Saya merasa kecewa dan menanyakan kepada orang-orang yang duduk sebarisan dengan saya, apakah ada di antara mereka yang bisa membantu saya. Mereka tampak tidak bisa berbuat apa-apa dan ikut kecewa. Dengan sangat terpaksa saya pun mengikuti staf XXI itu untuk keluar dari Studio 4. Kejadian itu mendapat perhatian banyak penonton lain.
Sampai di dekat lorong yang menuju ke pintu masuk, saya ditanyai dalam bahasa Inggris oleh seseorang yang tampaknya adalah anggota panitia rombongan, “Apakah bapak benar-benar mau nonton ini film Tamil?” “Tentu saja, kalau tidak buat apa saya beli tiketnya.”
Dengan gaya heroik seperti di film-film Tamil, anak muda ini berkata, “Kalau begitu, bapak pakai saja tiket saya.” Saya pun diserahi tiket dengan nomor kursi E-3 ((belakangan saya lihat harganya 25.000 NFS (Not For Sale for General Public?)). Saya pun bereaksi dalam bahasa Tamil, “rompa nanri Tambi (banyak terima kasih dek)” yang disambut dengan tepuk tangan orang-orang yang mendengar kata-kata saya.
Sebelum masuk ke studio 1, saya sempat ditahan oleh beberapa orang Tamil yang mengajak saya ngobrol, termasuk di antaranya pak Chandru yang datang bersama isteri dan 2 orang anaknya, yang mewawancarai saya dengan rekaman video dan meminta saya berbicara sedikit dalam bahasa Tamil.
Salah sebuah kalimat yang saya ucapkan adalah bahwa jika ada kata yang saya tidak tahu, saya cuma perlu menggunakan kalimat pamungkas: “அதை இந்த தமிழில் எப்படி சொல்லுவீர்கள்? Adhai inta thamizhil eppadi solluveergal? (Ini bahasa Tamilnya apa?)” (Lihat Logika Belajar Apa Saja).
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H