Lebih setahun yang lalu saya membaca salah sebuah buku yang saya koleksi di perpustakaan pribadi saya, judulnya "Bulan Sabit dan Matahari Terbit - Islam pada Masa Pendudukan Jepang" karya Harry J. Benda, yang diterjemahkan oleh Daniel Dakhidae dan diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada 1980.
Mulai halaman 187 diuraikan bahwa pada 1944 (tepatnya 8 Januari 1944), sebagai pengganti Poesat Tenaga Rakjat (Poetera), Jepang, dalam hal ini Panglima Tentara ke-16, Jenderal 熊吉原田 Kumakichi Harada,* membentuk perkumpulan yang dinamakan ジャワ奉公会 Djawa Houkoukai,** yaitu Himpoenan Kebaktian Rakjat (Organisasi Pelayanan Rakyat) di Jawa. Hal ini dilakukan karena Jepang sadar bahwa Poetera lebih bermanfaat bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia ketimbang membela kepentingan Jepang untuk berperang melawan sekutu.
Serentak dengan diciptakannya gerakan massa baru yang memancar dari sebuah pusat yang impresif dan dikontrol Jepang ke seluruh daerah di Jawa tersebut, dan sebagai pendukung utama organisasi baru itu, para penguasa militer Jepang juga mendirikan aparat pengendali rakyat pedesaan, yang disebut 隣組 Tonarigumi atau dalam Bahasa Indonesia "kerukunan tetangga" (sekarang Rukun Tetangga/RT).
Tonarigumi ini adalah sebuah struktur kemasyarakatan yang dibuat oleh tentara pendudukan Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, khususnya di Manchuria, Semenanjung Korea, Kepulauan Sakhalin, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ternyata pada masa pendudukan Jepang pernah dibuat lagunya.
*Pada 1 Maret 1945 Jenderal Kumakichi Harada mengumumkan dibentuknya 独立準備調査会 Dokuritsu Junbi Chousakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
**Pada masa itu juga mulai terjadi akulturasi budaya Jawa-Jepang, dengan peninggalan antara lain berupa Batik Hokokai.
Selanjutnya, saya mendapat info tambahan melalui program Melawan Lupa MetroTV, Jejak Para Pemimpin Jakarta. Kira-kita mulai menit ke 8:51 diuraikan bahwa Gubernur ke-4 Jakarta, Soediro, mengimplementasikan sebuah sistem satuan administratif baru berdasarkan tonarigumi, yakni Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK) yang belakangan diganti namanya menjadi Rukun Warga (RW).
Jonggol, 4 April 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H