Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Terasi: Di Balik Bau Tajam dan Sejarah Kata yang Belum Sempat Masuk Kamus Inggris

10 April 2021   18:30 Diperbarui: 24 April 2021   12:12 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Sumatera Utara, orang lebih lazim menggunakan istilah Ajinomoto ketimbang MSG maupun micin (yang sebenarnya berasal dari Ve-tsin, merek MSG buatan Tien Chu Ve-Tsin Chemical Limited Hong Kong).

Orang Jepang sendiri yang pada awalnya meragukan MSG karena dibuat secara sintetis, tetap menggunakan dashi sebagai penggurih. Sekarang mereka sudah yakin dan menggunakan MSG sebagai penggurih, utamanya dalam makanan instan. Sekarang sudah ada juga alternatif atau setidaknya tambahan untuk MSG, yaitu Dinatriun inosinat dan Dinatrium guanilat.

Yang mau saya sampaikan lagi, apa reaksi orang Barat (Amerika) terhadap penemuan besar Pak Ikeda ini? Kebakaran dagu (karena nggak ada jenggotnya)!

Dalam lembaran Wikipedia yang sama disebutkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (the U.S. Food and Drug Administration/FDA) menandai MSG sebagai Umumnya Diakui sebagai Aman (Generally Recognized as Safe/GRAS) - sebuah penilaian yang positif.

Sekaligus menyebutkan:
Sudah menjadi keyakinan umum bahwa MSG bisa menyebabkan sakit kepala dan perasaan tak enak lainnya, yang (dengan sok tahu) diistilahkan dengan Chinese restaurant syndrome (Sindroma Restoran China), tetapi kajian tersamar tidak menunjukkan adanya efek-efek yang demikian jika MSG digunakan dalam konsentrasi normal. - sebuah penilaian yang sangat mendiskreditkan MSG sekaligus ungkapan yang sangat mubazir.

Istilah Sindroma Restoran China dikoin oleh seorang ilmuwan go-block, picik, dan jahat, dan pada 1968 pertama kali masuk ke dalam sebuah surat yang muncul di Jurnal Kedokteran New England (New England Journal of Medicine) yang mengklaim bahwa Chinese food menyebabkan sindroma ini. Bahkan sebuah jurnal bereputasi tinggi macam New England Journal of Medicine ini pun bisa kecolongan dan tercelai!

Bagaikan, maaf, kentut (ditembak lantai kena hidung), si ilmuwan yang nggak pantas disebut ilmuwan ini hendak menjelek-jelekkan orang Jepang (penginvensi MSG, pak Ikeda di atas) tapi yang kena sasaran malah orang China.

Mari kita semua membuka mata lebar-lebar melihat kelakuan orang-orang seperti ini. Di balik stigmatisasi MSG, orang Amerika sampai hari ini masih gencar mengkaji sebuah zat penting yang digunakan sebagai antidepresan. Zat apakah itu? Asam glutamat! Ini salah sebuah jurnalnya yang sudah terbit: The role of glutamate on the action of antidepressants.
Bahkan, mereka juga melakukan kajian tentang asam poli(L-glutamat) sebagai konjugat obat antikanker. Ini salah sebuah jurnalnya.
What the heck?
Mereka inilah semunafik-munafiknya manusia!

Sebuah peribahasa Batak berbunyi: Dang di ahu dang di ho, tumagon tu begu (Tidak untukku, tidak untukmu, mendingan untuk begu/setan saja), sebuah ungkapan ketika seseorang dihadapkan pada pilihan yang sulit, sama seperti memakan buah simalakama.
Di sini dan dari kalimat ini, saya cuma mau pinjam satu kata Batak saja untuk menyebutkan orang-orang Barat di atas: begu!

Biarlah mereka terus merampas keluhuran Timur (lihat artikel saya: Timur Itu Luhur, Berbanggalah), yang penting kita di sini tetap menikmati MSG (asam amino tunggal), apatah lagi belacan (asam amino berganda)!

Bukankah Albert Einstein sendiri yang mengatakan: Science without religion is lame, religion without science is blind (Sains tanpa agama adalah pincang, agama tanpa sains adalah buta), yang, tanpa mengecilkan makna agama maupun mendiskreditkan para ateis, saya pribadi juga yakini sebagai:
Sains tanpa moralitas agama adalah pincang, agama tanpa sains adalah buta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun