[caption caption="ilustrasi : LHI, dokumen pribadi"][/caption]
Ingat kasus dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), mantan Presiden PKS, yang akhirnya menjebloskannya ke dalam penjara? Bagaimana kabar LHI saat ini setelah masuk “pesantren” Sukamiskin Bandung?
Setelah divonis, LHI dimasukkan ke dalam Lapas Kelas I Sukamiskin di tahun 2013. Lapas yang beralamat di Jl. AH Nasution no 114 Bandung itu menempati lahan berupa tanah dan bangunan seluas 54.730 m2 dengan daya tampung 522 tahanan. Banyak tahanan kasus korupsi yang berada di lapas ini, seperti Rudi Rubiandini, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng dan lain sebagainya.
Berbeda dengan politisi lainnya, LHI yang berlatar belakang aktivis dakwah langsung giat melakukan kegiatran spiritual bersama para napi lainnya sejak masuk di lingkungan Lapas pada Oktober 2013. Di Lapas Sukamiskin sudah ada tradisi obrolan atau diskusi selepas Subuh sejak sebelum LHI datang, namun kehadiran LHI memberikan energi dan spirit baru bagi peserta obrolan Subuh ini. Para penghuni Lapas, yang disebut dengan istilah Warga Binaan (Warna), menyebut LHI dengan sebutan Kyai atau Ustadz.
Obrolan selepas Subuh berakhir sampai jam 06.00, sekitar satu jam. Semula hanya tempat kongkow yang kurang terarah dan terprogram. Namun begitu LHI hadir, obrolan itu berubah menjadi Majelis Subuh yang hangat dan terprogram. LHI rutin memberikan tausiyah dan dilanjutkan dengan tanya jawab tentang berbagai persoalan kehidupan. Ada sangat banyak tema dialog yang ditanyakan kepada LHI dan mampu dijawab dengan baik sehingga memberikan kenyamanan kepada para peserta diskusi.
Pesertanya adalah para warna Lapas Sukamiskin, rutin sekitar limapuluh orang. Menurut Andi Alfian Malarangeng, Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga di era Pemerintahan SBY yang juga salah seorang warna Sukamiskin, forum Subuh ini “secara konten sangat bagus karena bekal keagamaan LHI sangat luas dan dalam, serta dijelaskan dengan sangat jelas. Memberikan solusi tanpa harus menyampaikan sesuatu yang bersifat dogmatis”.
Kegiatan ini berlangsung di salah satu pojok lapas yang kerap disebut sebagai “Palang”. Godot Sukampret, salah seorang penghuni Lapas Sukamiskin, menuturkan bangunan Lapas yang indah dengan bentuk trapesium. Persilangan blok bertingkat antara bagian utara – selatan dan barat – timur, titik sentralnya secara kultural disebut sebagai “Palang”.
Menurut Godot, “Palang itu bagai panggung di Broadway yang tidak pernah berhenti dari pentas kehidupan maupun kreativitas”. Godot juga mencatat, Palang adalah “sebuah persinggungan antara ujung cinta yang memberontak dan ujung ikhlas yang tak memberontak”. Di sinilah –menurut Godot—tempat yang paling asyik untuk diskusi, ngobrol, catur, bermain musik bahkan kegiatan resmi penjara.