rasio ukuran proton:elektron = massa proton:elektron, maka ukuran proton adalah kira-kira 1.800 kali ukuran elektron.
Dengan mengetahui data ini, maka bisa disimpulkan bahwa sebuah atom yang digambarkan dalam buku-buku kimia adalah tidak akurat karena bahkan kertas berukuran A0 pun tidak cukup besar untuk menggambarkannya walaupun diameter elektron kita buat sekecil 1 mm.
Untuk lebih membantu, saya gambarkan atom hidrogen dengan ukuran seperti terlihat pada Gambar 1, selanjutnya imajinasi pun digunakan, tetapi setidaknya ini lebih mendekati ketimbang melihat gambar di buku-buku yang memang hanya memberikan gambaran yang jauh lebih kasar tentang atom karena keterbatasan ukuran kertas tadi, dan dalam hal ini yang dipentingkan adalah menunjukkan adanya elektron yang mengelilingi nukleus.
Pada Gambar 1, skala 1 mm mewakili diameter elektron dari 5,6358806454 x 10⁻¹⁵m.
Sekarang kita lanjutkan dengan melihat keistimewaan atom terkecil ini. Dalam teori asam basa, asam dikatakan sebagai donor proton. Mengapa?
Kita lihat contoh paling sederhana:
HCl (aq) + NaOH → NaCl (aq) + H₂0 (l)
Reaksi ini terjadi dalam larutan berair (aquaeous solution), jadi sebelum direaksikan, kedua reaktan (HCl dan NaOH) dilarutkan atau diencerkan lebih dulu dalam air.
Untuk HCl yang mengandung unsur H:
HCl + H₂O → H₃O⁺ + OH⁻
atau:
H → H⁺ + e⁻
Jika diamati, atom H yang sudah melepaskan elektronnya hanya tinggal memiliki proton, jadi H⁺ = proton, dan itulah sebabnya mengapa pada pelajaran lain di SMA dikatakan bahwa senyawa asam yang menyumbangkan H⁺ disebut donor proton.
Inilah keberlindanan yang tidak dijelaskan dalam buku-buku karena konsepnya berbeda dan diajarkan terpisah, seperti yang saya katakan dalam artikel: Berpikir Asosiatif Melihat Keberkelindanan.
Sebagai penutup, saya lebih suka menggunakan istilah Jawa, Jagad Gumulung, yang artinya sangat sangat kecil, untuk menggambarkan sebuah atom. Alasannya karena istilah "mikroskopik" sama sekali tidak tepat, tapi masih digunakan misalnya dalam "mikroskop elektron" padahal ukuran elektron itu jauh lebih kecil dari satuan mikro, atau barangkali istilahnya bisa diganti dengan "nanoskop?" bahkan "pikoskop?"
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H