LAKI-LAKI ANAK PEGUNUNGAN ALPEN"
"Hai.
Suar terdengar amat kencang memekikkan telinga.
Entah bagaimana seseorang itu menghidupkannya.
Warga tak tahu siapa pelaku purbanya.
Mereka bingung lalu lalang tak terurus.
Berjalan dan terpapar gelombang sejarah.
Kawanan sapi beradu dengan kalung loncengnya.
Berbagi rumput hijau dan akasa terang mengusik kemurungan.
Keduanya bercanda bersama luas dan jauh udara.
Sekarang saya tiba di sebuah negara subur di belahan barat.
Negeri indah yang saya dengar dari kitab dongeng,
Yang pernah saya baca impiannya.
Dua hari sudah sepanjang perjalanan,
Saya membaca garis warna di lembah gunung.
Tentang hukum air gunung yang mengalir ke ruas dada yang legah.
Karena itu ketika kelabu sudah redup di pucuk jauh gemunung,
Dan salju mencair perlahan-lahan dalam langkah penuh pikir.
Tibalah saya di kepala kecil bersama sanak laki-laki anak Pegunungan Alpen.
Di sana saya tulis puisi ini.
Salju itu pesan alam semesta yang hinggap di relung hati.
Bagai salju yang tebal perlahan-lahan mencair.
Dan saat itu saya mau ia datang lagi esok hari.
Switzerland...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H