Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Koreksi dan Keterangan Tambahan atas "Mengais-ngais China di Sunda"

6 April 2021   10:45 Diperbarui: 30 April 2021   04:34 1655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lihai dalam bahasa Mandarin disebut 利害 lihai (Hokkien: lihai), yang bermakna harfiah banyak, tetapi lazim digunakan dalam pengertian "tangguh."

Namun di antara perlintasan kata-kata yang dalamnya diyakini telah berlangsung akulturasi, maka unsur kebudayaan China yang paling meyakinkan diserap di Jawa Barat adalah jika kita perhatikan tata karawitannya. Dalam karawitan Sunda, ada yang dikenal dalam istilah titilaras sebagai ‘salendro mandalungan,’yaitu istilah lain dari 'salendro buhun.' Kata 'mandalungan,' yaitu istilah lain dari 'mandarin,' dan 'buhun' adalah 'nenekmoyang.' Titilaras salendro mandalungan ini adalah sebetulnya skala pentatonik khas China —disebut di China sebagai huangi-mei-tiau —jika dipadankan dengan skala diatonik pada C, susunannya adalah C-D-E-G-A.

Catatan:
Perlu saya luruskan tentang etimologi kata "mandarin," yang bisa kita tinjau dari dua arah untuk sebuah kata yang sama.
1. Kata ini berasal dari bahasa Portugis mandarim, mandarij, yang diadaptasi dari bahasa Melayu menteri, manteri, yang berasal dari bahasa Sanssekerta मन्त्रिन् mantrin, bermakna“menteri, penasehat,”yang akar katanya मन्त्र mantra, bermakna "nasehat, pepatah, mantra”+ -इन् in, sebuah akhiran pelaku).
2. Etimologi rakyat China secara keliru mengklaim bahwa kata "mandarin" berasal dari 滿大人 mandaren  yang bermakna pembesar atau orang penting Manchu. Sampai sekarang orang Barat masih secara keliru menggunakan kata yang sudah dijadikan bahasa Inggris ini, untuk merujuk ke pejabat di China ketika masih berbentuk kekaisaran dan juga ke bahasa, yang diikuti oleh orang Indonesia, yang menegaskan bahwa "bahasa Mandarin" adalah makna dari 國語/国语 Guoyu (bahasa nasional), 漢語/汉语 hanyu (bahasa Han/China), 中文 Zhongwen (bahasa China/bahasa China tulisan), walaupun sama sekali sudah tidak ada relevansinya dengan 滿 man (Manchu).

Selanjutnya, nenekmoyang atau leluhur dalam bahasa Mandarin disebut 祖宗 zuzong (Hokkien: chochong). Adaptasinya ke dalam bahasa Sunda "buhun" memerlukan pemastian.

Pentatonik sendiri dalam bahasa Mandarin mutakhir disebut 古代五音 gudai wuyin (Hokkien: kocha goim) yang bermakna lima bunyi/nada zaman kuno. Saya tidak meneliti lebih lanjut istilah huangi-mei-tiau yang disebutkan oleh pak Alif Danya Munsyi karena memang tidak ada istilah turunannya dalam bahasa Sunda.

Sekarang, yang paling dekat dengan titilaras ini adalah karawitan Betawi, khususnya laras gambang-kromong. Kalau didengar lagu-lagu gambang-kromong, memang kebanyakan, jika tidak dikatakan semuanya, berwarna China, mulai dari Pobin sampai Jalijali. Dalam gambang-kromong Betawi ini, sampai sekarang, instrumen-instrumen yang dipakai juga tetap berbahasa China, misalnya sukong, tehyan, dan kongahyan.

Catatan:
Melacak etimologi kata sukong, tehyan, dan kongahyan juga sangat sulit karena alat-alat musik ini adalah kreasi diaspora China di Indonesia.

Pada 2017, Cut Rizki Wulandari Muly, seorang mahasiswi dari Program Studi S-1 Sastra China, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan, menulis skripsi berjudul "Akulturasi Budaya Tionghoa dan Betawi dalam Orkes Gambang Kromong di Tangerang Jawa Barat"
(巴达维唐格朗 Gambang Kromong 乐器文化适应分析) Ba da wei tang ge lang Gambang Kromong Yueqi wenhua shiying fenxi. 

Sangat disayangkan, selain judulnya, isi skripsi Cut Rizki ini tidak mengacu ke bahasa Mandarin untuk melacak etimologi kata-katanya.
Dengan demikian etimologi 3 nama alat musik ini juga memerlukan pemastian. Beranjak dari konjektur bahwa 3 alat musik ini merupakan modifikasi dari alat-alat musik yang ada di China, maka saya mencoba merekonstruksi etimologinya atas informasi inkomplet dari skripsi tersebut sebagai berikut:
Pada halaman 39 skripsi ini terdapat informasi:

Tehyan, Kongahyan dan Sukong merupakan alat musik gesek berdawai dua, direntangkan pada wadah gema yang terbuat dari tempurung berlapis kulit tipis dan berleher kayu yang panjang. Dimainkan dengan cara digesek dengan tongkat gesek. Memiliki bentuk yang mirip satu sama lainnya. Pada masyarakat Betawi dikenal dengan Rebab China yang berukuran paling besar disebut Sukong, sesuai dengan laras dawainya yang meniru nada su dan juga nada kong. Rebab dengan ukuran menengah disebut hoo siang (Tehyan), karena dawainya dilaras menurut nada hoo dan nada siang. Rebab yang paling kecil dinamakan kong a hian (Kongahyan), sesuai dengan larasnya meniru bunyi nada-nada China dan serupa dengan Tehyan. Ketiga alat musik ini berfungsi sebagai pembawa melodi dan sebagai ornamen lagu yang bervariasi.

Kemungkinan yang dimaksud oleh Cut Rizki bahwa "tehyan" berasal dari kata "hoosiang" adalak komposit dari:
1. "hu" dari 二鬍/二胡 erhu (Hokkien jichhiu), makna harfiah: dua janggut, yaitu alat musik gesek China bersenar dua yang menjadi dasar bagi orang Barat dalam menciptakan biola.
2. xiang dari 曲項琵琶/曲项琵琶 Quxiang pipa (Hokkien:  khiauhang pipe) yang bermakna kecapi berleher lengkung atau gitar balon berleher lengkung. http://www.o1q14d.com/art/quxiang-pipa sebuah alat musik petik China.  
Jika ini benar, maka pernyataan "Rebab dengan ukuran menengah disebut hoo siang (Tehyan), karena dawainya dilaras menurut nada hoo dan nada siang" harus diganti dengan "Rebab dengan ukuran menengah disebut hoo siang (Tehyan), karena dawainya dilaras menurut nada alat musik hoo dan siang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun